Waktu

Wednesday, November 30, 2011

perkerasan aspal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. LAPIS BETON ASPAL Lapis beton aspal adalah lapisan penutup konstruksi jalan yang mempunyai nilai struktural yang pertama kali dikembangkan di Amerika oleh The Asphalt Institude dengan nama Asphalt Concrete (AC). Menurut Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, campuran ini terdiri atas agregat menerus dengan aspal keras, dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan. Sedangkan yang dimaksud gradasi menerus adalah komposisi yang menunjukkan pembagian butir yang merata mulai dari ukuran yang terbesar sampai ukuran yang terkecil. Beton aspal dengan campuran bergradasi menerus memiliki komposisi dari agregat kasar, agregat halus, mineral pengisi (filler) dan aspal (bitumen) sebagai pengikat. Ciri lainnya memiliki sedikit rongga dalam struktur agregatnya, saling mengunci satu dengan yang lainnya, oleh karena itu beton aspal memiliki sifat stabilitas tinggi dan relatif kaku. Menurut spesifikasi campuran aspal Departemen Pekerjaan Umum 2007, Laston (AC) terdiri dari tiga macam campuran, Laston Lapis Aus (AC-WC), Laston Lapis Pengikat (AC-BC) dan Laston Lapis Pondasi (AC-Base) dengan ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19 mm, 25.4 mm, 37.5 mm. Ketentuan mengenai sifat-sifat dari campuran Laston (AC) dengan aspal Pen 60/70 dapat dilihat pada tabel 2.1 . Universitas Sumatera UtaraTabel. 2.1. Ketentuan Sifat–sifat Campuran Laston (AC) Sifat-sifat Campuran Laston WC BC Base Penyerapan Aspal (%) Maks 7,2 Jumlah tumbukan per bidang 75 112 Rongga dalam campuran (%) Min 3,5 Maks 5,5 Rongga dalam agregat (VMA) (%) Min 15 14 13 Rongga terisi aspal (%) Min 65 63 60 Stabilitas Marshal (kg) Min 800 1500 Maks - - Kelelehan (mm) Min 3 5 Maks - - Marshal Quetient (kg/mm) Min 250 350 Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman selama 24 jam, 60 o C Min 75 Rongga dalam campuran (%) pada Kepadatan membal (refusal) Min 2,5 Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (2007) 2.2. BAHAN CAMPURAN BERASPAL 2.2.1. Agregat 1. Agregat Kasar Agregat adalah material berbutir keras dan kompak, yang termasuk di dalamnya antara lain kerikil alam, agregat hasil pemecahan oleh stone crusher, abu batu dan pasir. Agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkerasan jalan, dimana agregat menempati proporsi terbesar dalam campuran, umumnya berkisar antara 90 - 95 % dari berat total campuran, atau 75 -85 % dari volume campuran (The Asphalt Institute, 1983). Mutu, keawetan dan daya dukung perkerasan sangat dipengaruhi oleh karakteristik agregat. Oleh karena itu, sebelum digunakan sebagai bahan campuran dalam perkerasan jalan, harus dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan di laboratorium untuk mengetahui karakteristiknya (11) . Universitas Sumatera UtaraMenurut BS.594 (1992), agregat kasar mempunyai peran sebagai pengembang volume mortar, menjadikan campuran lebih ekonomis, meningkatkan ketahanan mortar terhadap kelelehan (flow) dan meningkatkan stabilitas. Campuran dengan kandungan agregat kasar yang rendah mempunyai daya tahan yang lebih baik dari kandungan yang lebih tinggi, karena membutuhkan kadar aspal yang lebih banyak. Tabel. 2.2. Ketentuan Agregat Kasar Pengujian Standart Nilai Abrasi dengan mesin Los Angeles SNI 03-4428-1997 Maks. 40 % Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-4428-1997 Min. 95 % Angularitas agregat kasar SNI 03-6877-2002 95/90 (*) Partikel pipih dan lonjong (**) RSNI T-01-2005 Maks. 10 % Material lolos saringa n No. 200 SNI 03-4142-1996 Maks. 1 % Catatan : (*) 95/90 menunjukkan 95 %agregat kasar mepunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan 90 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih (**) Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5 Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (2007) 2. Agregat Halus Agragat halus adalah agregat yang lolos saringan No. 8 (2.36 mm) yang terdiri dari batu pecah tersaring atau pasir alam yang bersih, keras dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya dan memenuhi ketentuan dalam tabel II.3. Menurut BS 594 (1985), fungsinya adalah untuk mendukung stabilitas dan mengurangi deformasi permanen. Stabilitas campuran diperoleh melalui ikatan saling mengunci (interlocking) dan pergeseran dari partikel. Tabel 2.3 Pengujian dan Sifat – Sifat Teknis Agregat Halus Pengujian Standart Nilai Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Min. 50 % Material lolos saringa n No. 200 SNI 03-4428-1997 Maks. 8 % Angularitas SNI 03-6877-2002 Min. 45 % Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (2007) Universitas Sumatera Utara3. Filler (Bahan Pengisi) Filler dapat terdiri dari debu batu kapur (limestone dust), sement portland, fly ash, abu tanur semen, abu batu atau bahan non plastis lainnya. Fungsi filler dalam campuran adalah (11) : • Untuk memodifikasi agregat halus sehingga berat jenis campuran meningkat dan jumlah aspal yang diperlukan untuk mengisi rongga akan berkurang • Filler dan aspal secara bersamaan akan membentuk suatu pasta yang akan membalut dan mengikat agregat halus yntuk membentuk mortar • Mengisi ruang antar agregat halus dan kasar serta meningkatkan kepadatan sdan kestabilan. Tujuan awal filler adalah mengisi rongga dalam campuran VIM, tidak hanya oleh bitumen tetapi material yang lebih murah. Pada kadar aspal konstan, penambahan filler akan memperkecil VIM. Dalam perkembangan selanjutnya, terbukti bahwa filler tidak hanya mengganti fungsi bitumen mengisi rongga, tetapi juga memperkuat campuran (Edward, 1988). Untuk suatu kadar aspal yang konstan jumlah filler yang sedikit akan menyebabkan rendahnya koefisien marshall karena viskositas bitumen masih rendah dengan filler yang sedikit tersebut. Selanjutnya koefisien marshall meningkat dengan penambahan filler sampai nilai maksimum, kemudian menurun akibat kemampuan pemadatan campuran (tanpa menimbulkan retak). Filler juga berpengaruh terhadap nilai kadar aspal optimum melalui luas permukaan dari partikel mineralnya. Penggunaan jenis dan proporsi filler juga mempengaruhi kualitas dari campuran beraspal. Penggunaan filler yang terlalu banyak cenderung menghasilkan campuran yang getas dan mudah retak. Di sisi lain, kandungan filler yang terlalu rendah juga akan menjadikan campuran lebih peka terhadap temperatur dimana campuran akan terlalu lunak pada cuaca panas. Universitas Sumatera UtaraGradasi agregat yang digunakan adalah Laston dengan jenis campuran lapis aus (AC-WC) yang berpedoman kepada Spesifikasi Baru Campuran Aspal Panas Departemen Pekerjaan Umum 2007. 2.2.2. Sifat-sifat Fisik Agregat dan Hubungannya dengan Kinerja Campuran Beraspal Pada suatu campuran beraspal, agregat memberikan kontribusi yang cukup besar sampai 90-95 % terhadap berat campuran, sehingga sifat-sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu dari kinerja campuran tersebut. Untuk tujuan ini, sifat agregat yang harus diperiksa antara lain (1) : 1) Ukuran butir Ukuran agregat dalam suatu campuran beraspal terdistribusi dari yang berukuran besar sampai ke yang kecil. Semakin besar ukuran maksimum agregat yang dipakai semakin banyak variasi ukurannya dalam campuran tersebut. Ada dua istilah yang biasanya digunakan berkenaan dengan ukuran butir agregat, yaitu : − Ukuran maksimum, yang didefenisikan sebagai ukuran saringan terkecil yang meloloskan 100 % agregat, − Ukuran nominal maksimum, yang didefenisikan sebagai ukur an saringan terbesar yang masih menahan maksimum dari 10 % agregat. Istilah-istilah lainnya yang biasa digunakan sehubungan dengan ukuran agregat, yaitu: − Agregat kasar : Agregat yang tertahan saringan No. 8 (2,36) − Agregat halus : Agregat yang lolos saringan No. 8 (2,36) − Mineral pengisi : Fraksi dari agregat halus yang lolos saringan No. 200 (0,075 mm) minimum 75 % terhadap berat total agregat − Mineral abu : Fraksi dari agregat halus yang 100 % lolos saringan No. 200 (0,075 mm) Universitas Sumatera UtaraMineral pengisi dan mineral abu dapat terjadi secara alamiah atau dapat juga dihasilkan dari proses pemecahan batuan atau dari proses buatan. Mineral ini penting artinya untuk mendapatkan campuran yang padat, berdaya tahan dan kedap air. Walaupun begitu, kelebihan atau kekurangan sedikit saja dari mineral ini akan menyebabkan campuran terlalu kering atau terlalu basah. Perubahan sifat campuran ini bisa terjadi hanya karena sedikit perubahan dalam jumlah atau sifat dari bahan pengisi atau mineral debu yang digunakan. Oleh karena itu, jenis dan jumlah mineral pengisi atau debu yang digunakan dalam campuran haruslah dikontrol dengan seksama. 2) Gradasi Agregat Seluruh spesifikasi perkerasan mensyaratkan bahwa partikel agregat harus berada dalam rentang ukuran tertentu dan untuk masing-masing ukuran pertikel harus dalam proporsi tertentu. Distribusi dari varisi ukuran butir agregat ini disebut gradasi agregat. Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga dalam campuran dan menentukan workabilitas (sifat mudah dikerjakan) dan stabilitas campuran. Untuk menentukan apakah gradasi agregat memenuhi spesifikasi atau tidak, diperlukan suatu pemahaman bagaimana ukuran partikel dan gradasi agregat diukur. Gradasi agregat ditentukan oleh analisa saringan, dimana contoh agregat harus melalui satu set saringan. Ukuran saringan menyatakan ukuran bukaan jaringan kawatnya dan nomor saringan menyatakan banyaknya bukaan jaringan kawat per inchi per segi dari saringan tersebut. Gradasi agregat dinyatakan dalam persentase berat masing-masing contoh yang lolos pada saringan tertentu. Persentase ini ditentukan dengan menimbang agregat yang lolos atau tertahan pada masing-masing saringan. Gradasi agregat dapat dibedakan atas : a. Gradasi seragam (uniform graded)/gradasi terbuka (open graded) Universitas Sumatera Utaraadalah gradasi agregat dengan ukuran yang hampir sama. Gradasi seragam disebut juga gradasi terbuka (open graded) karena hanya mengandung sedikit agregat halus sehingga terdapat banyak rongga/ruang kosong antar agregat. Campuran beraspal yang dibuat dengan gradasi ini bersifat porus atau memiliki permeabilitas kyang tinggi, stabilitas rendah dan memiliki berat isi yang kecil. b. Gradasi rapat (dense graded) Adalah gradasi agregat dimana terdapat butiran agregat kasar sampai halus, sehingga sering juga disebut gradasi menerus atau gradasi baik (well graded). Pada campuran Laston lapis aus (AC-WC), selain batasan titik kontrol gradasi juga terdapat persyaratan khusus yaitu kurva Fuller dan daerah larangan (restricted zone). Kurva Fuller adalah kurva gradasi dimana kondisi campuran memiliki kepadatan maksimum dengan rongga diantara mineral agregat (VMA) minimum. Suatu campuran dikatakan bergradasi sangat rapat/Kurva Fuller tersebut ditentukan bila persentase rumus dari masing-masing saringan memenuhi persamaan berikut : P = 100 ( ) n Dimana : d = ukuran saringan yang ditinjau D = ukuran agregat maksimum dari gradasi tertentu n = 0,35 – 0,45 Campuran dengan gradasi ini memiliki stabilitas yang tinggi, agak kedap terhadap air dan memiliki berat isi yang besar. c. Gradasi senjang (Gap graded) Adalah gradasi agregat dimana ukuran agregat yang ada tidak lengkap atau ada fraksi agregat yang tidak ada atau jumlahnya sedikit sekali.Campuran agregat dengan gradasi ini memiliki kualitas peralihan dari kedua gradasi yang disebutkan di atas. Biasanya digambarkan dalam suatu grafik hubungan antara ukuran saringan Universitas Sumatera Utaradinyatakan pada sumbu horizontal dan persentasi agregat yang lolos saringan tertentu dinyatakan pada sumbu vertikal. Gambar1. Contoh tipikal macam-macam gradasi agregat 3) Kebersihan Agregat Kebersihan agregat menentukan sifat campuran perkerasan aspal yang akan dibuat. Agregat yang berasal dari alam biasanya banyak mengandung kotoran-kotoran yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah membusuk, maupun dari batuan-batuan muda yang mempunyai kekerasan yang rendah. Kotoran pada agregat juga dapat berupa lempung yang tidak stabil struktur tanahnya. Untuk menganalisa sifat ini dapat dilakukan secara visual, tetapi untuk mendapat hasil yang lebih baik bias dilakukan dengan penyaringan basah. Selain itu khusus untuk menganalisa lempung yang terdapat pada agregat, dapat dilakukan pengujian sand equivalent. (1) 4) Kekerasan (Toughness) Semua agregat yang digunakan harus kuat, mampu menahan abrasi dan degradasi selama proses produksi dan operasionalnya di lapangan. Agregat yang akan digunakan sebagai lapis permukaan perkerasan harus lebih keras (lebih tahan) daripada agregat yang digunakan untuk lapis bawahnya. Hal ini disebabkan karena lapisan permukaan Universitas Sumatera Utaraperkerasan akan menerima dan menahan tekanan dan benturan akibat beban lalu lintas paling besar. Untuk itu, kekuatan agregat terhadap beban merupakan suatu persyaratan yang mutlak harus dipenuhi oleh agregat yang akan digunakan sebagai bahan jalan. Uji kekuatan agregat di laboratorium biasanya dilakukan dengan uji abrasi dengan mesin Los Angeles (Los Angeles Abration Test), uji beban kejut (Impact Test) dan uji ketahanan terhadap pecah (Crushing Test). Dengan pengujian-pengujian ini kekuatan relatif agregat dapat diketahui. 5) Bentuk Butir Agregat Agregat memiliki bentuk butir dari bulat (rounded) sampai bersudut (angular), seperti yang diilustrasikan pada gambar 2. Bentuk partikel agregat yang bersudut memberikan ikatan antara agregat (aggregate interlocking) yang baik yang dapat menahan perpindahan (displacement) agregat yang mungkin terjadi. Agregat yang bersudut tajam, berbentuk kubikal dan agregat yang memiliki lebih dari satu bidang pecah akan mengasilkan ikatan antar agregat yang paling baik. Bentuk agregat tersebut dapat mempengaruhi workabilitas campuran perkerasan selama penghamparan, yaitu dalam hal energi pemadatan yang dibutuhkan untuk memadatkan campuran, dan kekuatan struktur perkerasan selama umur pelayanannya. Dalam campuran beraspal, penggunaan agregat yang bersudut saja atau bulat saja tidak akan menghasilkan campuran beraspal yang baik. Kombinasi penggunaan kedua partikel agregat ini sangatlah dibutuhkan untuk menjamin kekuatan pada struktur perkerasan dan workabilitas yang baik dari campuran tersebut. Universitas Sumatera UtaraGambar 2. Tipikal bentuk butir kubikal, lonjong dan pipih 6) Tekstur Permukaan Agregat Selain memberikan sifat ketahanan terhadap gelincir (skid resisntance) pada permukaan perkerasan, tekstur permukaan agregat (baik makro maupun mikro) juga merupakan faktor lainnya yang menentukan kekuatan, workabilitas dan durabilitas campuran beraspal. Permukaan agregat yang kasar akan memberikan kekuatan pada campuran beraspal karena kekasaran permukaan agregat dapat menahan agregat tersebut dari pergeseran atau perpindahan. Kekasaran permukaan agregat juga akan memberikan tahanan gesek yang kuat pada roda kendaraan sehingga akan meningkatkan keamanan kendaraan terhadap slip. Agregat dengan tekstur permukaan yang sangat kasar memiliki koefisien gesek yang tinggi yang akan membuat agregat tersebut sulit untuk berpindah tempat, sehingga akan menurunkan workabilitasnya. Oleh sebab itu penggunaan agregat bertekstur halus Universitas Sumatera Utaradengan proporsi tertentu kadang-kadang dibutuhkan untuk membantu meningkatkan workabiltasnya. Dilain pihak, film aspal lebih mudah merekat pada permukaan yang kasar sehingga akan menghasilkan ikatan yang baik antara aspal dan agregat dan pada akhirnya akan menghasilkan campuran beraspal yang kuat. Agregat yang berasal dari sungai (bankrun agregat) biasanya memiliki permukaan yang halus dan berbentuk bulat, oleh sebab itu agar dapat menghasilkan campuran beraspal dengan sifat-sifat yang baik agregat sungai ini harus dipecahkan terlebih dahulu. Pemecahan ini dimaksudkan untuk menghasilkan tekstur permukaan yang kasar pada bidang pecahnya dan mengubah bentuk butir agregat. 