Waktu

Sunday, September 18, 2011

sejarah transportasi indonesia dan jakarta

BAB II SEJARAH TRANSPORTASI JAKARTA A. Masa Awal Pelabuhan Sunda Kelapa Sejarah transportasi kota Jakarta bermula dari sebuah pelabuhan yang bernama Sunda Kelapa. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan dari kerajaan Pajajaran. Sebelumnya merupakan milik kerajaan Tarumanegara yang dipakai untuk transportasi barang-barang dagangan dengan pedagang-pedagang dari India dan Cina. Sejak dulu Sunda Kelapa merupakan pelabuhan yang cukup strategis dan ramai. Maka tidak heran sejak dulu arus transportasi sudah sedemikian padat di pelabuhan ini. Sekitar tahun 1859, Sunda Kalapa sudah tidak seramai masa-masa sebelumnya. Akibat pendangkalan, kapal-kapal tidak lagi dapat bersandar di dekat pelabuhan sehingga barang-barang dari tengah laut harus diangkut dengan perahu-perahu. Oleh karena itu dibangunlah pelabuhan baru di daerah tanjung priok sekitar 15 km kearah timur dari pelabuhan sunda kelapa. Untuk memperlancar arus barang maka dibangun juga jalan kereta api pertama (1873) antara Batavia – Buitenzorg (Bogor). Empat tahun sebelumnya muncul trem berkuda yang ditarik empat ekor kuda, yang diberi besi di bagian mulutnya. Dari sejarah diatas bisa diambil kesimpulan bahwa sejak dulu kota Jakarta merupakan kota dengan arus perpindahan barang maupun orang yang cukup padat. Infrastruktur dasar perkotaannya pun merupakan infrastrukur transportasi seperti pelabuhan dan jalur kereta api. B. Gerobak Sapi Dan Trem Perkembangan tranportasi kota Jakarta pun memasuki babak baru ketika daerah-daerah pemukiman muncul didaerah sekitar pelabuhan. Mulailah muncul jalan-jalan penghubung di daerah sekitar pelabuhan. Hingga zaman sebelum kemerdekaan , Jakarta sudah berubah menjadi sebuah kota yang modern yang kala itu bernama Batavia. Pada saat itu, tahun 1943 sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, ada angkutan massal yang disebut Zidosha Sokyoku (ZS). Jangan membayangkan bentuk kendaraan yang bermesin, angkutan tersebut berupa sebuah gerobak yang ditarik seekor sapi, bahkan ketika keadaan serba sulit karena perang sapi penariknya justru disembelih untuk dimakan. Selain itu sejak tahun 1910, Jakarta sudah mempunyai jaringan trem. Trem adalah kereta dalam kota yang digerakkan oleh mesin uap. Trem merupakan angkutan massal pertama yang ada di Jakarta. Ketika itu Jaringan trem di Jakarta sudah melayani arus perpindahan dari pelabuhan hingga kampung melayu. Sampai saat ini peninggalan jejak trem di Jakarta masih bis kita lihat diantaranya di museum fatahillah serta di Jembatan bekas trem yang milintas sungai Ciliwung di daerah Raden Saleh atau Dipo trem yang sekarang ditempati PPD sebagai dipo di daerah Salemba. Dapat disimpulaan ketika itu transportasi massal menjadi pilihan utama masyarakat untuk berpergian di dalam kota. C. Oplet, Bus, Dan Kendaraan Pribadi Kebijakan mulai beralih kepada penggunaan kendaraan pribadi sejak taun 1960an ketika presiden Sukarno memerintahkan penghapusan trem dari Jakarta dengan alasan bahwa trem sudah tidak cocok lagi untuk kota sebesar jakarta. Sayangnya ketika trem dihapus, sebelumnya tidak diimbangi dengan jumlah bus. Ketika itu politik kita yang ‘progresif revolusioner’ berpihak ke Blok Timur yang sedang berkonfrontasi dengan Blok Barat yang dijuluki Nekolim (neokolonialisme, kolonialisme, dan imperialisme). Tidak heran bus-bus yang beroperasi di jakarta berasal dari Eropa Timur, seperti merek Robur dan Ikarus. Akan tetapi, karena jumlahnya tidak banyak, opletlah yang