7) Daya Serap Agregat Keporusan agregat menentukan banyaknya zat cair yang dapat diserap agregat. Kemampuan agregat untuk menyerap air dan aspal adalah suatu informasi yang penting yang harus diketahui dalam pembuatan campuran beraspal. Jika daya serap agregat sangat tinggi, agregat ini akan terus menyerap aspal baik pada saat maupun setelah proses pencampuran agregat dengan aspal di unit pencampur aspal (AMP). Hal ini akan menyebabkan aspal yang berada pada permukaan agregat yang berguna untuk mengikat partikel agregat menjadi lebih sedikit sehingga akan menghasilkan film aspal yang tipis. Oleh karena itu, campuran yang dihasilkan tetap baik, agregat yang porus memerlukan aspal yang lebih banyak dibandingkan dengan yang kurang porus. Agregat dengan keporusan/daya serap yang tinggi biasanya tidak digunakan, tetapi untuk tujuan tertentu, pemakaian agregat ini masih dapat dibenarkan asalkan sifat lainnya dapat terpenuhi. Contoh-contoh material seperti batu apung yang memiliki keporusan tinggi digunakan karena ringan dan tahan terhadap abrasi. Meskipun demikian Universitas Sumatera Utaraberat jenis harus dikoreksi mengingat semua perhitungan didasarkan pada persentase berat bukan volume. 8) Kelekatan Terhadap Aspal Kelekatan agregat terhadap aspal adalah kecenderungan agregat untuk menerima, menyerap dan menahan film aspal. Agregat hidrophobik (tidak menyukai air) adalah agregat yang memiliki sifat kelekatan terhadap aspal yang tinggi, contoh agregat ini adalah batu gamping dan dolomit. Sebaliknya, agregat hidrophilik (suka air) adalah agregat yang memiliki kelekatan terhadap aspal yang rendah. Sehingga agregat jenis ini cenderung terpisah dari film aspal bila terkena air. Kuarsit dan beberapa jenis granit adalah contoh agregat hidrophilik. Ada beberapa metode uji untuk menentukan kelekatan agregat terhadap aspal dan kecenderungannya untuk mengelupas (stripping). Salah satu diantaranya dengan merendam agregat yang telah terselimuti aspal ke dalam air, lalu diamati secara visual. Tes lainnya adalah tes perendaman mekanik. Tes ini menggunakan dua contoh campuran, satu direndam dalam air dan diberikan energi mekanik dengan cara pengadukan, dan satunya lagi tidak. Kemudian kedua contoh ini diuji kekuatannya. Perbedaan kekuatan antara keduanya dapat dipaki sebagai indikator untuk dapat mengetahui kepekaan agregtat terhadap pengelupasan. 2.3. PENGUJIAN KUALITAS BAHAN 2.3.1. Pengujian Agregat 1. Pengujian Analisa Ukuran Butir (Gradasi) Gradasi agregat adalah pembagian ukuran butiran yang dinyatakan dalam persen dari berat total. Tujuan utama pekerjaan analisa ukuran butir agregat adalah untuk pengontrolan gradasi agar diperoleh konstruksi campuran yang bermutu tinggi. Universitas Sumatera UtaraBatas gradasi diperlukan sebagai batas toleransi dan merupakan suatu cara untuk menyatakan bahwa agregat yang terdiri dari fraksi kasar, sedang dan halus dengan suatu perbandingan tertentu secara teknis masih diijinkan untuk digunakan. Jika grafik terletak menuju ke bagian atas batas toleransi gradasi, agregat dinyatakan lebih halus dan sebaliknya apabila kurva menuju ke bagian bawah batas toleransi gradasi, agregat dinyatakan lebih kasar dari yang diinginkan. Suatu lapisan yang semuanya terdiri atas agregat kasar dengan ukuran yang kirakira sama, akan mengandung rongga udara sekitar 35 % seperti ditunjukkan pada gambar berikut : Gambar 3. Rongga diantara agregat Apabila lapisan tersebut terdiri atas agregat kasar, sedang dan halus dengan perbandingan yang benar, akan dihasilkan lapisan agregat yang lebih padat dan rongga udara yang kecil. Lapisan agregat yang berongga kecil dengan ukuran yang tepat, akan lebih kuat dan stabil dibandingkan dengan yang berongga tinggi. Untuk mencapai hal tersebut, Universitas Sumatera Utarajumlah agregat yang sedang dan halus perlu diperhatikan. Akan tetapi kepadatan atau kekuatan lapisan akan berkurang apabila kelebihan agregat halus atau sedang. Suatu material yang mempunyai grafik gradasi di dalam batas-batas gradasi tetapi membelok dari satu sisi batas gradasi ke batas yang lainnya, dinyatakan sebagai gradasi yang tidak baik karena menunjukkan terlalu banyak untuk ukuran tertentu dan terlalu sedikit untuk ukuran lainnya. Gradasi dilakukan dengan melakukan penyaringan terhadap contoh bahan melalui sejumlah saringan yang tersusun sedemikian rupa dari ukuran besar hingga ukuran kecil, bahan yang tertinggal dalam tiap saringan kemudian ditimbang. Tabel. 2.4. Ukuran saringan menurut ASTM No. Saringan Lubang saringan Inch mm 1 ½ in 1,5 38,1 1 in 1,0 25,4 3/4 in 0,75 19,0 1/2 in 0,5 12,7 3/8 in 0,375 9,51 No. 4 0,187 4,76 No. 8 0,0937 2,38 No. 16 0,0469 1,19 No. 30 0,0234 0,595 No. 50 0,0117 0,297 No. 100 0,0059 0,149 No. 200 0,0029 0,074 Sumber : Buku 1 Petunjuk Umum, Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas Departemen Kimpraswil Spesifikasi gradasi campuran beraspal panas sering dinyatakan dengan ukuran nominal maksimum dan ukuran maksimum agregat. Ukuran nominal maksimum agregat merupakan ukuran agregat dimana paling banyak 10 % dari agregat tertahan pada saringan kedua urutan nomor susunan saringan. Ukuran maksimum agregat merupakan Universitas Sumatera Utaraukuran agregat dimana 100 % agregat lolos pada saringan pertama urutan nomor susunan saringan. Hasil analisa saringan harus mencerminkan keadaan dan ciri khas dari semua agregat darimana contoh tersebut diperoleh. Oleh karena itu ketelitian dalam pengambilan contoh, sama pentingnya dengan ketelitian dalam melakukan percobaan. 2. Berat Jenis (Specivic Gravity) dan Penyerapan (Absorpsi) Berat jenis suatu agregat (Specivic Gravity) adalah perbandingan berat dari suatu satuan volume bahan terhadap berat air dengan volume yang sama pada temperatur 20 o – 25 o C (68 o – 77 o F). Dikenal ada beberapa macam berat jenis agregat, yaitu : a. Berat jenis semu (apparent specific gravity) Berat jenis semu, volume dipandang sebagai volume menyeluruh dari agregat, tidak termasuk volume pori yang dapat terisi air setelah perendaman selama 24 jam. b. Berat jenis bulk (bulk specific gravity) Berat jenis bulk, volume dipandang sebagai volume menyeluruh agregat, termasuk volume pori yang dapat terisi oleh air setelah direndam selama 24 jam. c. Berat jenis efektif (effective specific gravity) Berat jenis efektif, volume dipandang sebagai volume menyeluruh dari agregat tidak termasuk volume pori yang dapat menghisap aspal. Berat jenis dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : - Berat jenis semu : Gsa = - Berat jenis curah : Gsb = - Berat jenis efektif : Gse = Universitas Sumatera UtaraDengan pengertian : Ws = Berat agregat kering. = Berat isi air = 1 gr/cm 3 Vs = volume bagian padat agregat. Vpp = volume pori meresap air. Vap = volume pori mersap aspal. Vpp – Vap = volume pori meresap air yang tidak meresap aspal. Gambar 4. Berat Jenis Agregat Pemilihan macam berat jenis untuk suatu agregat yang digunakan dalam rancangan campuran beraspal, dapat berpengaruh besar terhadap banyaknya rongga udara yang diperhitungkan. Bila digunakan berat jenis semu maka aspal dianggap dapat terhisap oleh semua pori yang dapat menyerap air. Bila digunakan Berat Jenis Bulk, maka aspal dianggap tidak dapat dihisap oleh pori-pori yang dapat menyerap air. Konsep mengenai Berat Jenis Efektif dianggap paling mendekati nilai sebenarnya untuk menentukan besarnya rongga udara dalam campuran beraspal (1) . Universitas Sumatera UtaraBila digunakan berbagai kombinasi agregat maka perlu mengadakan penyesuaian mengenai berat jenis, karena Berat Jenis masing-masing bahan berbeda (1) . a. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar Berat Jenis dan Penyerapan agregat kasar dihitung dengan persamaan sebagai berikut: • Berat Jenis Curah (Bulk Specific Gravity) = • Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (Saturated Surface dry) = • Berat Jenis Semu (apparent Specific Gravity) = • Penyerapan (Absorpsi) = x 100 % Dengan pengertian : Bk = berat benda uji kering oven (gram). Bj = berat benda uji kering permukaan jenuh (gram). Ba = berat benda uji kering permukaan jenuh di dalam air (gram). b. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus Berat Jenis dan Penyerapan agregat halus dihitung dengan persamaan sebagai berikut : • Berat Jenis Curah (Bulk Specific Gravity) = • Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (Saturated Surface dry) = • Berat Jenis Semu (apparent Specific Gravity) = • Penyerapan (Absorpsi) = x 100 % Dengan pengertian : A = 500 = berat benda uji dalam keadaan kering permukaan jenuh di dalam air (gram). Universitas Sumatera UtaraBk = berat benda uji kering oven (gram). B = berat piknometer berisi air (gram). Bt = berat piknometer berisi benda uji dan air (gram). Agregat hendaknya sedikit berpori agar dapat menyerap aspal, sehingga terbentuklah suatu ikatan mekanis antara film-aspal dan butiran batu. Agregat berpori banyak akan menyerap aspal besar pula sehingga tidak ekonomis. Agregat berpori terlalu besar umumnya tidak dapat digunakan sebagai bahan campuran beraspal. 3. Pemeriksaan Keausan Dengan Mesin Abrasi Pada pekerjaan jalan, agregat akan mengalami proses tambahan seperti pemecahan, pengikisan akibat cuaca, pengausan akibat lalu lintas. Guna mengatasi hal tersebut, agregat harus mempiunyai daya tahan yang cukup terhadap pemecahan (crushing), penurunan (degradation) dan penghancuran (disintegration). Agregat pada atau di dekat permukaan perkerasan memerlukan kekerasan dan mempunyai daya tahan terhadap pengausan yang lebih besar dibandingkan degan agregat yang letaknya pada lapisan lebih bawah, karena bagian atas perkerasan menerima beban terbesar. Agregat dengan nilai keausan yang besar mudah pecah selama pemadatan atau akibat pengaruh beban lalu lintas atau hal lainnya tidak diijinkan karena beberapa sebab : a. Gradasi akan berubah karena agregat yang kasar akan menjadi butiran yang halus. Dengan demikian agregat mempunyai gradasi yang tidak memadai. b. Agregat yang lemah tidak akan menghasilkan lapisan yang kuat karena bidang pengunci yang bersudut mudah pecah. Ketahanan agregat terhadap keausan dapat dilakukan dengtan pengujian keausan agregat dengan mesin abrasi Los Angeles (SNI-03-2417-1991). Agregat dengan perbandingan dan ukuran yang benar dimasukkan ke dalam alat (drum) yang diisi bola Universitas Sumatera Utarabaja dengan diameter 46,80 mm. Drum diputar sebanyak 500 putaran. Bagian agregat yang hancur yang besarnya lebih kecil dari ukuran saringan 1,7 mm ditimbang dan beratnya dinyatakan dalam persentase terhadap benda uji semula. Gambar 5. Mesin Abrasi Los Angeles 4. Angularitas Angularitas merupakan suatu pengukuran penentuan jumlah agregat berbidang pecah. Susunan permukaan yang kasar yang menyerupai kekasaran kertas ampelas mempunyai kecenderungan untuk menambah kekuatan campuran, dibanding dengan permukaan yang licin. Ruangan agregat yang kasar biasanya lebih besar sehingga menyediakan tambahan bagian untuk diselimuti oleh aspal. Agregat dengan permukaan licin dengan mudah dapat dilapisi lapisan aspal tipis (asphalt film), tetapi permukaan seperti ini tidak dapat memegang lapisan aspal tersebut tetap pada tempatnya. Tata cara pengujian angularitas agregat kasar diuraikan oleh Pennsylvania DoT Test Method No. 621 dan angularitas agregat halus ditentukan berdasarkan AASHTO TP-33 atau ASTM C 1252 (1) . Universitas Sumatera Utaraa. Angularitas agregat kasar Angularitas agregat kasar adalah persentase dari berat pertikel agregat lebih besar dari 4,75 mm (No. 4) dengan satu atau lebih bidang pecah. Angularitas agregat kasar dihitung dengtan persamaan : Angularitas = x 100 % Dengan pengertian : A = berat agregat yang mempunyai bidang pecah. B = berat total benda uji tertahan saringan 4,75 mm (No. 4). b. Angularitas agregat halus Angularitas agregat halus adalah persen rongga udara yang terdapat pada agregat padat lepas. Agregat halus merupakan agregat lolos saringan 2,36 mm (No. 8). Makin besar nilai rongga udara berarti makin besar bidang pecah yang terdapat pada agregat halus. Angularitas agregat halus (persen rongga udara) dihitung sebagai berikut : Angularitas = x 100 % Dengan pengertian : V = volume silinder. W = berat benda uji yang mengisi silinder. Gsb = berat jenis curah agregat halus. 2.3.2. Pengujian Aspal Pengujian aspal meliputi pengujian aspal keras (padat), cair dan emulsi. Aspal cair atau aspal emulsi pada pekerjaan aspal campuran keras umumnya digunakan sebagai lapis resap (Prime Coat) atau lapis pengikat (Tack Coat) (1) .Jenis pengujian aspal keras dapat dilihat pada tabel II.5. Universitas Sumatera UtaraTabel. 2.5. Jenis pengujian aspal keras No. Spesifikasi atau Judul Pengujian Metode Pengujian 1. Penetrasi SNI 06-2456-1991 2. Titik lembek SNI 06-2434-1991 3. Daktalitas SNI 06-2432-1991 4. Kelarutan dalam C2HCl3 SNI 06-2438-1991 5. Titik nyala SNI 06-2433-1991 6. Berat jenis SNI 06-2488-1991 7. Kehilangan berat SNI 06-2441-1991 8. Penetrasi setelah kehilangan berat SNI 06-2456-1991 9. Daktalitas setelah kehilangan berat SNI 06-2432-1991 10. Titik lembek setelah RTFOT SNI 06-2434-1991 11. Temperatur pencampuran dan pemadatan SNI 06-6411-2000 12. Kadar air SNI 06-2439-1991 Sumber: Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas 1. Titik Nyala dengan Cleveland Open Cup Penentuan titik nyala dilakukan berdasarkan SNI 06-2433-1991, bertujuan untuk memastikan bahwa aspal cukup aman untuk pelaksanaan. Titik nyala yang rendah menunjukkan indikasi adanya minyak ringan dalam aspal (1) . Gambar 6. Pengujian Titik Nyala dengan Cleveland Open Cup Universitas Sumatera Utara2. Penetrasi Bahan Bitumen Pengujian ini dilakukan berdasarkan AASHTO T 48 atau SNI 06-2456-1991yang dimaksudkan untuk menetapkan nilai kekerasan aspal. Berdasrkan pengujian ini aspal keras dikategorikan dalam beberapa tingkat kekerasan. Pengujian ini merupakan pengukuran secara impiris terhadap konsistensi aspal. Kekerasan aspal diukur dengan jarum penetrasi standar yang masuk ke dalam permukaan bitumen pada temperatur 25 0 C, beban 100 gr dan waktu 5 detik (1) . Alat pengujian ditunjukkan pada gambar 7. Gambar 7.Pengujian Penetrasi 3. Titik Lembek Prosedur pengujian berdasarkan SNI 06-2434-1991. Konsistensi bitumen ditunjukkan oleh temperatur dimana aspal berubah bentuk karena perubahan tegangan. Hasilnya digunakan untuk menentukan temperatur kelelehan dari aspal. Alat pengujian ditunjukkan pada gambar 8. Gambar 8. Pengujian Titik Lembek Universitas Sumatera Utara4. Daktalitas Bahan Bitumen Daktalitas ditunjukkan oleh panjangnya benang aspal yang ditarik hingga putus. Pengujian dilakukanberdasarkan SNI 06-2432-1991, dengan alat yang terdiri atas cetakan, bak air dan alat penarik contoh (1) . Alat pengujian ditunjukkan pada gambar 9 berikut : Gambar 9. Pengujian Daktalitas 2.4. KOMBINASI AGREGAT 2.4.1. Gradasi Agregat Campuran Kombinasi gradasi agregat campuran dinyatakan dalam persen berat agregat harus memnuhi batas-batas gradasi agregat seperti tercantum dalam spesifikasi. Hubungan antara persen lolos saringan dan ukuran butir agregat (dalam skala logaritma) kemudian digambarkan. Dalam memilih gradasi agregat gabungan, kecuali untuk gradasi Latasir dan Lataston, dikenal istilah Kurva Fuller, Titik Kontrol Gradasi dan Gradasi Zona Terbatas (zona yang dihindari). Gradasi agregat gabungan dengan menggunakan spesifikasi campuran beraspal panas dengan kepadatan mutlak harus memenuhi gradasi seperti diisyaratkan dalam spesifikasi. Universitas Sumatera UtaraGambar.10. Grafik Kurva Fuller dan Daerah Larangan ACWC Untuk mendapatkan gradasi agregat campuran yang diinginkan, tentukan gradasi agregat yang cocok dengan memilih persentase yang sesuai dari masing-masing fraksi agregat. Berikut ini diberikan petunjuk cara pencampuran beberapa fraksi agregat untuk mendapatkan agregat yang diinginkan dengan jenis campuran yang berbeda : Tabel. 2.6. Titik Kontrol Kurva Fuller dan Daerah Larangan AC-Wearing Course % Berat yang lolos Laston (AC) ASTM (mm) WC Fuller 3/4'' 19 100 100 1/2'' 12.5 90 - 100 82.8 3/8'' 9.5 Maks. 90 73.2 no.8 2.36 28 - 58 39.1 no.16 1.18 28.6 no.30 0.6 21.1 no.200 0.075 15.5 DAERAH LARANGAN NO.4 4.75 - 53.6 NO.8 2.36 39.1 39.1 NO.16 1.18 25.6 - 31.6 28.6 NO.30 0.6 19.1 - 23.1 21.1 NO.50 0.3 15.5 15.5 Sumber. Departemen Pekerjaan Umum 2007 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0,01 0,1 1 10 Percent Lolos (%) Sieve size (mm) Combined Grading AC WC Total Fuller Fuller Curve Max Fuller Curve Min Spec Max Spec Min Universitas Sumatera Utara1. Campuran Lataston Untuk jenis Lataston, semakin halus gradasi (mendekati batas atas), maka rongga dalam mineral agregat (VMA) akan makin besar. Pasir halus yang dikombinasi dengan batu pecah harus mempunyai bahan yang lolos saringan No. 8 (2,36 mm) dan tertahan pada saringan No. 100 (600 mikron) sesedikit mungkin. Hal ini sangat penting karena bahan yang sangat senjang harus tidak lebih dari batas yang diberikan, yaitu diisyaratkan agar minimum 80 % dari agregat yang lolos 2,36 mm harus lolos juga pada saringan 0,600 mm. Jika jumlah bahan tersebut lebih besar dari yang ditentukan dalam kondisi senjang maka VMA akan terlalu rendah sehingga campuran sulit mencapai VMA yang diinginkan. 2. Campuran Laston Campuran Laston dapat dapat dibuat mendekati batas atas titik kontrol gradasi atau di atas kurva Fuller, tetapi hal ini mungkin sulit untuk mencapai VMA yang diisyaratkan. Karena itu lebih baik gradasi diarahkan memotong kurva Fuller mendekati saringan No. 4 (4,75 mm). Gradasi agregat gabungan dengan menggunakan spesifikasi campuran beraspal panas dengan kepadatan mutlak harus memenuhi gradasi seperti diisyaratkan dalam spesifikasi. Penggabungan gradasi agregat dalam campuran rencana dapat dilakukan dengan cara analitis, cara grafis dan coba-coba (Taksiran). 2.4.2. Penggabungan Gradasi Agregat dengan Cara Analitis Kombinasi agregat dari beberapa fraksi dapat digabungkan dengan persamaan dasar, yaitu : P = Aa + Bb + Cc + ... Dengan pengertian : P = persen lolos agregat campuran dengan ukuran tertentu A, B, C = persen lolos agregat pada saringan masing-masing ukuran Universitas Sumatera Utaraa, b, c = proporsi masing-masing agregat yang digunakan dengan jumlah total 100 % Persamaan dasar di atas dapat digunakan untuk penggabungan beberapa fraksi agregat, diantaranya : 1) Rumus dasar penggabungan gradasi dari dua jenis fraksi agregat : P = Aa + Bb Untuk a + b = 1 maka : a = 1 – b dengan pengertian : P = persen lolos agregat campuran dengan ukuran tertentu A, B = persen bahan yang lolos saringan masing-masing ukuran a, b = proporsi masing-masing agregat yang digunakan, jumlah total 100 % Menggunakan persamaan di atas dapat dihitung : b = atau a = 2) Rumus dasar penggabungan gradasi tiga jenis fraksi agregat : P = Aa + Bb + Cc b = dengan pengertian : P = persen lolos agregat campuran dengan ukuran tertentu A, B, C = persen lolos agregat pada saringan masing-masing ukuran a, b, c = proporsi masing-masing agregat yang digunakan dengan jumlah total 100 % Persen kombinasi masing-masing ukuran agregat harus mendekati persen yang diperlukan untuk kombinasi agregat. Gradasi campuran tidalk boleh keluar dari titik kontrol atau batas gradasi yang diisyaratkan dan sedapat mungkin harus berada diantara titik-titik kontrol gradasi (tidak perlu di tengah-tengah batas gradasi tersebut dan tidak memotong zona terbatas). Universitas Sumatera UtaraDari kombinasi beberapa fraksi agregat, maka akan hanya ditemukan satu gradasi agregat yang optimum, yang mendekati gradasi yang diinginkan. Bila ditemui kesulitan mendapatkan gradasi yang diinginkan maka dapat dipilih gradasi lain yang khusus atau sesuai dengan keadaan gradasi agregat setempat, asalkan dapat memnuhi kriteria sifat campuran yang diisyaratkan. 2.4.3. Penggabungan Gradasi Agregat Dengan Cara Grafis a) Cara grafis dengan kotak bujur sangkar 1) 2 fraksi agregat Tahapan penggabungan gradasi agregat dengan cara grafis bujur sangkar untuk 2 fraksi agregat adalah sebagai berikut: − Buat kotak grafik dengan panjang sisi yang sama (lihat gambar 10) − Tandai kedua garis vertikal menjadi 10 angka dengan perbedaan 10, masing-masing dimulai dai 0 sampai 100 dan mulai dari bawah sampai ke atas. Bagian kiri persen lolos saringan agregat B dan bagian kanan untuk agregat A. Tandai kedua garis mendatar menjadi 10 angka dengan perbedaa 10. Garis bawah dimulai dari 0 sampai dengan 100 dan mulai dari kiri ke kanan, selanjutnya digunakan untuk mendapatkan persentase agregat A. Garis atas adalah sebaliknya dari garis bawah dan digunakan untuk mendapatkan persentase agregat B. − Plotkan masing-masing ukuran gradasi agregat A berupa titik-titik vertikal bagian kanan dan agregat B pada garis vertikal bagian kiri. − Hubungkan titik-titik yang mempunyai hubungan sama, dengan membuat garis furus diantara kedua titik tersebut, kemudian beri tanda sesuai dengan ukuran saringannya di atas garis tersebut. Universitas Sumatera Utara− Tandai batas gradasi masing-masing ukuran pada garis-garis tersebut kemudian tebalkan. − Proporsi agregat A dan agregat B dapat diwakili oleh kedua garis vertikal yang menghubungkan garis tebal untuk semua ukuran agregat. Dari kedua garis tersebut dapat diketahui proporsi agregat A antara 50% dan 70% atau tengah-tengahnya 60%. Sedang agregat B antara 50% dan 30% atau tengahtengahnya 40%. Dari garis ini pula dapat dilihat ukuran 15 mikron dan 9,5 mm sangat menentukan rentang kombinasi agregat yang diperoleh. − Ambil proporsi agregat A dan B yang masih dalam rentang di atas, kemudian digambarkan. Jika masih memotong zona terbatas, atau diinginkan tekstur kasar atau halus maka proporsi tersebut dapat diubah dengan cara coba-coba. Gambar 11. Proporsi Dua Fraksi Agregat Secara Grafis 2) 3 fraksi agregat Tahapan penggabungan gradasi agregat dengan cara grafis dengan kotak bujur sangkar untuk 3 fraksi agregat adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara− Buat kotak dengan dengan panjang sisi dan skala yang sama (lihat Gambar 11 di bawah), − Tandai kedua garis vertikal menjadi 10 angka dengan perbedaan 10, masing-masing dimulai dari 0 sampai 100 dan dimulai dari bawah ke atas. Selanjutnya akan digunakan untuk mencantumkan fraksi yang lolos saringan 75 mikron, − Tandai kedua garis mendatar menjadi 10 bagian dengan perbedaan 10. Garis bawah dimulai dari 0 sampai dengan 100 dan dimulai dari kiri ke kanan, selanjutnya digunakan untuk mencantumkan bahan yang tertahan di atas saringan 2,36 mm, − Plotkan masing-masing ukuran gradasi agregat dengan menggunakan ukuran-ukuran agregat di atas, − Titik A sebagai agregat kasar tertahan di atas saringan 2,36 mm sebesar 100 - 10% = 90%. Plotkan titik A pada garis bawah. Koordinat titik A (90 ; 0), − Titik B sebagai agregat halus yang lolos saringan 2,36 mm sebanyak 82% atau tertahan saringan 2,36 mm sebesar 100 – 52 = 18% dan lolos saringna 75 mikron sebesar 9,2%. Plotkan titik B. Koordinat titik B adalah (18 ; 9,2), − Titik C sebagai agregat halus 2 atau bahan pengisi yang lolos saringan 75 mikron sebesar 82% plotkan pada garis kiri. Koordiant titik C adalah pada (0 ; 82), Universitas Sumatera UtaraGambar 12. Proporsi Tiga Fraksi Agregat Secara Grafis − Titik S sebagaititik yang mewakili tengah-tengah titik kontrol gradasi dengan ukuran tertahan saringan 2,36 mm dan lolos saringan 75 mikron sebesar 100 – 43% = 57% dan lolos saringan 75 mikron sebesar 6%. Koordinat titik S adalah S(57 ; 6), − Tarik garis antara titik A dan S kemudian garis antara titik B dan C. Garis AS diperpanjang sehingga memotong garis BC pada titik W. Ukur koordiant B’. Koordiant titik B’ adalah (17 ; 13,2), − Ukur panjang masing-masing segmen garis dengan menggunakan persentase antara titik terminal, − Hitung persentase agregat yang diperlukan untuk campuran dengan persamaan : a = panjang SB’ = 57-17 panjang AB’ 90-17 = 0,55 = 55% Universitas Sumatera Utarac = (1-a) x panjang BB’ = (1-0,55) x (13-9,2) panjang AB’ 82-9,2 = 0,02 = 2% b = 1 – a – c = 1 – 0,55 – 0,02 = 0,43 = 43% − Plotkan gradasi gabungan dengan perbandingan di atas pada, jika masih memotong zona terbatas maka lakukan perubahan dengan cara coba-coba. b) Cara grafis dengan diagonal 1) 2 fraksi agregat Tahapan penggabungan gradasi agregat cara grafis diagonal untuk 2 fraksi agregat adalah sebagai berikut; − Buat kotak grafis dengan perbandingan panjang dan lebar 2 : 1, seperti diperlihatkan pada Gambar 12, Gambar 13. Contoh Penggabungan Dua Fraksi Agregat (Cara Diagonal) − Bagi sumbu vertikal menjadi 100 bagian dengan renggang 10 bagian, dari 0 sampai 100 dalam satuan persen. Tandai sumbu vertikal sebagai persen lolos saringa n. − Tarik garis diagonal antara titik 0 sebelah bawah kiri ke sudut kanan atas. Universitas Sumatera Utara− Plotkan titik-titik yang menunjukkan tengah titik kontrol gradasi yang diisyaratkan sesuai dengan persen lolos masing-masing bahan. Misalnya ukuran 2,36 mm pada (28 + 58)/2 = 43,5 − Tarik garis dari titik yang ditandai di atas, tegak lurus terhadap sumbu horisontal. − Cantumkan masing-masing ukuran butir di bawah ujung garis vertiakl pada perpotongannya dengan batas horisontal kotak bagian bawah − Plotkan gradasi agregat fraksi A dan B masing-masing sesuai dengan persentase lolos dan hubungkan titik tersebut. − Tarik garis s yang memotong garis fraksi A dan B sama panjang pada bagian atas dan bawah dari kotak (x1 = x2). − Beri tanda perpotongan garis s dengan diagonal sebagai titik R. − Proporsi agregat A dan B ditentukan jarak dari R ke bagian atas dan ke bagian bawah (y1 dan y2), dimana y1 = 56% agregat A dan y2 = 44% agregat B. − Periksalah apakah proporsi agregat yang diperiksa tersebut sudah benar atau tidak dengan cara perhitungan dan persyaratan. Jika hasil yang diperoleh menunjukkan proporsi tersebut memotong zona terbatas maka lakukan perubahan dengan cara coba-coba. 2) 3 fraksi agregat Tahapan penggabungan gradasi agregat secara grafis dengan diagonal untuk 3 fraksi agregat adalah sebagai berikut: − Buat kotak grafik dengan perbandingan 2 : 1, seperti diperlihatkan pada gambar 13. Universitas Sumatera UtaraGambar 14. Contoh Penggabungan Tiga Fraksi Agregat (Cara Diagonal) − Bagi sumbu vertikal menjadi 100 bagian, dari 0 sampai 100 dalam suatu persen. Tandai sumbu vertikal sebagai persen lolos saringan. − Tarik garis diagonal antara titik 0 sebelah bawah kiri ke sudut kanan atas. − Plotkan titik-titik yang menunjukkan titik tengah kontrol gradasiyang dsyaratkan sesuai dengan persen lolos masing-masing bahan. − Tarik garis dari titik-titik di atas tegak lurus sejajar garis tepi. − Cantumkan masing-masing ukuran butir di bawah ujung garis vertikal pada perpotongannyadengan batas horisontal kotak bagian bawah. − Plotkan gradasi agregat fraksi A,B dan C masing-masing sesuai dengan persentase lolos dan hubugkan titik-titik tersebut. − Tarik garis s yang memotong fraksi A dan B sama panjang pada bagian atas dan bawah dari kotak (x1 =x2). − Beri tanda perpotongan garis s dengan diagonal sebagai titik R. − Ulangi penarikan garis sehingga jarak antara perpotongan garis dengan fraksi gradasi A (y1) sama panjang dengan jumlah jarak yang memotong Universitas Sumatera Utarafraksi gradasi B dan fraksi gradasi C, sehingga y1 = y2 + y3 ;karena y3 = 0 maka y1 = y2. Tandai titik perpotongan antara garis diagonal dengan garis ABC ke titik S. − Tarik garis horisontal dari titik R dan S masing-masing ke sebelah kiri sehingga memotong tepi kotak di R’ da S’. − Proporsi fraksi agregat A dan B dapat ditentukan dengan melihat bagian atas, diperoleh proporsi fraksi agregat A = 50 %, bagian tengah sebagai proporsi fraksi agregat B = 43% dan bagian bawah sebagai proporsi fraksi agregat C = 7%. − Periksa apakah proporsi yang diperoleh tersebut sudah benar atau tidak dengancara perhitungan dan persyaratan. Jika tidak, proporsi diubah kembali dengan cara coba-coba. 3) Lebih dari 3 fraksi agregat Untuk penggabungan lebih dari 3 fraksi agregat akan lebih mudah menggunakan spreadsheet dimana masing-masing gradasi fraksi agregat dievaluasi terlebih dahulu denagn cara menggambarkan pada grafik pembagian butir, yang dilanjutkan dengan cara seperti pada 2). 