mendominasi angkutan di Jakarta . Sampai-sampai beroperasi ke jalan-jalan protokol, di samping becak untuk jarak dekat. Waktu itu oplet (dari kata autolet) bodinya terbuat dari kayu yang dirakit di dalam negeri. Sedangkan mesinya dari mobil tahun 1940-an dan 1950-an, seperti merek Austin dan Moris Minor (Inggris) serta Fiat (Italia). Di Jakarta juga disebut ostin, mengacu nama Austin, yang sisa-sisanya kini dapat dihitung dengan jari. Untuk angkutan umum yang menggunakan bus seperti sekarang kita mengenal PPD sejak tahun 1920-an Berdiri Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta atau disingkat Perum PPD. PPD ini merupakan penggabungan dari alat transportasi milik Nederlansch Indische Tram Matschappij dengan Bataviach Electrische Tram Matschappij. Nah PPD inilahyang menjadi saksi bisu perkembangan alat transportasi massal yang digunakan dari dulu sampai sekarang.selain PPD ada juga Djawatan Angkoetan Motor Repoeplik Indonesia atau DAMRI. Damri dibentuk pada tahun 1946 dengan tugas utama menyelenggarakan pengangkutan darat dengan bus, truk, dan angkutan bermotor lainnya (R. Khadafi, 2009: 2). Kemudian pada tahun 1970an terjadi peningkatan jumlah kendaraaan secara signifikan di Jakarta. Terjadilah revolusi transportasi yang melanda Jakarta. Masyarakat berlomba-lomba untuk memiliki kendaraaan pribadi. Seakan-akan belum menjadi orang kaya jika belum mempunyai mobil pribadi. Ditunjang oleh sistem pengkreditan yang luar biasa mudah, membuat ,aysrakat berlomba-lomba memiliki mobil pribadi. Pemerintah pun seakan mendukung program ‘pembelian kendaraan pribadi’ ini. Jalan-jalan utama diperlebar, jalur-jalur ditambah, dan kebijakan-kebijakan lain yang semakin memanjakan penggunaan mobil pribadi. Akmumulasi akibat dari kebijakan ini adalah keadaan Jakarta seperti sekarang. Dimana kapasitas jalan sudah tidak mampu lagi menampung arus kendaraan yang melintas diatasnya smentra pertumbuhan pemilikan kendaraan tetap saja tinggi. Kereta rel listrik (KRL) jabodetabek mulai di operasikan oleh PJKA sejak tahun 1976. KRL ini terdiri dari 2 kelas yaitu kelas ekonomi dan kelas ekspres yang menggunakan pendingin udara. Jalur KRL melewati beberapa stasiun sentral, seperti Stasiun Tanah Abang, Jati Negara, Pasar Senen, dan Manggarai (R. Khadafi, 2009: 2). Sebenarnya kebijakan transportasi Jakarta, dalam satu dasawarsa terakhir, sudah memasuki tahapan baru. Pemerintah mulai menyadari bahwa untuk kota seperti Jakarta, penggunaan transportasi yang bersifat massal lebih menguntungkan dibandingkan transportasi yang berbasis kendaraan pribadi. Hal ini bisa kita lihat pada kebijakan-kebijakan transportasi Jakarta dalam satu dasawarsa terakhir ini uyang mulai menunjukkan tren untuk mengurangi jumlah kendaran pribadi dan memperbaiki sistem angkutan umum di kota Jakarta. Di masa Gubernur Surjadi Soedirdja, Kepala DLLAJ DKI Jakarta J. P. Sepang diperintahkan untuk memberlakukan Sistem Satu Arah (SSA) pada sejumlah ruas jalan. Langkah ini meniru sistem di Singapura. Pemda DKI Jakarta di masa itu juga membuat jalur khusus bagi bus kota dengan cat warna kuning, termasuk membangun sejumlah halte bus dengan sarana telepon umum (Halte 2000). Lagi-lagi sayang, hal tersebut akhirnya juga diiringi dengan antrean kendaraan yang makin memanjang di jalan-jalan raya dan bus kota yang tidak juga tertib dalam menaik-turunkan penumpang. Kemudian, Pemprov DKI Jakarta saat itu juga mempraktekkan sistem pengaturan lampu lalu-lintas kawasan (Area Traffic Control System-ATSC) pada 110 persimpangan yang bisa disaksikan setiap sore