2.4.4. Penggabungan Gradasi Agregat Dengan Cara Coba-Coba (Taksiran) Pencampuran dilakukan dengan proses trial and error (coba-coba). Tahapan penggabungan (Blending) agregat dengan cara Coba-coba (Taksiran) adalah sebagai berikut : − Langkah pertama dari prosedur adalah meneliti data. Maksudnya adalah kita memerlukan analisa gradasi untuk setiap material yang akan diblending. Juga batas gradasi dari spesifikasi yang harus dilihat dari bahan acuan yang ada. Spesifikasi Universitas Sumatera Utarauntuk gradasi selalu memberikan batas atas dan bawah dari persyaratan. Blending dari job mix harus masuk dalam kotak batas antara batas atas dan batas bawah. − Langkah kedua adalah memilih nilai target untuk kombinasi agregat. Awal percobaan nilai target yang diambil dapat batas tengah dari spesifikasi yang diberikan. Pada kenyataannya kita dapat memakai nilai lain bardasarkan pengalaman, jenis agregat dan problem yang ada. − Langkah ketiga adalah membuat ‘taksiran logis’ untuk proporsi setiap agregat dalam campuran. Sebagai contoh jika dua agregat dicampur kita bisa menaksir Agregat 1 sebanyak 30 % dan Agregat 2 sebanyak 70 %. Kombinasi agregat adalah hasil campuran dengan proporsi tersebut. − Langkah keempat adalah menhitung gradasi yang menhasilkan material dengan proporsi sesuai taksiran logis di atas. − Langkah terakhir adalah membandingkan hasil dari perhitungan dengan nilai target. Jika nilai perhitungan blending mendekati nilai target berarti kita selesai memecahkan persoalan blending. Kita akan tahu berapa proporsi masing-masing material. Tapi bila hasilnya tidak mendekati atau malah keluar dari nilai target, maka kita harus mengulang taksiran logis lainnya. Seyogyanya taksiran logis kedua harus mendekati target karena kita akan tahu dimana sebaiknya taksiran kedua dibuat, berdasarkan hasil taksiran pertama. Mungkin taksiran akan dilakukan berkali-kali sampai betul-betul nilai target didekati se-dekat-dekatnya (diperoleh combine/blending aggregat yang paling baik). Cara Coba-coba (Taksiran) ini dapat dilakukan juga untuk kombinasi 3 agregat, hanya proses menjadi agak panjang (identik dengan cara penggabungan dua agregat di atas). Universitas Sumatera Utara2.5. SIFAT CAMPURAN Bilamana agregat dicampurkan dengan aspal, ada beberapa kondisi umum yang akan terjadi, yaitu permukaan agregat akan diselimuti aspal diikuti dengan pori-pori agregat. Demikian pula dengan rongga diantara butiran agregat akan terisi aspal. Namun baik pori-pori agregat maupun rongga diantara agregat, tidak selalu teriasi penuh oleh aspal, ada bagian tersisa yang pasti terisi oleh udara. Adalah logis makin banyak kadar aspal makin banyak ruang dan pori yang terisi oleh aspal. Campuran yang baik harus memnuhi 4 (empat) syarat utama (3) ,yaitu : a) Stabilitas tinggi, b) Durabilitas lama, c) Fleksibilitas cukup, d) Tahan terhadap skid resistance 2.5.1. Stabilitas Stabilitas yaitu bagaimana perkerasan mampu memikul beban lalu lintas, tanpa perubahan deformasi yang berarti.Inti dari stabilitas adalah tahanan terhadap geser atau kekuatan saling mengunci (interlocking), yang dimiliki bahan agregat dan lekatan yang disumbangkan oleh aspal. Stabilitas akan terjaga tetap tinggi bilamana agregat terkunci satu sama lain dengan baik. Ini harus terkondisikan oleh tersedianya banyak bidang pecah, kekasaran, gradasi dan syarat-syarat lainnya. Stabilitas dijaga jangan terlalu tinggi karena akan menyebabkan perkerasan akan menjadi kaku dan mudah retak akibat beban lalu lintas. Demikian juga jangan terlalu rendah karena deformasi akan dengan mudahnya terjadi. Stabilitas agar disesuaikan dengan beban lalu lintas dan repetisi yang dilakukan oleh kendaraan (3) . Universitas Sumatera Utara2.5.2. Durabilitas (Keawetan) Durabilitas adalah tolak ukur ketahanan perkerasan terhadap desintegrasi akibat beban lalu lintas. Tinjauannya menjadi luas, karena bisa berarti bahwa perkerasan harus bertahan selama umur rencana. Ini artinya dengan adanya rentang waktu sekian lama, akan terjadi perubahan lingkungan anatar lain cuaca, kadar air, degradasi bahan ataupun beban yang semakin bertambah. Dengan demikian, agar perkerasan dapat berumur lama, maka desain campuran harus mendapatkan kadar aspal yang cukup untuk melindungi seluruh partikel agregat dan juga dapat mengisi rongga butir secukupnya sesuai desain. Agregat dilindungi juga terhadap masuknya air pori tanah atau akibat intrusi dari permukaan, yaitu dengan mengisi rongga dengan aspal secukupnya. Aspal tidak boleh kebanyakan, karena dengan tebalnya film aspal berakibat seolah-olah agregat mengapung di dalam aspal, sehingga tahanan geser tidak mungkin terjadi lagi atau terjadi bleeding (3) . 2.5.3. Fleksibilitas (Kelenturan) Fleksibilitas perkerasan adalah berupa kemampuan bahan untuk mengikuti deformasi permukaan dan turunannya ke bawah, tanpa terjadi keretakan akibat perubahan volume. Untuk mendapatkan fleksibilitas yang tinggi, dapat dilakukan dengan cara menggunakan campuran agregat open graded, atau bergradasi senjang. Dari sisi penggunaan aspal, penggunaan aspal yang lunak berarti yang mempunyai angka penetrasi tinggi atau penggunaan kadar aspal yang lebih tinggi, tapi masih dalam batas, sehingga tidak terjadi bleeding. Tetapi penggunaan material open graded, bertolak belakang dengan kekuatan yang memerlukan angka kepadatan yang tinggi, sehingga diperlukan kehati-hatian dalam memilih desain campuran (3) . Universitas Sumatera Utara2.5.4. Skid Resistance (Kekesatan Terhadap Slip) Dua faktor yang paling banyak mengakibatkan slip adalah perkerasan yang sudah mengalami bleeding dan akibat agregat sendiri.Dalam hal ini, bleeding menyebabkan jalan menjadi licin, dan faktor kedua adalah baik agregat halus maupun kasar pada dasarnya memiliki kecenderungan mempunyai sifat tidak terlalu tahan terhadap pemolesan permukaan akibat melajunya kecepatan kendaraan. Apalagi bila ada bagian agregat yang muncul ke permukaan jalan, misalnya akibat terkelupasnya lapis permukaan, atau bisa saja akibat ukuran agregat maksimum terlampaui. Kekesatan dapat dipertinggi dengan menggunakan kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi bleeding, menggunakan agregat dengan permukaan kasar, menggunakan agregat dengan bentuk kubus atau komposisi persentase agregat kasar yang cukup (3) . 2.6. PENGARUH AGREGAT TERHADAP CAMPURAN 2.6.1. Pengaruh Agregat Kasar Fungsi agregat kasar pada suatu campuran beraspal adalah untuk menghasilkan stabilitas dengan adanya saling mengunci (interlocking) antar partikel agregat dan tahanan gesek pada agregat, sehingga suatu campuran beraspal yang mempunyai agregat kasar yang lebih banyak, perkerasannya lebih stabil dibandingkan dengan campuran yang mempunyai agregat kasar lebih sedikit. 2.6.2. Pengaruh Agregat Halus Fraksi agregat halus mempunyai pengaruh yang menentukan pada campuran aspal beton. Pengaruh ini dapat terlihat pada BS-594-1973, metode perencanaan laboratorium dimana dalam menentukan kadar bitumen optimum pengujian hanya dilakukan terhadap mortar. Universitas Sumatera UtaraSalah satu fungsi agregat halus adalah untuk mengisi rongga udara yang terdapat pada campuran, dengan kata lain akan mengurangi rongga udara campuran. 2.6.3. Pengaruh Filler Fungsi filler pada campuran terutama adalah untuk mengatur gradasi agregat halus, sehingga kerapatannya bertambah dan jumlah bitumen yang dibutuhkan untuk mengisi rongga udara berkurang. 2.7. METODE PENGUJIAN CAMPURAN Telah dijelaskan di atas bahwa sifat-sifat campuran beraspal panas yang paling menentukan adalah stabilitas, durabilitas, fleksibilitas, dan skid resistance.Dalam pembahasan penelitian ini terutama dikhususkan pada sifat stabilitas campurannya saja. Pada penelitian tugas akhir ini, penulis menggunakan metode Marshall.Setelah gradasi agregat ditentukan, selanjutnya adalah pembuatan contoh benda uji dan pengujian di laboratorium. Untuk lebih jelasnya,mengenai proses pembuatan contoh benda uji, peralatan serta prosedur pengujiannya secara rinci akan dibahas pada BAB III, METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pengujian rencana campuran aspal panas dikenal beberapa metode yang sering dipakai, yaitu : 2.7.1. Imersion Compression Test Pengujian ini dipakai untuk mengukur pengiisi dari bahan bitumen pada campuran kering atau basah. Hasil pengujian akan memprlihatkan pengaruh air terhadap harga stabilitas aspal panas, denga membandingkan harga stabilitas sampel yang direndam dengan yang tidak direndam. Universitas Sumatera UtaraPengujian ini dilakukan terhadap sekurang-kurangnya dua sampel pekerjaan, yang dipadatkan pada cetakan dengan diameter 10,2 cm dengan tinggi 10,2 cm dan dengan beban 17000 kg. setelah ditimbang beratnya, satu sampel direndam dalam air selama empat hari, dan yang lain dibiarkan di udara dalam waktu yang sama. Setelah empat hari kedua sampel diuji dengan menggunakan unconfined compression. Harga yang didapat merupakan harga stabilitas campuran dalam keadaan kering dan basah. Ratio stabilitas dinyatakan sebagai stabilitas basah dibagi stabilitas kering (8) . 2.7.2. Hubbard Field Test Merupakan salah satu metode pengujian stabilitas campuran aspal panas yang cukup luas dipakai.Metode ini telah distandarisasi oleh ASTM. Pertama skali metode ini digunakan untuk campuran aspal panas dengan agregat halus (sand sheet), tetapi belakangan ini dipakai juga untuk campuran aspal panas yang mengandung agregat kasar sampai ukuran ¾”. Pada metode ini, pengujian dilakukan terhadap sampel percobaan dengan diameter 15 cm dan tinggi 7,5 cm. sampel percobaan kemudian diuji dengan menggunakan static compression load dengan beban sebesar 10000 lb. Beban maksimum yang diperoleh saat sampel hancur dinyatakan sebagai harga stabilitas (8) . 2.7.3. Triaxial Compression Test Pengujian ini mungkin yang paling menarik dibanding dengan pengujianpengujian yang lain dari sudut penelitian. Pada pengujian ini diukur kohesi dan gaya gesek dalam arti campuran perkerasan aspal (8) . Universitas Sumatera Utara2.7.4. Stabilometer (Hveem, Stability Test) Metode stabilometer ini digunakan untuk merencanakan campuran aspal yang dipakai oleh California Division of Highway dan sering juga disebut metode perencanaan Hveem. Pengujian ini digunakan untuk mengukur stabilitas, density dan kandungan pori untuk mendapatkan persentase aspal dari suatu sampel percobaan. Keistimewaan pengujian ini adalah menguji sampel percobaan dengan empat jenis pengujian yang berbeda (8) , yaitu : 1) Swell Test 2) Stabilometer Test 3) Bulk Density Determination Test 4) Cohesiometer 2.7.5. Marshall Test Pengujian Marshall merupakan pengujian yang paling banyak dan paling umum dipakai saat ini. Hal ini disebabkan karena alatnya sederhana dan cukup praktis untuk dimobilisasi. Pengujian Marshall bertujuan untuk mengukur daya tahan (stabilitas) campuran agregat dan aspal terhadap kelelehan plastis (flow). Flow didefenisikan sebagai perubahan deformasi atau regangan suatu campuran mulai dari tanpa beban, sampai beban maksimum dan dinyatakan dalam milimeter atau 0.01”. 2.8. PARAMETER PENGUJIAN MARSHALL Beton aspal dibentuk dari agregat, aspal dan atau tanpa bahan tambahan yang dicampur secara merata atau homogeny pada suhu tertentu.Campuran kemudian dihamparkan dan dipadatkan, sehingga terbentuk beton aspal padat. Universitas Sumatera UtaraSifat-sifat campuran beton aspal dapat dilihat dari parameter-parameter pengujian marshall antara lain : 2.8.1. Kepadatan (Marshall Density) Pada kadar aspal yang sama, maka usaha pemadatan yang lebih tinggi akan mengakibatkan rongga udara (VIM) dan rongga diantara mineral agregat (VMA) berkurang. Usaha pemadatan yang direncanakan di laboratorium harus dipilih yang menggambarkan keadaan lalu lintas yang di lapangan. Karena jika pemadatan yang dilakukan di laboratorium tidak sesuai (kondisi lalu lintas ringan), sementara kondisi sebenarnya di lapangan adalah untuk lalu lintas berat, maka akibat pemadatan lalu lintas kadar aspal akan menjadi lebih tinggi sehingga mengakibatkan perkerasan mengalami alur plastis. Sebaliknya, jika pemadatan di laboratorium adalah untuk lalu lintas berat sementara kondisi sebenarnya di lapangan adalah lalu lintas cenderung rendah, maka rongga udara akhir akan lebih tinggi sehingga air dan udara mudah masuk, akibatnya campuran akan cepat mengeras, rapuh dan mudah terjadi retak serta adesivitas aspal berkurang yang dapat mengakibatkan pelepasan butir dan pengelupasan. 2.8.2. Stabilitas Marshall Stabilitas Marshall Adalah beban maksimum yang dibutuhkan untuk menghasilkan kegagalan tekan ketika diuji dengan menggunakan prosedur Marshall. 2.8.3. Kelelehan (Flow) Kelelehan (Flow) merupakan total deformasi yang dinyatakan dalam millimeter (mm) yang terjadi pada sampel padat dari campuran perkerasan hingga mencapai titik beban maksimum pada saat pengujian stabilitas Marshall. Universitas Sumatera Utara2.8.4. Hasil Bagi Marshall (Marshall Quotient) Sebagai harga atau indeks kemampuan pemadatan campuran aspal. Marshall Quotient adalah sebagai karakteristik harga modulus daya tekan atau kekakuan. Harga yang rendah dari Marshall Quotient berarti campuran akan lembek dan kurang cukup stabilitasnya dengan suatu resiko yang mungkin dari retak permukaan dan pergerakan horizontal pada arah perjalanan (8) . Marshall Quotient = 2.8.5. Rongga Terisi Aspal (VFA atau VFB) VFA adalah bagian dari rongga yang berada diantara mineral agregat (VMA) yang terisi oleh aspal efektif, dinyatakan dalam persen. Kriteria VFA bertujuan untuk menjaga keawetan campuran beraspal dengan memberi batasan yang cukup. Pada gradasi yang sama semakin tinggi nilai VFA maka makin banyak kadar aspal campuran tersebut. Sehingga kriteria VFA dapat menggantikan kriteria kadar aspal dan tebal lapisan film aspal (asphalt film thicknes). VFA,VMA dan VIM saling berhubungan karena itu bila dua diantaranya diketahui maka dapat mengevaluasi yang lainnya. Kriteria VFB dapat membantu perencanaan campuran dengan memberikan VFA yang dapat diterima. Rongga udara terisi aspal, VFA, merupakan persentase rongga antar agregat partikel (VMA) yang terisi aspal. VFA, tidak termasuk aspal yang terserap agregat, dihitung dengan persamaan sebagai berikut : VFA = Dengan pengertian : VFA = Rongga terisi aspal, persen dari VMA. VMA = Rongga dalam agregat mineral (persen volume curah). Universitas Sumatera UtaraPa = Rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume. Kriteria VFA menyediakan tambahan faktor keamanan dalam merencanakan dan melaksanakan campuran beraspal panas. Karena perubahan dapat terjadi antara tahap perencanaan dan pelaksanaan, maka kesalahan-kesalahan dapat ditampung dengan memperlebar rentang yang dapat diterima. 2.8.6. Rongga Antar Agregat (VMA) Rongga diantara mineral agregat (VMA) adalah volume rongga yang terdapat diantara partikel agregat suatu campuran beraspal yang telah dipadatkan, yaitu rongga udara (VIM) dan kadar aspal efektif, yang dinyatakan dalam persen terhadap volume total benda uji. VMA dihitung berdasarkan Berat Jenis agregat curah (Bulk) dan dinyatakan dalam persentase dari volume curah campuran padat. Batas minimum VMA tergantung pada ukuran maksimum agregat yang digunakan. Hubungan antara kadar aspal dengan VMA pada umumnya membentuk cekungan dengan satu nilai minimum, kemudian naik lagi dengan naiknya kadar aspal. Jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat dari campuran total, maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut : VMA = 100 - ( ) Dengan pengertian : VMA = Rongga dalam agregat mineral (persen volume curah) Gsb = Berat jenis curah agregat Ps = Agregat, persen berat total campuran Gmb = Berat jenis curah campuran padat (ASTM D 2726) Atau, jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat agregat, maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut : Universitas Sumatera UtaraVMA = 100 - x 100 Dengan pengertian : Pb = Aspal, persen berat agregat Gmb = Berat jenis curah campuran padat Gsb = Berat jenis curah agregat 2.8.7. Rongga Udara (VIM) VIM adalah volume total udara yang berada diantara partikel agregat yang terselimuti aspal dalam suatu campuran yang telah dipadatkan, dinyatakan dalam persen volume bulk suatu campuran. Rongga udara dihitung dengan persamaan sebagai berikut : VIM = 100 x Dengan pengertian : VIM = Rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume. Gmm = Berat jenis maksimum campuran. Gmb = Berat jenis curah campuran padat. Tujuan dari perencanaan VIM adalah untuk membatasi penyesuaian kadar aspal rencana pada kondisi VIM mencapai tengah-tengah rentang spesifikasi, atau dalam hal khusus agar mendekati batas terendah rentang yang disyaratkan serta agar campuran mendekati kesesuain dengan hasil uji di laboratorium. Universitas Sumatera Utara

Sunday, November 20, 2011

bekisting, tulangan dan beton

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN A. Acuan dan Perancah 1. Pengertian Acuan dan Perancah Acuan beton adalah suatu struktur yang berfungsi sementara yang digunakan untuk memikul beton segar yang akan dicetak sesuai dengan kebutuhan sampai beton tersebut dapat memikul beratnya sendiri beserta beban di atasnya tanpa suatu keraguan. Dalam hal ini yang dimaksud acuan adalah tempat atau wadah yang berhubungan langsung dengan bentuk beton itu sendiri. Perancah adalah struktur penunjang untuk keberhasilan pekerjaan acuan atau sebagai struktur vertikal yang berfungsi sebagai penyangga yang bertugas meneruskan seluruh gaya-gaya dan beban dari atas ke bawah (T. Akhmad, 1996: 1). 2 Sasaran dari Acuan dan Perancah Oleh karena pekerjaan acuan dan perancah ini sangat penting dalam keberhasilan pekerjaan beton, maka harus dipenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Baik Kualitasnya Dirancang dan dibangun secara cermat sedemikian rupa, sehingga posisi, ukuran, dan bentuk jadinya dari beton yang dicetak sesuai dengan yang dirancang. Dalam pelaksanaan sering terjadi pengabaian akan adanya lubang-lubang dan kotoran bekas gergajian pada acuan, yang nantinya dapat berakibat mutu beton/kualitas beton tidak sesuai yang diharapkan. b. Keamanan Terjamin Dibangun dengan kokoh, kaku, dan kuat sehingga mampu menopang seluruh beban mati dan beban hidup tanpa terjadi deformasi yang berarti atau deformasi yang melebihi dari yang diizinkan sehingga membahayakan bagi pekerja dan struktur betonnya sendiri. c. Ekonomis Dibangun secara efisien, hemat waktu, dan hemat biaya sehingga menguntungkan bagi pelaksana. Dalam usaha-usaha optimasi pembiayaan, cara penghematan tidak dapat dilakukan dengan cara yang sembarangan saja tanpa dilandasi dengan pengertian sasarannya. Seringkali usaha penghematan pekerjaan acuan dilaksanakan tanpa didasarkan pada status program karena dianggap bahwa pekerjaan acuan beton hanya pekerjaan pelengkap yang bersifat sementara. Dalam mengoptimasikan pembiayaan, melibatkan beberapa faktor biaya meliputi: 1) harga bahan/material acuan; 2) upah kerja untuk pembuatan, pemasangan, dan pembongkaran acuan; 3) biaya peralatan yang digunakan; 4) kemungkinan penggunaan ulang dari acuan tersebut; 5) biaya perbaikan beton yang harus dilakukan dikarenakan penggunaan acuan tertentu. Mengingat akan hal-hal tersebut di atas, mungkin sudah saatnya untuk mempertimbangkan pemakaian alternatif bahan selain kayu yang pada saat ini semakin langka. Tentu saja pertimbangan tersebut harus didasarkan pada analisis ekonomi yang mendasar (T. Akhmad, 1996: 1). d. Permukaan Rata dan Rapi Permukaan bagian dalam pada cetakan harus rata agar setelah beton mengeras permukaan beton tersebut tampak rapi dan rata (T. Akhmad, 1996: 3). Pekerjaan bekisting hendaknya dilaksanakan secara cermat sehingga ukuran, elevasi, as, bentuk, maupun hasil akhirnya sesuai dengan yang diinginkan. Penyetelan memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan tempat kedudukan struktur beton, penyimpangan-penyimpangan dalam penyetelan merupakan penyimpangan kedudukan struktur (S. Trimanta, 1996: 12). Pada umumnya, pekerjaan bekisting umumnya dinilai apakah baik atau tidak tercermin setelah dibongkar, sebab setelah dibongkar akan kelihatan hasil akhir dari bentuk dan keadaan permukaan beton yang telah dicetak. Permukaan cetakan yang kasar dan sambungan yang tidak rapat kemungkinan akan menghasilkan permukaan beton yang kasar pula (S. Trimanta, 1996: 12). 3. Fungsi Acuan dan Perancah Sesuai dengan sifat pekerjaannya, bekisting merupakan pekerjaan sementara, maka pekerjaan bekisting harus dibuat sesederhana mungkin, artinya pekerjaan bekisting dapat dengan mudah dibongkar tanpa menimbulkan kerusakan pada beton itu sendiri atau risiko kerusakan ditekan menjadi sekecil mungkin dimana nantinya dapat menimbulkan kerusakan awal. Di samping itu, setelah bekisting dilepas diharapkan menghasilkan ukuran dan bentuk serta elevasi yang diinginkan (S. Trimanta, 1996: 2). Walaupun bekisting merupakan sebuah konstruksi sementara, namun mempunyai fungsi : a. memberikan bentuk pada konstruksi beton; b. untuk mendapatkan permukaan struktur yang diharapkan; c. menopang beton sebelum sampai dengan konstruksi cukup keras dan mampu memikul berat sendiri maupun beban luar; d. mencegah hilangnya air semen (air pencampur) pada saat pengecoran; e. sebagai isolasi panas pada beton. (S. Trimanta, 1996: 2). 4. Bahan-Bahan Acuan dan Perancah a. Kayu Pada umumnya, bahan kayu selalu digunakan pada pekerjaan bekisting baik dalam jumlah besar maupun hanya sebagian kecil. Ini juga tidak terbatas pada bekisting sederhana, tetapi juga pada bekisting yang modern (S. Trimanta, 1996: 18). Penggunaan bahan kayu sebagai bekisting mempunyai keuntungan dan kerugian. Keuntungannya adalah: 1) mempunyai kekuatan yang cukup besar dengan volume dan berat sendiri yang relatif kecil; 2) harga relatif murah dan mudah didapat di pasaran; 3) mudah dikerjakan dengan sistem sambungan serta alat sambung yang sederhana; 4) sebagai isolasi panas yang baik; 5) dapat menerima gaya tumbukan dan getaran-getaran serta dapat dikerjakan dengan teknologi yang sederhana. Kerugiannya adalah: 1) mempunyai sifat yang tidak sama dalam segala arah (anisotrop); 2) mempunyai penyebaran serat yang tidak merata; 3) mempunyai sifat mengembang dan menyusut yang cukup besar; 4) tidak tahan terhadap retak dan geseran; 5) presentase kerusakan terlalu besar jika digunakan berulang-ulang; 6) mempunyai ukuran yang terbatas banyak sambungan; 7) jika terendam air, maka kekuatan akan berkurang; 8) kadang-kadang karena pengaruh kayu akan memberikan warna kecoklat-coklatan pada permukaan beton (S. Trimanta, 1996: 18-19). b. Baja Dalam teknik bekisting, material baja digunakan dalam berbagai bentuk dan kualitas. Sudah lama kita mengenalnya dipakai dalam alat-alat penghubung, tetapi juga selaku material pembantu atau komponen pembantu pada bekisting tradisional hingga sepenuhnya selaku konstruksi penyangga dan konstruksi bekisting. Dibanding material lain yang biasa digunakan, hal-hal menguntungkan berikut ini dapat kita peroleh dari baja: 1) kekuatan yang tinggi; 2) kekuatan yang tinggi (modulus kekenyalannya besar); 3) susunannya homogen dan isotrop; 4) kekerasannya yang tinggi dan tahan terhadap keausan; 5) dapat diperoleh dalam berbagai bentuk, baja sangat sesuai bagi pembuatan sambungan-sambungan dan untuk digabung dengan material-material lain; 6) dapat diperoleh digabung dengan logam campuran, untuk memperbaiki sifat-sifat meterial tertentu; 7) tahan terhadap lingkungan dasar dari spesi beton, dengan suatu nilai PH antara 10-12; 8) apabila tidak lagi memenuhi tujuan yang diharapkan dari padanya, ia memiliki nilai sisa selaku besi tua. Dibawah ini menyusul beberapa hal yang tidak menguntungkan: 1) berat massa yang tinggi (sekitar 7850 kg/m3); 2) pembentukan karat; 3) hantaran termis yang besar; 4) pada umumnya pembuatan dan penyusunannya harus dilaksanakan dalam sebuah tempat kerja yang khusus disiapkan untuk itu (F. Wigbout Ing, 1992: 34) . c. Aluminium Karena adanya hal-hal tertentu dalam aluminium yang lebih menguntungkan dibanding dalam baja, material aluminium dapat lebih sesuai untuk bekisting. Antara lain hal-hal yang menguntungkan ini kita golongkan beratnya yang lebih ringan dan lebih sedikitnya pemeliharaan dibanding pada baja. Akan tetapi harganya yang lebih tinggi telah membuat penggunaannya pada obyek-obyek yang harus diberi sebuah bekisting yang ringan dan/atau pengulangannya dapat dimanfaatkan secara optimal (F. Wigbout Ing, 1992: 38-39). 5. Bahan-Bahan Pelepas Bekisting Bahan-bahan pelepas bekisting kita tempatkan menjelang pengecoran beton pada permukaan kontak dari bekisting. Tujuan utamanya adalah untuk menghindarkan melekatnya beton pada bekisting sehingga pelepasan bekisting dapat dilaksanakan dengan mudah. Selain mempermudah pelepasan, dari bahan pelepas hanya dapat kita harapkan sedikit perlindungan atau pengawetan terhadap bekisting (F. Wigbout Ing, 1992 :101). Bahan-bahan pelepas bekisting dapat kita bagi sebagai berikut: a. tipe 1: minyak-minyak mineral tanpa zat-zat aktif permukaan tepat untuk kerja beton yang tidak banyak dikenakan tuntunan-tuntunan. Minyak-minyak tersebut dapat meningkatkan pemunculan gelembung-gelembung udara, namun memberikan sebuah warna yang merata dengan hanya diganggu sedikit bentukan noda. b. tipe 2: minyak-minyak mineral dengan zat-zat aktif permukaan zat-zat aktif permukaan (emulgator atau wetting agents) dapat memperbaiki penyatuan bahan pelepasan pada bekisting dan akan terbentuk pada permukaan kontak dengan spesi beton sebuah selaput dari emulsi air-dalam-minyak yang dapat berpengaruh baik sehubungan dengan pengurangan gelembung-gelembung udara (F. Wigbout Ing, 1992: 101). c. tipe 3: emulsi air-dalam-minyak dalam emulsi-emulsi ini, minyak merupakan fase yang berlanjut dan minyak dipertahankan dalam keadaan terurai dengan bantuan sebuah emulgator (F. Wigbout Ing, 1992: 102). d. tipe 6: emulsi minyak-dalam-air pada emulsi-emulsi ini, air merupakan fase yang berlanjut dan minyak dipertahankan dalam keadaan terurai dengan bantuan sebuah emulgator. Emulsi-emulsi ini disiapkan di tempat dengan jalan menambahkan minyak pada air dan kemudian akan nampak mirip air susu. Emulsi-emulsi ini dapat mengurangi terjadinya gelembung-gelembung udara, namun oleh pembagian emulgator secara tidak merata dapat menimbulkan perbedaan warna (F. Wigbout Ing, 1992: 102). e. tipe 5: produk-produk lainnya, termasuk di dalamnya: 1) macam-macam lilin, pada umumnya terdiri dari parafin pilihan dalam suatu zat pelarut yang mudah menguap; 2) macam-macam cat dan lak yang berdasarkan minyak atau damar buatan, hanya kita gunakan untuk tujuan-tujuan khusus. (F. Wigbout Ing, 1992 :101-102). B. Tulangan 1. Macam/Tipe Baja Tulangan Penempatan rebar atau baja tulangan di dalam suatu penampang beton terutama untuk menahan gaya tarik yang bekerja pada penampang tersebut.. Ada dua jenis baja tulangan, yaitu tulangan polos (plain bar) dan tulangan ulir (deformed bar). Sebagian besar baja tulangan yang ada di Indonesia adalah produksi Krakatau Steel, yang umumnya berupa tulangan polos untuk baja lunak, dan tulangan ulir untuk baja keras (L. Wahyudi, 1997: 31-32). a. Tulangan Ulir (Deform) Berdasarkan SNI, digunakan simbol D untuk menyatakan diameter tulangan ulir. Sebagai contoh, D-10 dan D-19 menunjukkan tulangan ulir berdiameter 10 mm dan 19 mm. Tulangan ini tersedia mulai dari diameter 10 mm hingga 32 mm, meskipun ada juga yang lebih besar, tetapi umumnya diperoleh melalui pesanan khusus (L. Wahyudi, 1997: 33). Bedasarkan ketentuan SNI T-15-1991-03 pasal 3.5, baja tulangan ulir lebih diutamakan pemakaiannya untuk batang tulangan beton struktur. Salah satu tujuan dari ketentuan ini adalah agar struktur beton bertulang tersebut memiliki keandalan terhadap efek gempa, Karena antara lain terdapat lekatan yang lebih baik antara beton dengan tulangannya. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh baja tulangan ulir, antara lain: 1) mutu dan cara uji harus sesuai dengan SII-0136-86 atau ekivalen JIS G.3112; 2) baja tulangan ulir mempunyai kuat leleh lebih besar dari 400 KN/cm2 boleh dipakai asalkan fy adalah tegangan yang memberikan regangan 0,30 %; 3) baja tulangan beton yang dianyam harus memilih ASTM A184 Spesification for Fabricated Deform Steel Bar Mats for Concrete Reinforcement. Tabel II.1 Dimensi nominal tulangan ulir Diameter (mm) Berat (kg/m) Keliling (cm) Luas Penampang (cm2) 10 0,67 3,14 0,785 13 1,04 4,08 1,33 16 1,58 5,02 2,01 19 2,23 5,96 2,84 22 2,98 6,91 3,80 25 3,85 7,85 4,91 32 6,31 10,05 8,04 36 7,99 11,30 10,20 40 9,87 12,56 12,60 (L. Wahyudi, 1997: 33). b. Tulangan Polos Baja tulangan ini tersedia dalam beberapa macam diameter, tetapi karena ketentuan SNI hanya memperkenankan pemakaiannya untuk sengkang dan tulangan spiral, pemakiannya terbatas. Saat ini, tulangan polos yang mudah dijumpai adalah hingga berdiameter 16 mm, dengan panjang standar 12 meter. Tabel II.2 Dimensi efektif tulangan polos Diameter (mm) Berat (kg/m) Keliling (cm) Luas penmpang (cm2) 6 0,222 1,88 0,283 8 0,395 2,51 0,503 10 0,617 3,14 0,785 12 0,888 3,77 1,13 16 1,58 5,02 2,01 (L. Wahyudi, 1997: 32-33). Gambar II.1 Jenis-jenis baja tulangan 2. Pelindung Beton Untuk Tulangan Untuk melindungi tulangan terhadap bahaya kebakaran dan korosi di sebelah luar tulangan harus diberi tebal minimum beton penutup/selimut beton. Tebal selimut beton bervariasi tergantung pada tipe konstruksi dan kondisi lingkungan. Berdasarkan pasal 3.16.7 SNI, tebal selimut beton bertulang yang tidak langsung berhubungan dengan cuaca atau tanah adalah tidak boleh lebih kecil dari 20 mm untuk pelat, dinding, dan pelat berusuk yang menggunakan diameter tulangan lebih kecil dari D-36, serta 40 mm untuk balok dan kolom. Jika beton tersebut berhubungan langsung dengan tanah, tebal selimut minimum adalah 40-50 mm, tergantung dari diameter tulangannya, tetapi jika beton tersebut dicor langsung di tanah tanpa adanya lapisan dasar atau lantai kerja, tebal selimut beton minimum 70 mm (L. Wahyudi, 1997: 36). Pada umumnya, untuk mendapatkan jarak bersih 40 mm, sumbu tulangan utama dari balok harus ditempatkan pada jarak 70 hingga 75 mm dari serat atas atau bawah balok tersebut. Sedangkan pada pelat biasanya cukup dengan jarak 25 mm untuk mendapatkan tebal selimut minimum 20 mm (L. Wahyudi, 1997: 36). C. Beton 1. Pengertian Istilah beton merupakan istilah yang tidak asing lagi bagi setiap orang dimana digunakan untuk menyatakan campuran antara semen, air, pasir, dan kerikil yang mengeras menyerupai batu. Air dan semen membentuk pasta yang akan mengisi rongga-rongga di antara butir-butir pasir dan kerikil (L. Wahyudi, 1997: 20). Beton biasa mempunyai kekuatan tarik yang rendah dibandingkan dengan kekuatan tekannya, sehingga untuk pelaksanaan struktural biasanya dipasang tulangan tarik dari baja untuk menahan gaya tarik. Beton demikian disebut beton bertulang. Jenis beton lain disebut beton pra-tekan dimana terlebih dahulu diberi gaya tekan pada betonnya untuk mengimbangi gaya tarik yang bekerja kemudian (Teknologi Bahan 3, 1983: 5). 2. Klasifikasi beton Beton dapat disebut batu buatan yang terdiri dari agregat yang diikat menjadi satu oleh pasta semen, yaitu campuran semen dengan air yang setelah beberapa lama menjadi keras, jika perlu dipakai bahan pembantu. Bilamana butiran-butiran agregat tidak melebihi 4 mm, maka campuran itu disebut mortar. Selama beton masih dapat dikerjakan, beton itu dianggap masih segar. Beton yang baru saja dituangkan dan segera setelah itu dipadatkan dinamakan beton hijau, sedangkan bila dalam masa mencapai kekerasannya yaitu sampai 12 jam setelah selesai pengecoran, dinamakan beton muda. Setelah itu beton lambat laun menjadi keras dan akhirnya mencapai kekerasannya yang disyaratkan. Berdasarkan berat jenis, beton dibedakan menjadi: a. beton ringan; b. beton biasa atau beton saja; c. beton berat. Di bawah ini diberikan beberapa pembatasan mengenai jenis-jenis beton tersebut di atas: Tabel II.3 Pembagian beton berdasarkan berat jenis No. Jenis Beton Berat Jenis kg/dm atau t/m Beberapa Jenis Agregat Yang Digunakan 1. Beton ringan Sampai 2,0 - Batu tulis yang mengembang atau membengkak; - Lempung yang membengkak; - Terak pecah, batu apung. 