melalui tayangan Metro TV. Tapi sistem adopsi Jerman itu tidak efektif untuk mengatasi persoalan transportasi di Jakarta, kalah oleh hujan lebat yang turun dan berhasil mematikan lampu lalu lintas secara tiba-tiba. Pada tingkat struktur, Jakarta telah banyak diubah oleh pembangunan prasarana jalan raya dan tol. Prasarana ini telah mengubah peta kota dalam benak kita, tetapi tanpa menciptakan ruang kolektif baru yang dikenal secara tripologis. Perubahan ini membawa konsekwensi social geografis jalan lingkar membuat jarak tempat berseberangan (timur-barat, utara-selatan) menjadi lebih cepat, sementara jarak anatara pinggiran dan pusat semakin lama karena macet (M. Kusumawijaya, 2004: 63). D. Busway (TransJakarta) Terakhir, di akhir masa kepemimpinan Sutiyoso, wajah Ibukota dihiasi dengan bus TransJakarta yang menjadi tulang punggung konsep sistem transportasi makro/massal (baca: busway). Menurut data yang ada satu korodor TransJakarta sudah bisa mengurangi 14% jumlah mobil di jakarta. Dapat di bayangkan jika 50% sarana transportasi tersebut di bangun bbukan saja jumlah mobil yang lalu lalang menjadi turun drastis, tetapi biaya transportasi publik yang berada di kawasan Megapolitan Jabodetabek akan menjadi efisien (Sutiyoso, 2007: 105). Tetapi dengan 7 koridor efektif dan 329 armada bus, busway justru menjadi masalah baru. Beberapa catatan yang menyebabkan masalah dapat dengan mudah diidentifikasi, seperti pembangunan koridor di bahu jalan umum tanpa penambahan luas-panjang dan jaringan jalan, serta jumlah armada yang hanya mampu menyerap 210.000 penumpang per hari (berbanding 8,96 juta penduduk) dengan tingkat kepadatan yang tinggi (berdesakan), apalagi dengan kebijakan Fauzi Bowo yang memperbolehkan kendaraan lain melintasi jalur busway. Busway yang diklaim sebagai sarana transportasi massal-cepat itupun semakin minim sanjungan. Terbukti, hasil riset tim Japan International Cooperation Agency (JICA) menyatakan bahwa perpindahan pengguna kendaraan pribadi menjadi pengguna busway hanya mencapai 14%. Di sisi lain, Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia) menargetkan mampu menjual sekiar 420 ribu unit kendaraan setahunnya. Ini berarti masyarakat Ibukota tidak memiliki apresiasi yang baik terhadap busway sebagai tawaran para pengurus Ibukota (baca: Pemprov DKI Jakarta). Melihat dari sejarahnya pun, pola transportasi yang paling tepat untuk diterapkan di kota seperti Jakarta adalah transportasi yang bersiafat massal, yang mampu mengmindahkan banyak orang sekaligus dalam waktu yang relatif singkat, cepat, dan aman. Namun sayangnya hal ini tidak disadari oleh pengambil kebijakan ibukota di masa lampau. Bertuntungnya, pemerintah saat ini muali kembali ke arah kebjikan yang sesuai. Tren yang berkembang akhir-akhir adalah pengembangan sistem transportasi massal yang terpadu di DKI Jakarta. Hal ini sudah dimulai sejak diluncurkannya program Busway oleh gubernur Sutiyoso beberapa tahun yang lalu. E. Rencana Monorail Seajatinya pembangunan infrasturktur transportasi tidak dapat dilakukan dalam setahun dua tahun. Perlu kebijakan yang berkesinambungan agar masalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Pembangunan mass rapid transit(MRT) beserta sistem yang mendukungnya adalah solusi jangka yang harus terus diupayakan. Jakarta dalam hal ini sudah memiliki master plan untuk mengintegrasikan sistem busway, monorel, shelter bus, serta kereta listrik, sebagai MRT andalannya dimasa datang. Dengan berbagai kekurangannya, program busway dan kereta listrik bagaimanapun telah menjadi prioneer MRT yang harus terus didukung dan diperjuangkan. Tidak seperti busway yang sudah melenggang, monorail hingga kini masih menyisakan cerita sendu. Awalnya walau rasa antipati mendadak ingin menolak lagi lantaran waswas pada dampak macetnya, namun kali ini telinga rasanya mendengar sesuatu yang lebih sejuk. Monorail terdengar begitu modren, canggih dan berbeda. Karenanya, ketika masyarakat diajak bermacet ria sepanjang jalan-jalan utama seperti kuningan, masih terbesit asa bahwa kita akan menikmatinya dalam waktu yang tidak terlalu lama. Sayangnya asa ini menjadi meredup karena investor swasta monorail tak mampu mencari pendanaan. Proyek yang terhenti menyisakan tiang-tiang yang terbengkalai dalam seribu bahasa (B. Susantono, 2009: 34). F. Kebijakan-Kebijakan Mengatasi Kemacetan Jakarta Dalam tanggung-jawabnya melayani kebutuhan publik Ibukota Negara. Dalam keseriusan membangun sistem transportasi massal-cepat, pengelola transportasi Ibukota (juga Indonesia) pun harus menguasai teknologi transportasi. Konsekuensinya adalah pengembangan industri transportasi yang mandiri. Untuk pengembangan sistem transportasi jangka panjang, hal ini akan lebih efisien daripada terus menerus melakukan ’impor’ teknologi dan pemeliharaannya yang sangat mahal. Namun, tersedianya sarana transportasi massal-cepat tidak bisa berdiri sendiri dalam menjamin efek yang diharapkan. Dibutuhkan strategi untuk ’mengarahkan’ pilihan masyarakat menggunakan sarana transportasi massal. Strategi ini akan berusaha melepaskan masyarakat dari penggunaan kendaraan pribadi, sehingga sistem transportasi massal-cepat dapat berjalan efektif. Secara garis besar, aplikasi kebijakan insentif-disinsentifikasi pajak kendaraan dan kuota kepemilikan adalah strategi yang tegas bagi para pengguna kendaraan pribadi. Selain dapat memaksimalkan penggunaan sarana transportasi massal-cepat oleh sebanyak-banyaknya penduduk, dana yang terkumpul dari strategi ini juga dapat dialokasikan untuk terus membangun sistem transportasi massal-cepat yang telah diproyeksikan. Berikut ini adalah beberapa aplikasi diatas: “Congestion Charging” atau pajak kemacetan adalah pengenaan pajak pada kendaraan yang melewati wilayah-wilayah tertentu di dalam sebuah kota, dengan klasifikasi jenis kendaraan tertentu dan pada waktu tertentu. London, Trondheim, Durham dan beberapa kota lainnya di Eropa menggunakan strategi ini. Pembayaran pajak dapat dilakukan melalui account khusus atau tempat lainnya. Kendaraan yang melewati zona tersebut dimonitor oleh kamera khusus yang merekam plat mobil yang lewat. Semua uang yang terkumpul dari congestion charging diinvestasikan untuk membangun fasilitas sistem transportasi kota. Kemudian juga ada strategi penerapan peraturan pembatasan usia kendaraan dan kelaikan operasional kendaraan bermotor. Dengan begitu, pertumbuhan jumlah kendaraan dalam kurun waktu tertentu dapat dikontrol. Cara ini juga bisa diparalelkan dengan pengenaan pajak tinggi kepada para pemilik kendaraan lebih dari satu. Strategi selanjutnya adalah sistem kuota (Vehicles Quota System-VQS). Dengan sistem kuota maka tingkat pertumbuhan kendaraan dapat ditekan sekecil mungkin. Di Singapura, cara ini mampu menekan pertumbuhan kendaraan sebesar 3% per tahun. Selain itu dapat diberlakukan pola Mobil Liburan (Weekend Car-WEC). Mobil-mobil ini dibatasi penggunaannya hanya pada akhir pekan atau di luar jam sibuk (peak hours). Kompensasinya, setiap pemilik kendaraan WEC akan memperoleh potongan biaya tambahan pendaftaran kendaraan atau potongan biaya pajak.