2. Beton (biasa) 2,0-2,9 - Pasir, kerikil, terak dapur tinggi, serpih-serpih batu. 3. Beton berat Lebih besar dari 2,8 - Spar dari janis berat bijih besi, besi skra. (Teknologi Bahan 3, 1983: 6-7). 3. Kelas-Kelas Beton a. Beton Kelas I Beton kelas I adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan non-struktural. Untuk pelaksanaannya tidak diperlukan keahlian khusus. Pengawasan mutu hanya dibatasi pada pengawasan ringan terhadap mutu bahan-bahan, sedangkan terhadap kekuatan tekan tidak disyaratkan pemeriksaan. Mutu beton kelas I dinyatakan dengan Bo. b. Beton Kelas II Beton kelas II adalah beton untuk pekerjaan struktural secara umum. Pelaksanaannya memerlukan keahlian yang cukup dan harus dilakukan di bawah pimpinan tenaga-tenaga ahli. Beton kelas II dibagi dalam mutu-mutu standar: B1, K125, K175, dan K225. Pada mutu B1¬, pengawasan mutu hanya dibatasi pada pengawasan sedang terhadap mutu bahan-bahan, Sedangkan terhadap kekuatan tekan tidak disyaratkan pemeriksaan. Pada mutu K125, K175, dan K225 pengawasan mutu terdiri dari pengawsan yang ketat terhadap mutu bahan-bahan dengan keharusan untuk memeriksa kekuatan tekan beton secara continue. c. Beton Kelas III Beton kelas III adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan struktural dimana dipakai mutu beton dengan kekuatan tekan karakteristik yang lebih tinggi dari 225 kg/cm2. Pelaksanaannya memerlukan keahlian khusus dan harus dilakukan di bawah pimpinan tenaga-tenaga ahli. Disyaratkan adanya laboratorium beton dengan peralatan yang lengkap yang dilayani oleh tenaga-tenaga ahli yang dapat melakukan pengawasan mutu beton secara continue. Mutu beton kelas III dinyatakan dengan huruf K dengan angka di belakangnya yang menyatakan karakteristik beton yang bersangkutan (Teknologi Bahan 3, 1983: 8). Sesuai dengan tingkat mutu beton yang hendak dicapai, perbandingan campuran bahan susun harus ditentukan agar beton yang dihasilkan memberikan: 1) kelecakan dan konsistensi yang memungkinkan pengerjaan beton (penuangan, perataan, pemadatan) dengan mudah ke dalam acuan dan sekitar tulangan baja tanpa menimbulkan kemungkinan terjadinya segregasi atau pemisahan agregat dan bleeding air; 2) ketahanan terhadap kondisi lingkungan khusus (kedap air, korosif, dan lain-lain); 3) memenuhi uji kuat yang hendak dicapai (I. Dipohusodo, 1996: 6). 4. Sifat Pengerjaan Beton Sifat pengerjaan beton belum didefiinisikan secara tepat. Untuk tujuan-tujuan praktik, pengertiannya memudahkan kita dalam mengolah beton sejak masih berada dalam pengadukan beton sampai selesai dipadatkan. Tiga karakteristik utama dari sifat pengerjaan beton adalah: kekentalannya, kemudahan mengalirnya (bergeraknya), dan kemudahan dipadatkannya. Kekentalan atau konsistensi beton merupakan suatu ukuran untuk menunjukkan keadaan basah atau cairnya beton yang bersangkutan. Kemudahan bergerak atau mobilitas menyatakan mudah atau sukarnya campuran beton mengalir ke dalam acuan atau cetakan serta mengisinya sampai penuh. Kemudahan dipadatkan atau compactibility menunjukkan mudah atau sukarnya suatu campuran beton itu dipadatkan seluruhnya sehingga udara yang tersekap di dalamnya dapat dikeluarkan. Sehubungan dengan itu, maka sifat pengerjaan yang disyaratkan bagi suatu campuran beton tidak saja tergantung pada karakteristik dan perbandingan-perbandingan bahan-bahan campurannya, akan tetapi juga pada: a. cara-cara pengangkutan dan pemadatannya; b. ukuran, bentuk serta kekerasan permukaan acuan atau cetakan; c. jumlah serta jarak antara tulangan-tulangan (Teknologi Bahan 3, 1983: 13). 5. Pengecoran Beton Pengecoran beton dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan timbulnya segregasi dari agregat kasar terhadap mortar beton yang cenderung akan bertambah dengan bertambahnya nilai slump serta bertambah besarnya ukuran agregat kasar dalam suatu adonan beton (Teknologi Bahan 3, 1983: 154). Apabila ada kecenderungan yang nyata bahwa butiran-butiran kasar dan halus dari suatu campuran beton hendak memisahkan diri, maka yang dihadapi ialah segregasi. Pada umumnya makin encer suatu campuran beton, maka makin besar kecenderungan untuk terjadi segregasi pada beton yang bersangkutan. Segregasi dipengaruhi oleh luas jenis bahan-bahan padat total termasuk semen dan jumlah mortar yang terdapat dalam adukan (Teknologi Bahan 3, 1983: 22). Segregasi tidak dapat diperbaiki oleh pengerjaan-pengerjaan selanjutnya, sehingga apabila tidak dilakukan pencegahan-pencegahan, besar kemungkinan akan terjadi di tempat-tempat penuangan beton. Bilamana terjadi gumpalan-gumpalan agregat kasar, maka gumpalan-gumpalan tersebut harus disebarkan dan kemudian dibentuk menjadi beton yang homogen. Selanjutnya harus diambil langkah-langkah agar hal-hal yang telah terjadi itu tidak terulang (Teknologi Bahan 3, 1983: 154-155). Dalam semua jenis pekerjaan beton tidak boleh dilakukan pengerjaan-pengerjaan yang menyebabkan mengalirnya beton tersebut dalam arah yang horizontal atau miring dalam acuannya, dan pada siar-siar konstruksi harus dihindarkan terbentuknya lapisan-lapisan beton yang miring (Teknologi Bahan 3, 1983: 155). 6. Perawatan Beton Perawatan merupakan suatu cara yang telah diterima dengan baik untuk melancarkan pengerasan beton dalam keadaan basah dan suhu yang menguntungkan untuk perkembangan serta pengikatan yang tepat dari semen sebagai bahan campurannya (Teknologi Bahan 3, 1983: 174). Proses kimia dari pengerasan berlangsung dengan kecepatan yang makin berkurang untuk jangka waktu yang lama sekali dan tidak ditentukan, selama masih tetap ada air dan suhu menguntungkan. Perawatan yang segera dan kemudian berkembang secara efektif untuk suatu jangka waktu yang dapat dilaksanakan merupakan suatu langkah penting bagi perkembangan yang cukup secara merata dari suatu bahan pengikat (perekat) seperti semen (Teknologi Bahan 3, 1983: 174). Cara-cara perawatan beton terdiri dari salah satu atau beberapa prosedur berikut, yang efektifitasnya dapat diperkirakan dengan melakukan pengujian-pengujian kekuatan, kelembaban relatif atau pengukur-pengukur warna dan kehilangan air oleh beton dalam waktu tertentu. Adapun cara-cara perawatan beton tersebut antara lain: a. mempertahankan acuan tetap melekat pada beton selama paling sedikit 5 hari sambil tetap membasahi acuan kayu; b. memperlambat penguapan dengan menggunakan alkohol aliphatik (umpama cetyl), melindungi terhadap sinar matahari langsung, melindungi terhadap tiupan angin dan menyemprot dengan kabut air; c. mengelilingi pelat beton dengan tanggul yang di dalamnya diisi air seperti sebuah kolam sedalam 50 mm setelah memperlambat penguapan atau perawatan dengan membran dalam cuaca panas untuk waktu tertentu, dan semen itu telah mencapai waktu pengikatan akhir; d. menutupi permukaan beton dengan bahan-bahan yang menahan air sehingga tetap berada dalam keadaan basah, misalnya karung goni bekas, jerami, lapisan pasir, dll; e. merendam produk-produk beton di dalam air, atau menyemprot permukaan beton yang tampak secara teratur dengan air, sehingga tetap berada dalam keadaan basah. Penyemprotan air dilaksanakan pada suhu yang tepat tanpa terjadinya ulangan-ulangan pembasahan dan pengeringan, sehingga tidak akan terjadi retak-retak pada permukaan beton akibat perubahan-perubahan suhu dan dimensi yang berlebih-lebihan (melampaui batas); f. menggunakan membran yang kedap air di atas permukaan beton, seperti lembaran-lembaran plastik dengan sambungan-sambungan yang kedap air atau bertumpang-tindih dan ujung-ujungnya diusahakan selalu tertindih pada permukaan beton yang bersangkutan; g. memulas permukaan beton yang terbuka dengan suatu bahan yang menghasilkan membran (lapisan tipis) dekat pada saat terjadinya pengikatan awal dari semen; h. merawat beton dengan uap atau merawat beton secara hydro-termal atau mengusahakan terjadinya proses hydrasi dalam keadaan adiabatik dalam cetakan-cetakan tertutup agar dicapai pengerasan yang dipercepat; i. mendinginkan beton yang dicor secara masif dengan cara-cara yang dapat menurunkan suhu akibat proses hydrasi yaitu dibawah 32o C (Teknologi Bahan 3, 1983: 175-176). 6. Manfaat Struktur Beton a. Keuntungan: 1) ekonomis. Merupakan pertimbangan yang sangat penting, meliputi: material, kemudahan dalam pelaksanaan, waktu untuk konstruksi, pemeliharaan struktur, daktilitas, dan sebagainya; 2) keserasian beton untuk memenuhi kepentingan struktur dan arsitektur. Beton dicor ketika masih cair dan menahan beban ketika telah mengeras. Hal ini sangat bermanfaat, karena dapat membuat berbagai bentuk; 3) tahan api (sekitar 1 hingga 3 jam tanpa bahan kedap api tambahan). Sementara kayu dan baja memerlukan bahan kedap api khusus untuk mencapai tingkat seperti ini; 4) rigiditas tinggi; 5) biaya pemeliharaan (maintenance) rendah; 6) penyediaan material mudah. b. Kerugian: 1) kekuatan tarik rendah (sekitar 10% dari kekuatan tekan), sehingga mudah retak. Meskipun mungkin tidak terlihat tetapi memungkinkan udara lembab masuk melalui retak itu, dan membuat baja tulangan berkarat; 2) memerlukan biaya untuk bekisting, perancah (untuk beton cor di tempat) yang tidak sedikit jumlahnya; 3) kekuatan per satuan berat atau satuan volume yang relatif rendah. Kekuatan beton berkisar antara 5 hingga 10% kekuatan baja meskipun berat jenis kira-kira 30% dari berat baja. Oleh karena itu, struktur beton membutuhkan berat yang lebih banyak. Alasan inilah yang menjadi dasar mengapa jembatan bentang panjang dibuat dengan struktur baja; 4) sifat yang tergantung waktu rangkak dan susut. ”Struktur beton berintensitas beban rendah akan menghasilkan deformasi dalam daerah elastisitas tetapi lambat laun deformasi ini akan bertambah menurut lamanya pembebanan mekipun kondisi beban tersebut konstan. Gejala ini disebut sebagai rangkak/creep” (L. Wigbout, 1997: 29). ” Pada waktu proses hidrasi berlangsung, beton melepaskan panas dan air, yang dapat diamati dengan naiknya suhu beton tersebut, yang menyebabkan terjadinya susut (shrinkage). Susut dapat menyebabkan retak bila tidak dikendalikan dengan baik” (L. Wigbout, 1997: 29). Beton dan baja memiliki ekspansi panas (thermal expansion) yang hampir sama, yaitu: Beton 5,5 x 10-6 /oF Baja 6 x 10-6 /oF. Beton mengalami rangkak jangka panjang dan susut, hal ini kurang menguntungkan (L. Wahyudi, 1997: 38). 7. Campuran Beton a. Semen Pada umumnya, semen untuk bahan bangunan adalah tipe semen Portland. Semen ini dibuat dengan cara menghaluskan silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis dan dicampur dengan bahan gips. Beberapa tipe semen yang diproduksi di Indonesia, antara lain: 1) semen Tipe I, dapat dikatakan yang paling banyak dimanfaatkan untuk bangunan, dan tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus bagaimana jenis lainnya; 2) semen Tipe II merupakan modifikasi semen tipe I dengan maksud untuk meningkatkan ketahanan terhadap sulfat dan menghasilkan panas hidrasi yang lebih rendah. Semen jenis ini terutama dimanfaatkan untuk bangunan yang terletak di daerah dengan tanah berkadar sulfat rendah. 3) semen Tipe III merupakan semen yang cepat mengeras. Beton yang dibuat dengan semen tipe III akan mengeras cukup cepat, dan kekuatan yang dicapainya dalam 24 jam akan sama dengan kekuatan beton dari semen biasa dalam 7 hari. Hanya sekitar 3 hari kekuatan tekannya setara dengan kekuatan tekan 28 hari beton dari semen biasa. 4) semen Tipe V terutama ditujukan untuk memberikan perlindungan terhadap bahaya korosi akibat pengaruh air laut, air danau, air tambang, maupun pengaruh garam sulfat yang terdapat dalam air tanah. Semen tipe V ini memiliki daya resistansi terhadap sulfat yang lebih baik dibandingkan semen tipe II. 5) jenis semen lainnya yaitu semen portland-pozzolan, sering dipakai untuk konstruksi beton masif seperti dam atau bendungan karena menghasilkan panas hidrasi yang rendah, dan karena semen ini juga tahan terhadap sulfat, sering dimanfaatkan pula untuk konstruksi bangunan limbah (L. Wahyudi, 1997: 20-21). b. Agregat Dalam SNI T-15-1991-03 agregat didefenisikan sebagai material granular, misalnya pasir, kerikil, batu pecah, dan kerak tungku besi yang dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk beton semen hidrolik atau adukan. Berdasarkan ukurannya, agregat ini dapat dibedakan menjadi: 1) agregat halus diameter 0-5 mm disebut pasir, yang dapat dibedakan lagi menjadi: a) pasir halus: Ø 0-1 mm; b) pasir kasar: Ø 1-5 mm. 2) agregat kasar diameter ≥ 5 mm, biasanya berukuran antara 5 hingga 40 mm, disebut kerikil. Material ini merupakan hasil disintegrasi alami batuan atau hasil dari industri pemecah batu (L. Wahyudi, 1997: 22). Kekuatan beton dipengaruhi oleh kualitas agregat, proporsi campuran, serta kebersihan air dan agregatnya. Oleh karena itu, selain harus memiliki kekuatan dan daya tahan yang baik, butir disyaratkan harus bersih dari lumpur atau meterial organis lainnya yang dapat mengurangi kekuatan beton. Diameter lumpur atau meterial organis ini adalah kurang dari 0,063 mm. Bila banyaknya lumpur atau material organis yang dikandung dalam agregat lebih dari 1% berat kering, agregat tersebut harus dicuci (L. Wahyudi, 1997: 22). c. Air Proporsi air yang sedikit akan memberikan kekuatan yang tinggi pada beton, tetapi kelemasan beton atau daya kerjanya akan berkurang. Sedangkan proporsi air yang agak besar akan memberikan kemudahan pada waktu pelaksanan pengecoran, tetapi kekuatan hancur beton jadi rendah. Proporsi air ini dinyatakan dalam rasio air-semen (water-cement ratio), yaitu angka yang menyatakan perbandingan antara berat air (kg) dibagi dengan berat semen (kg) dalam adukan beton tersebut (L. Wahyudi, 1997: 22). Perlu diketahui bahwa air untuk campuran beton harus tidak mengandung minyak, larutan asam, garam alkali, material organik, maupun bahan-bahan lain yang dapat mengurangi kekuatan beton (lihat PBI-71 Pasal 3.6). Selain faktor tersebut di atas, kepadatan, panas, dan kelembaban juga dapat mempengaruhi kekuatan beton. Untuk itu, sebaiknya menggunakan alat penggetar adukan (vibrator) untuk memperoleh kepadatan beton yang sempurna, terutama untuk beton dengan rasio air-semen yang rendah. Menjaga kelembaban dan panas agar tetap konstan sewaktu proses hidrasi berlangsung, misalnya dengan menutupi permukaan beton dengan karung-karung basah atau menyiramkan air minuman satu kali dalam sehari, merupakan hal yang sangat penting (L. Wahyudi, 1997: 22).

teknik pelaksanaan kolom dan balok gedung

BAB III TEKNIK PELAKSANAAN KOLOM DI ATAS LANTAI 4 Pada proyek pembangunan Asrama STIKES Sari Mutiara Medan, teknik pelaksanaan kolom dapat dilihat pada diagram alir dibawah ini: No Ok No Ok Diagram alir pelaksanaan kolom A. Pekerjaan Persiapan 1. Pembacaan Gambar Dari pembacaan gambar diketahui keterangan mengenai kolom yang akan dibuat yang antara lain: dimensi kolom, dimensi sengkang, diameter tulangan utama kolom, dll. Pada proyek pembangunan Asrama STIKES Sari Mutiara diperoleh data kolom (seperti gambar III.1) yaitu : a. ukuran penampang kolom = 40 cm x 40 cm; b. tinggi kolom = 4 m; c. panjang tulangan utama = 5 m; d. ukuran sengkang = 35 cm x 35 cm; e. diameter tulangan utama = 19 mm; f. diameter tulangan sengkang = 10 mm; Gambar III.1 Rencana kolom 2. Persiapan Alat dan Bahan Peralatan dan bahan disiapkan dalam suatu bengkel/los kerja tersendiri. Peralatan dan bahan untuk acuan-perancah disiapkan dibengkel acuan-perancah. Begitu juga dengan peralatan dan bahan tulangan disiapkan di bengkel tulangan. Peralatan yang diperlukan antara lain: a. gergaji; b. mesin pemotong multiplek; c. palu/martil; d. siku; e. unting-unting; f. waterpas; g. meteran; h. tang; i. stronger. Bahan yang diperlukan antara lain: a. paku; b. multiplek dengan tebal 10 mm; c. kayu 2 in x 2 in, 2 in x 3 in, 3 in x 4 in; d. baji; e. beton tahu; f. kawat beton. B. Penyetelan dan Pemasangan Sepatu Kolom Penyetelan dan pemasangan sepatu kolom pada proyek pembangunan Asrama Stikes Sari Mutiara dilaksanakan seperti gambar III.3 dengan urutan sebagai berikut: 1. Penentuan stik tulangan kolom acuan untuk pemasangan sepatu kolom; 2. Pada proyek pembangunan Asrama Stikes Sari Mutiara, stik tulangan kolom acuannya adalah semua stik sebelah pinggir pada pelat lantai 4 (pelat lantai berbentuk persegi panjang); 3. Pada masing-masing stik tulangan kolom acuan tersebut, stik (panjang penyaluran) disesuaikan dengan gambar penulangan, vertikalnya lurus, dan tegak dengan kolom di bawahnya (seperti gambar III.2); Gambar III. 2 Posisi stik tulangan kolom acuan terhadap kolom di bawahnya 4. Pada masing-masing stik tulangan kolom acuan tersebut diikatan kayu pada 2 sisi-sisi yag saling tegak lurus; 5. Pemasangan paku pada kayu tersebut diatas dengan jarak 2,5 cm dari luar stik. Pada paku tersebut diikat benang yang kemudian ditarik ke acuan lainnya; 6. Pada masing-masing tempat yang akan dibuat kolom, benang tersebut dipindahkan/dilot ke lantai menggunakan unting-unting. Dari garis tersebut diukur 6 cm kemudian dipasangakan sepatu kolom; catatan: 2,5 cm = tebal beton tahu 6 cm = tebal mal (multiplek + kayu 2" x 2") = 1cm + 5cm. Gambar III. 3 Pemasangan dan penyetelan sepatu kolom C. Pabrikasi Acuan dan Perancah Kolom 1. Kolom yang akan dibuat berdimensi 40 cm x 40cm dan tinggi 4 meter. Dari ukuran tersebut akan dibuat bekisting dengan 4 sisi yaitu 2 sisi dengan lebar 40 cm dan 2 sisi lagi berukuran 52 cm (seperti gambar III.4). catatan: 52 cm = lebar kolom + 2 x (tebal multiplek + kayu 2" x 2") = 40 cm + 2 x (1+5) cm; Gambar III. 4 Penentuan lebar multiplek yang dibutuhkan 2. Pemotongan multiplek dengan lebar 40 cm, panjang 244 cm dan lebar 40 cm, panjang 156 cm masing-masing 2 buah; 3. Pemotongan multiplek dengan lebar 52 cm, panjang 244 cm dan lebar 40 cm, panjang 156 cm masing-masing 2 buah. catatan: 244 cm + 156 cm = 4 m; 4. Pemakuan kayu 2" x 2" pada arah memanjang di pinggir multiplek sehingga menghasilkan bekisting 40 cm x 4 m dan 52 cm x 4 m (seperti gambar III.5) masing-masing 2 buah; Gambar III. 5 Pemasangan kayu 2" x 2" pada arah memanjang 5. Pemasangan kayu penguat 2" x 2" pada arah melintang, untuk sisi 40 cm = 8 buah, untuk sisi 52 cm = 8 buah (seperti gambar III.6); Gambar III. 6 Pemasangan kayu 2" x 2" arah melintang 6. Pemasangan kayu 2" x 3" dan 3" x 4" pada sisi yang memiliki lebar 52 cm (seperti gambar III.7), sedangkan pada sisi dengan lebar 40 cm tidak dipasang; Gambar III. 7 Pemasangan kayu-kayu pada sisi yang memiliki lebar 52 cm 7. Perangkaikan 3 sisi bekisting menggunakan paku dan stronger yaitu 2 sisi 40 cm dan satu sisi 52 cm (seperti gambar III.8). Satu sisi lagi dipasang setelah tulangan telah berdiri. Gambar III. 8 Perangkaian 3 sisi bekisting D. Pabrikasi Tulangan 1. Pemotongan tulangan utama dan pembuatan sengkang; 2. Perakitan tulangan sesuai dengan gambar. E. Pendirian Tulangan 1. Tulangan diangkut ke lantai 5 menggunakan lift barang dan katrol; 2. Tulangan yang telah dirakit didirikan dengan mengikatkan pada stik panjang penyaluran; 3. Pemasangan beton tahu. F. Pemeriksaan Tulangan 1. Pemeriksaan kesesuaian tulangan yang terpasang dengan gambar; 2. Pemeriksaan kekuatan dan ketegakannya. G. Pemasangan dan Penyetelan Acuan-Perancah Pemasangan dan penyetelan acuan-perancah dapat dilihat pada gambar III.9 dan III.10 yang urutannya sebagai berikut: 1. Perancah yang telah dirangkai (masih 3 sisi) didirikan mengelilingi tulangan kolom dengan merapatkan pada sepatu kolom; 2. Pemasangan sisi perancah lebar 52 cm yang belum terpasang dipakukan dan dikakukan dengan stronger; 3. Pemasangan kayu 2" x 3" Serta diketatkan menggunakan baji; Gambar III. 9 Pemasangan bekisting 4. Pemasangan unting-unting pada sisi yang saling tegak lurus; 5. Penyetelan ketegakan kolom dan penyokongan bekisting kolom masing-masing sisi. Gambar III. 10 Pemasangan dan penyetelan perancah H. Pembuatan Campuran Beton Pada proyek ini pencampuran beton dilakukan menggunakan molen kapasitas 0,2 m3 (seperti gambar 13 pada lampiran) dengan komposisi campuran 1 semen: 2 pasir: 3 kerikil (dalam satuan ember). I. Pengecoran Kolom 1. Campuran beton diangkut ke lantai 5 menggunakan lift barang (seperti gambar 9 pada lampiran);. 2. Dari lift barang campuran beton dituang pada bak kayu (seperti gambar 7 pada lampiran); 3. Dari bak kayu, campuran beton dibawa menggunakan gerobak sorong ke lokasi pencecoran; 4. Pemasangan kayu di dalam mal kolom untuk pembuatan alur dinding; 5. Pengecoran menggunakan corong, hal ini bertujuan agar jatuhnya agregat teratur (tidak terjadi pengelompokan butiran); 6. Pemadatan dilakukan dengan merojok campuran dengan kayu atau tulangan; 7. Pemadatan yang kurang dapat menyebabkan segregasi; 8. Pemadatan yang berlebihan dapat menyebabkan bleeding. J. Pembongkaran Acuan dan Perancah Hal yang perlu diperhatikan sebelum membongkar Acuan dan perancah antara lain: 1. beton telah mencapai kekuatan yang cukup untuk memikul beratnya sendiri; 2. beton tidak lagi mengalami perubahan bentuk jika bersentuhan dengan benda lain. Pada proyek ini pembongkaran dilakukan sehari setelah pengecoran. Urutan pembongkaran antara lain: 1. pembongkaran sokong-sokong kayu; 2. pembongkaran baji; 3. pembongkaran bekisting, sehingga bekisting menjadi 2 bagian yaitu: a. 2 sisi lebar 40 cm dengan 1sisi lebar 52 cm; b. 1 sisi lebar 52 cm. K. Pengecekan Hasil Pengecoran 1. Keropos Jika terjadi keropos maka beton tersebut didempul menggunakan semen. 2. Retak-retak Jika keretakan ditinjau dari struktural sudah tidak layak, maka beton di bongkar/ dibobok kemudian dicor lagi. L. Perawatan (curing) Perawatan dilakukan dengan melakukan penyiraman setiap hari dan pengikatan goni basah pada kolom sampai berumur 28 hari. Perawatan beton berpengaruh pada tingkat keawetan dan kekuatan beton. Jika beton tidak mendapat perawatan menyebabkan proses hidrasi semen terganggu karena penguapan air dalam beton tidak tertahan sehingga mengakibatkan beton: 1. retak-retak pada permukaan beton, disebabkan perbedaan temperatur pada permukaan dengan temperatur dalam beton; 2. timbul pori dalam beton; 3. kekuatan dan keawetan beton berkurang. .

Marga Batak

SILSILAH ATAU TAROMBO BATAK SILSILAH ATAU TAROMBO BATAK Catatan: Sebagain isi tarombo ini saya kutip dari internet, dan sebagian lagi saya padankan dengan buku tarombo Ambarita. SI RAJA BATAK mempunyai 2 orang putra, yaitu: 1. Guru Tatea Bulan 2. Raja Isombaon GURU TATEA BULAN Dari istrinya yang bernama Si Boru Baso Bburning, Guru Tatea Bulan memperoleh 5 orang putra dan 4 orang putri, yaitu : * Putra (sesuai urutan): 1. Raja Uti (atau sering disebut Si Raja Biak-biak, Raja Sigumeleng-geleng), tanpa keturunan 2. Tuan Sariburaja (keturunannya Pasaribu) 3. Limbong Mulana (keturunannya Limbong). 4. Sagala Raja (keturunannya Sagala) 5. Silau Raja (keturunannnya Malau, Manik, Ambarita dan Gurning) *Putri: 1. Si Boru Pareme (kawin dengan Tuan Sariburaja, ibotona) 2. Si Boru Anting Sabungan, kawin dengan Tuan Sorimangaraja, putra Raja Isombaon 3. Si Boru Biding Laut, (Diyakini sebagai Nyi Roro Kidul) 4. Si Boru Nan Tinjo (tidak kawin). Tatea Bulan artinya "Tertayang Bbulan" = "Tertatang Bulan". Raja Isombaon (Raja Isumbaon) Raja Isombaon artinya raja yang disembah. Isombaon kata dasarnya somba (sembah). Semua keturunan Si Raja Bbatak dapat dibagi atas 2 golongan besar: 1. Golongan Ttatea Bulan = Golongan Bulan = Golongan (Pemberi) Perempuan. Disebut juga golongan Hula-hula = Marga Lontung. 2. Golongan Isombaon = Golongan Matahari = Golongan Laki-laki. Disebut juga Golongan Boru = Marga Sumba. Kedua golongan tersebut dilambangkan dalam bendera Batak (bendera Si Singamangaraja, para orangtua menyebut Sisimangaraja, artinya maha raja), dengan gambar matahari dan bulan. Jadi, gambar matahari dan bulan dalam bendera tersebut melambangkan seluruh keturunan Si Raja Batak. PENJABARAN * RAJA UTI Raja Uti (atau sering disebut Si Raja Biak-biak, Raja Sigumeleng-geleng). Raja Uti terkenal sakti dan serba bisa. Satu kesempatan berada berbaur dengan laki-laki, pada kesempatan lain membaur dengan peremuan, orang tua atau anak-anak. Beliau memiliki ilmu yang cukup tinggi, namun secara fisik tidak sempurna. Karena itu, dalam memimpin Tanah Batak, secara kemanusiaan Beliau memandatkan atau bersepakat dengan ponakannya/Bere Sisimangaraja, namun dalam kekuatan spiritual etap berpusat pada Raja Uti. * SARIBURAJA Sariburaja adalah nama putra kedua dari Guru Tatea Bulan. Dia dan adik kandungnya perempuan yang bernama Si Boru Pareme dilahirkan marporhas (anak kembar berlainan jenis, satu peremuan satunya lagi laki-laki). Mula-mula Sariburaja kawin dengan Nai Margiring Laut, yang melahirkan putra bernama Raja Iborboron (Borbor). Tetapi kemudian Saribu Raja mengawini adiknya, Si Boru Pareme, sehingga antara mereka terjadi perkawinan incest. Setelah perbuatan melanggar adat itu diketahui oleh saudara-saudaranya, yaitu Limbong Mulana, Sagala Rraja, dan Silau Raja, maka ketiga saudara tersebut sepakat untuk mengusir Sariburaja. Akibatnya Sariburaja mengembara ke hutan Sabulan meninggalkan Si Boru Pareme yang sedang dalam keadaan hamil. Ketika Si Boru Pareme hendak bersalin, dia dibuang oleh saudara-saudaranya ke hutan belantara, tetapi di hutan tersebut Sariburaja kebetulan bertemu dengan dia. Sariburaja datang bersama seekor harimau betina yang sebelumnya telah dipeliharanya menjadi "istrinya" di hutan itu. Harimau betina itulah yang kemudian merawat serta memberi makan Si Boru Pareme di dalam hutan. Si Boru Pareme melahirkan seorang putra yang diberi nama Si Raja Lontung. Dari istrinya sang harimau, Sariburaja memperoleh seorang putra yang diberi nama Si raja babiat. Di kemudian hari Si raja babiat mempunyai banyak keturunan di daerah Mandailing. Mereka bermarga Bayoangin. Karena selalu dikejar-kejar dan diintip oleh saudara-saudaranya, Sariburaja berkelana ke daeerah Angkola dan seterusnya ke Barus. SI RAJA LONTUNG Putra pertama dari Tuan Sariburaja. Mempunyai 7 orang putra dan 2 orang putri, yaitu: * Putra: 1.. Tuan Situmorang, keturunannya bermarga Situmorang. 2. Sinaga raja, keturunannya bermarga Sinaga. 3. Pandiangan, keturunannya bermarga Pandiangan. 4. Toga nainggolan, keturunannya bermarga Nainggolan. 5. Simatupang, keturunannya bermarga Simatupang. 6. Aritonang, keturunannya bermarga Aritonang. 7. Siregar, keturunannya bermarga Siregar. * Putri : 1. Si Boru Anakpandan, kawin dengan Toga Sihombing. 2. Si Boru Panggabean, kawin dengan Toga Simamora. Karena semua putra dan putri dari Si Raja Lontung berjumlah 9 orang, maka mereka sering dijuluki dengan nama Lontung Si Sia Marina, Pasia Boruna Sihombing Simamora. Si Sia Marina = Sembilan Satu Ibu. Dari keturunan Situmorang, lahir marga-marga cabang Lumban Pande, Lumban Nahor, Suhutnihuta, Siringoringo, Sitohang, Rumapea, Padang, Solin. SINAGA Dari Sinaga lahir marga-marga cabang Simanjorang, Simandalahi, Barutu. PANDIANGAN Lahir marga-marga cabang Samosir, Pakpahan, Gultom, Sidari, Sitinjak, Harianja. NAINGGOLAN Lahir marga-marga cabang Rumahombar, Parhusip, Lumban Tungkup, Lumban Siantar, Hutabalian, Lumban Raja, Pusuk, Buaton, Nahulae. SIMATUPANG Lahir marga-marga cabang Togatorop (Sitogatorop), Sianturi, Siburian. ARITONANG Lahir marga-marga cabang Ompu Sunggu, Rajagukguk, Simaremare. SIREGAR Llahir marga-marga cabang Silo, Dongaran, Silali, Siagian, Ritonga, Sormin. * SI RAJA BORBOR Putra kedua dari Tuan Sariburaja, dilahirkan oleh Nai Margiring Laut. Semua keturunannya disebut Marga Borbor. Cucu Raja Borbor yang bernama Datu Taladibabana (generasi keenam) mempunyai 6 orang putra, yang menjadi asal-usul marga-marga berikut : 1. Datu Dalu (Sahangmaima). 2. Sipahutar, keturunannya bermarga Sipahutar. 3. Harahap, keturunannya bermarga Harahap. 4. Tanjung, keturunannya bermarga Tanjung. 5. Datu Pulungan, keturunannya bermarga Pulungan. 6. Simargolang, keturunannya bermarga Imargolang. Keturunan Datu Dalu melahirkan marga-marga berikut : 1. Pasaribu, Batubara, Habeahan, Bondar, Gorat. 2. Tinendang, Tangkar. 3. Matondang. 4. Saruksuk. 5. Tarihoran. 6. Parapat. 7. Rangkuti. Keturunan Datu Pulungan melahirkan marga-marga Lubis dan Hutasuhut. Limbong Mulana dan marga-marga keturunannya Limbong Mulana adalah putra ketiga dari Guru Tatea Bulan. Keturunannya bermarga Limbong yang mempunyai dua orang putra, yaitu Palu Onggang, dan Langgat Limbong. Putra dari Langgat Limbong ada tiga orang. Keturunan dari putranya yang kedua kemudian bermarga Sihole, dan keturunan dari putranya yang ketiga kemudian bermarga Habeahan. Yang lainnya tetap memakai marga induk, yaitu Limbong. SAGALA RAJA Putra keempat dari Guru Tatea Bulan. Sampai sekarang keturunannya tetap memakai marga Sagala. SILAU RAJA Silau Raja adalah putra kelima dari Guru Tatea Bulan yang mempunyai empat orang putra, yaitu: 1. Malau 2. Manik 3. Ambarita 4. Gurning Khusus sejarah atau tarombo Ambarita Raja atau Ambarita, memiliki dua putra: I. Ambarita Lumban Pea II. Ambarita Lumban Pining Lumban Pea memiliki dua anak laki-laki 1. Ompu Mangomborlan 2. Ompu Bona Nihuta Berhubung Ompu Mangomborlan tidak memiliki anak/keturunan laki-laki, maka Ambarita paling sulung hingga kini adalah turunan Ompu Bona Nihuta, yang memiliki anak laki-laki tunggal yakni Op Suhut Ni Huta. Op Suhut Nihuta juga memiliki anak laki-laki tunggal Op Tondolnihuta. Keturunan Op Tondol Nihuta ada empat laki-laki: 1. Op Martua Boni Raja (atau Op Mamontang Laut) 2. Op Raja Marihot 3. Op Marhajang 4. Op Rajani Umbul Selanjutnya di bawah ini hanya dapat meneruskan tarombo dari Op Mamontang Laut (karena keterbatasan data. Op Mamontang Laut menyeberang dari Ambarita di Kabupaten Toba Samosir saat ini ke Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun. Hingga tahun 2008 ini, keturunan Op Mamontang laut sudah generasi kedelapan). Op Mamontang Laut semula menikahi Boru Sinaga, dari Parapat. Setelah sekian tahun berumah tangga, mereka tidka dikaruniai keturunan, lalu kemudian menikah lagi pada boru Sitio dari Simanindo, Samosir. Dari perkawinan kedua, lahir tiga anak laki-laki 1. Op Sohailoan menikahi Boru Sinaga bermukim di Sihaporas Aek Batu Keturunan Op Sohailoan saat ini antara lain Op Josep (Pak Beluana di Palembang) 2. Op Jaipul menikahi Boru Sinaga bermukin di Sihaporas Bolon Keturunan antara lain J ambarita Bekasi, dan saya sendiri (www.domu-ambarita.blogspot.com atau domuambarita@yahoo.com) 3. Op Sugara atau Op Ni Ujung Barita menikahi Boru Sirait bermukim di Motung, Kabupaten Toba Samosir. Keturunan Op Sugara antara lain penyanyi Iran Ambarita dan Godman Ambarita TUAN SORIMANGARAJA Tuan Sorimangaraja adalah putra pertama dari Raja Isombaon. Dari ketiga putra Raja Isombaon, dialah satu-satunya yang tinggal di Pusuk Buhit (di Tanah Batak). Istrinya ada 3 orang, yaitu : 1. Si Boru Anting Malela (Nai Rasaon), putri dari Guru Tatea Bulan. 2. Si Boru Biding Laut (nai ambaton), juga putri dari Guru Tatea Bulan. c. Si Boru Sanggul Baomasan (nai suanon). Si Boru Anting Malela melahirkan putra yang bernama Tuan Sorba Djulu (Ompu Raja Nabolon), gelar Nai Ambaton. Si Boru Biding Laut melahirkan putra yang bernama Tuan Sorba Jae (Raja Mangarerak), gelar Nai Rasaon. Si Boru Sanggul Haomasan melahirkan putra yang bernama Tuan Sorbadibanua, gelar Nai Suanon. Nai Ambaton (Tuan Sorba Djulu/Ompu Raja Nabolon) Nama (gelar) putra sulung Tuan Sorimangaraja lahir dari istri pertamanya yang bernama Nai Ambaton. Nama sebenarnya adalah Ompu Raja Nabolon, tetapi sampai sekarang keturunannya bermarga Nai Ambaton menurut nama ibu leluhurnya. Nai Ambaton mempunyai empat orang putra, yaitu: 1. Simbolon Tua, keturunannya bermarga Simbolon. 2. Tamba Ttua, keturunannya bermarga Tamba. 3. Saragi Tua, keturunannya bermarga Saragi. 4. Munte Tua, keturunannya bermarga Munte (Munte, Nai Munte, atau Dalimunte). Dari keempat marga pokok tersebut, lahir marga-marga cabang sebagai berikut (menurut buku "Tarombo Marga Ni Suku Batak" karangan W. Hutagalung): SIMBOLON Lahir marga-marga Tinambunan, Tumanggor, Maharaja, Turutan, Nahampun, Pinayungan. Juga marga-marga Berampu dan Pasi. TAMBA Lahir marga-marga Siallagan, Tomok, Sidabutar, Sijabat, Gusar, Siadari, Sidabolak, Rumahorbo, Napitu. SARAGI Lahir marga-marga Simalango, Saing, Simarmata, Nadeak, Sidabungke. MUNTE Lahir marga-marga Sitanggang, Manihuruk, Sidauruk, Turnip, Sitio, Sigalingging. Keterangan lain mengatakan bahwa Nai Ambaton mempunyai dua orang putra, yaitu Simbolon Tua dan Sigalingging. Simbolon Tua mempunyai lima orang putra, yaitu Simbolon, Tamba, Saragi, Munte, dan Nahampun. Walaupun keturunan Nai Ambaton sudah terdiri dari berpuluih-puluh marga dan sampai sekarang sudah lebih dari 20 sundut (generasi), mereka masih mempertahankan Ruhut Bongbong, yaitu peraturan yang melarang perkawinan antarsesama marga keturunan Nai Ambaton. Catatan mengenai Ompu Bada, menurut buku "Tarombo Marga Ni Suku Batak" karangan W Hutagalung, Ompu Bada tersebut adalah keturunan Nai Ambaton pada sundut kesepuluh. Menurut keterangan dari salah seorang keturunan Ompu Bada (mpu bada) bermarga gajah, asal-usul dan silsilah mereka adalah sebagai berikut: 1. Ompu Bada ialah asal-usul dari marga-marga Tendang, Bunurea, Manik, Beringin, Gajah, dan Barasa. 2. Keenam marga tersebut dinamai Sienemkodin (enem = enam, kodin = periuk) dan nama tanah asal keturunan Empu Bada, pun dinamai Sienemkodin. 3. Ompu Bada bukan keturunan Nai Ambaton, juga bukan keturunan si raja batak dari Pusuk Buhit. 4. Lama sebelum Si Raja Batak bermukim di Pusuk Buhit, Ompu Bada telah ada di tanah dairi. Keturunan Ompu bada merupakan ahli-ahli yang terampil (pawang) untuk mengambil serta mengumpulkan kapur barus yang diekspor ke luar negeri selama berabad-abad. 5. Keturunan Ompu Bada menganut sistem kekerabatan Dalihan Natolu seperti yang dianut oleh saudara-saudaranya dari Pusuk Buhit yang datang ke tanah dairi dan tapanuli bagian barat. NAI RASAON (RAJA MANGARERAK) Nama (gelar) putra kedua dari Tuan Sorimangaraja, lahir dari istri kedua tuan Sorimangaraja yang bernama Nai Rasaon. Nama sebenarnya ialah Raja Mangarerak, tetapi hingga sekarang semua keturunan Raja Mangarerak lebih sering dinamai orang Nai Rasaon. Raja Mangarerak mempunyai dua orang putra, yaitu Raja Mardopang dan Raja Mangatur. Ada empat marga pokok dari keturunan Raja Mangarerak: Raja Mardopang Menurut nama ketiga putranya, lahir marga-marga Sitorus, Sirait, dan Butar-butar. Raja Mangatur Menurut nama putranya, Toga Manurung, lahir marga Manurung. Marga pane adalah marga cabang dari sitorus. NAI SUANON (tuan sorbadibanua) Nama (gelar) putra ketiga dari Tuan Sorimangaraja, lahir dari istri ketiga Tuan Sorimangaraja yang bernama Nai Suanon. Nama sebenarnya ialah Tuan Sorbadibanua, dan di kalangan keturunannya lebih sering dinamai Ttuan Sorbadibanua. Tuan Sorbadibanua, mempunyai dua orang istri dan memperoleh 8 orang putra. Dari istri pertama (putri Sariburaja): 1. Si Bagot Ni Pohan, keturunannya bermarga Pohan. 2. Si Paet Tua. 3. Si Lahi Sabungan, keturunannya bermarga Silalahi. 4. Si Raja Oloan. 5. Si Raja Huta Lima. Dari istri kedua (Boru Sibasopaet, putri Mojopahit) : a. Si Raja Sumba. b. Si Raja Sobu. c. Toga Naipospos, keturunannya bermarga Naipospos. Keluarga Tuan Sorbadibanua bermukim di Lobu Parserahan - Balige. Pada suatu ketika, terjadi peristiwa yang unik dalam keluarga tersebut. Atas ramalan atau anjuran seorang datu, Tuan Sorbadibanua menyuruh kedelapan putranya bermain perang-perangan. Tanpa sengaja, mata Si Raja huta lima terkena oleh lembing Si Raja Sobu. Hal tersebut mengakibatkan emosi kedua istrinya beserta putra-putra mereka masing-masing, yang tak dapat lagi diatasi oleh Tuan Sorbadibanua. Akibatnya, istri keduanya bersama putra-putranya yang tiga orang pindah ke Lobu Gala-gala di kaki Gunung Dolok Tolong sebelah barat. Keturunana Tuan Sorbadibanua berkembang dengan pesat, yang melahirkan lebih dari 100 marga hingga dewasa ini. Keturunan Si Bagot ni pohan melahirkan marga dan marga cabang berikut: 1. Tampubolon, Barimbing, Silaen. 2. Siahaan, Simanjuntak, Hutagaol, Nasution. 3. Panjaitan, Siagian, Silitonga, Sianipar, Pardosi. 4. Simangunsong, Marpaung, Napitupulu, Pardede. Keturunan Si Paet Tua melahirkan marga dan marga cabang berikut: 1. Hutahaean, Hutajulu, Aruan. 2. Sibarani, Sibuea, Sarumpaet. 3. Pangaribuan, Hutapea. Keturunan si lahi sabungan melahirkan marga dan marga cabang berikut: 1. Sihaloho. 2. Situngkir, Sipangkar, Sipayung. 3. Sirumasondi, Rumasingap, Depari. 4. Sidabutar. 5. Sidabariba, Solia. 6. Sidebang, Boliala. 7. Pintubatu, Sigiro. 8. Tambun (Tambunan), Doloksaribu, Sinurat, Naiborhu, Nadapdap, Pagaraji, Sunge, Baruara, Lumban Pea, Lumban Gaol. Keturunan Si Raja Oloan melahirkan marga dan marga cabang berikut: 1. Naibaho, Ujung, Bintang, Manik, Angkat, Hutadiri, Sinamo, Capa. 2. Sihotang, Hasugian, Mataniari, Lingga. 3. Bangkara. 4. Sinambela, Dairi. 5. Sihite, Sileang. 6. Simanullang. Keturunan Si Raja Huta Lima melahirkan marga dan marga cabang berikut: 1. Maha. 2. Sambo. 3. Pardosi, Sembiring Meliala. Keturunan Si Raja Sumba melahirkan marga dan marga cabang berikut: 1. Simamora, Rambe, Purba, Manalu, Debataraja, Girsang, Tambak, Siboro. 2. Sihombing, Silaban, Lumban Toruan, Nababan, Hutasoit, Sitindaon, Binjori. Keturunan Si Raja Sobu melahirkan marga dan marga cabang berikut: 1. Sitompul. 2. Hasibuan, Hutabarat, Panggabean, Hutagalung, Hutatoruan, Simorangkir, Hutapea, Lumban Tobing, Mismis. Keturunan Toga Naipospos melahirkan marga dan marga cabang berikut: 1. Marbun, Lumban Batu, Banjarnahor, Lumban Gaol, Meha, Mungkur, Saraan. 2. Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, Situmeang. (Marbun marpadan dohot Sihotang, Banjar Nahor tu Manalu, Lumban Batu tu Purba, jala Lumban Gaol tu Debata Raja. Asing sian i, Toga Marbun dohot si Toga Sipaholon marpadan do tong) ima pomparan ni Naipospos, Marbun dohot Sipaholon. Termasuk do marga meha ima anak ni Ompu Toga sian Lumban Gaol Sianggasana. *** DONGAN SAPADAN (TEMAN SEIKRAR, TEMAN SEJANJI) Dalam masyarakat Batak, sering terjadi ikrar antara suatu marga dengan marga lainnya. Ikrar tersebut pada mulanya terjadi antara satu keluarga dengan keluarga lainnya atau antara sekelompok keluarga dengan sekelompok keluarga lainnya yang marganya berbeda. Mereka berikrar akan memegang teguh janji tersebut serta memesankan kepada keturunan masing-masing untuk tetap diingat, dipatuhi, dan dilaksanakan dengan setia. Walaupun berlainan marga, tetapi dalam setiap marga pada umumnya ditetapkan ikatan, agar kedua belah pihak yang berikrar itu saling menganggap sebagai dongan sabutuha (teman semarga). Konsekuensinya adalah bahwa setiap pihak yang berikrar wajib menganggap putra dan putri dari teman ikrarnya sebagai putra dan putrinya sendiri. Kadang-kadang ikatan kekeluargaan karena ikrar atau padan lebih erat daripada ikatan kekeluargaan karena marga. Karena ada perumpamaan Batak mengatakan sebagai berikut: "Togu urat ni bulu, toguan urat ni padang; Togu nidok ni uhum, toguan nidok ni padan" artinya: "Teguh akar bambu, lebih teguh akar rumput (berakar tunggang); Teguh ikatan hukum, lebih teguh ikatan janji" Masing-masing ikrar tersebut mempunyai riwayat tersendiri. Marga-marga yang mengikat ikrar antara lain adalah: 1. Marbun dengan Sihotang 2. Panjaitan dengan Manullang 3. Tampubolon dengan Sitompul. 4. Sitorus dengan Hutajulu - Hutahaean - Aruan. 5. Nahampun dengan Situmorang. (Disadur dari buku "Kamus Budaya Batak Toba" karangan M.A. Marbun dan I.M.T. Hutapea, terbitan Balai Pustaka, Jakarta, 1987)

Entri Populer

berbagi 4 SHARED

sport.detik

lintas.me - Terpopular

Tribunnews - RSS

Bola.net

Goal.com News - Indonesian

Beritabola.com

Viva News