Saturday, September 17, 2011

pelaksanaan kontruksi beton

MEMPEROLEH SUATU SUATU HASIL BETON YANG BAIK

Untuk memperoleh suatu suatu hasil kontruksi beton yang baik dan sesuai dengan yang diinginkan ada beberapa hal yang perlu di perhatikan antara lain :

A. Proses Desain
B. Material Kontruksi
C. Pelaksanaan Kontruksi


A. PROSES DESAIN

Proses desain merupakan proses perhitungan dimensi struktur beton yang akan digunakan, proses perhitungan kekuatann karakteristik beton, serta perhitungan luas tulangan yang dibutuhkan untuk struktur beton. Dalam proses perhitungan tersebut harus juga mempertimbangkan faktor keamanan,

B. MATERIAL KONTRUKSI
1. Umum
Beton adalah suatu matrik bahan yang terbentuk dari “bahan pengisi” yang diikat oleh pasta semem yang mengeras. Bahan pengisi disini biasanya gabungan antara agregat halus dan agregat kasar atau bisa ditambah dengan menggunakan bahan tambah admixture. Pasta semen sebagai bahan pengikat, terbentuk dari semen yang bereaksi dengan air yang akibat proses hidrasi kemudian mengeras. Beton digunakan secara struktural pada bangunan-bangunan pondasi, kolom, balok dan plat, kemudian pada konstruksi cangkang (shell), jalan, menara, dam, pelabuhan bangunan lepas pantai dan sebagainya.
Beton merupakan struktur yang mendukung berdirinya suatu konstruksi. Beton terdiri dari campuran semen, agregat, air dan bahan tambahan (admixture) yang berfungsi untuk merubah sifat- sifat tertentu dari beton tersebut jika diperlukan. Bahan – bahan inilah sebagai bahan penyusun beton.
Beton dapat diklasifikasikan berdasarkan berat jenis dan kelasnya. Berdasarkan berat jenisnya beton dibedakan menjadi :
1. Beton ringan.
2. Beton sedang.
3. Beton berat.



2. Komposisi
Jenis material pembentuk beton
Material pokok pembentuk beton adalah :
a. Bahan pengisi yaitu :
- Agregat halus : pasir alami, pasir pemecahan.
- Agregat kasar : koral, batu pecah.
b. Bahan pengikat yaitu : pasta semen yang terbentuk dari semen dan air.
Disamping bahan pengisi/ material pokok tersebut, bisa juga ditambahkan bahan lain, yang tujuannya mengubah sifat dari beton, misalnya : Bahan Retarder untuk memperlambat waktu pengikatan beton (setting time).
Setiap bahan campuran untuk beton mempunyai syarat-syarat tertentu untuk dapat digunakan untuk campuran beton.

Syarat-Syarat Agregat Halus untuk Beton
 Agregat dapat berupa pasir alam atau sebagai hasil desintegrasi alami atau batu-batuan atau berupa pasir-pasir buatan yang dihasilkan oleh alat-alat pemecah batu dan yang lolos ayakan 4mm minimum 2% sedangkan yang lolos ayakan 1mm minimum 10% dan lolos ayakan 0,25mm antar 80-90% semuanya dihitung tehadap beratnya.
 Butiran agregat tidak pecah atau hancur karena pengaruh cuaca.
 Agregat tidak boleh mengandung organik terlalu banyak.
 Agregat tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% berat keringnya dll.

Syarat-Syarat Agregat Kasar untuk Beton
 Agregat yang berupa batu pecah dan dengan ukuran butiran lebih besar dari 5mm.
 Agregat harus berbutir kasar dan tidak berpori.
 Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% berat keringnya.
 Tidak boleh mengandung zat-zat reaktif (alkali) dll.
Syarat-Syarat Semen untuk Beton
 Untuk konstruksi beton bertulang pada umumnya dipakai jenis semen yang ditentukan dalam NI-8.
 Apabila diperlukan syarat-syarat khusus mengenai sifat betonnya, maka dapat dipakai jenis-jenis lain dari pada yang telah ditetapkan dalam NI-8 seperi semen portland tras, semen alumina tahan sulfat dll. Dalam hal ini pelaksanaan diharuskan untuk meminta pertimbangan-pertimbangan dari lembaga pemeriksaan bahan-bahan yang telah diakui.
 Untuk beton mutu B, dapat digunakan semen tras kapur dll.
Dalam menghasilkan beton-beton yang berkualitas perlu diadakan pemilihan bahan yang sesuai yang terlebih dahulu diadakan pemeriksaan terhadap bahan-bahan tersebut. Mengingat banyaknya hal yang mungkin bisa mempengaruhi kualitas dari beton maka pemilihan bahan dan cara konstruksi tidaklah mudah untuk dikerjakan dan dalam hal ini kualitas dan faktor ekonomis dan bahan juga harus diperhatikan.

C. PELAKSANAAN KONTRUKSI
Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pekerjaan beton adalah:

1. Faktor air semen, yaitu perbandingan berat air adukan dengan berat semen di dalam campuran beton, harus tetap sesuai dengan yangdirencanakan. Tidak boleh ada tambahan air adukan atau pengurangan air adukan selama pembetonan.

2. Pembetonanan harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga campuran seragam (uniform), baik sewaktu pengadukan maupun penuangan sampai penyelesaian akhir.

3. Beton harus mudah dikerjakan, meliputi mudah diisi ke cetakan dengan baik, mudah dituang dan mudah dipadatkan (tidak terjadi segregasi ataupun bleeding).

4. Perawatan (curing) yang baik pasca-pembetonan.Pemasangan bantalan papan

Pelaksanaan faktor-faktor di atas ditentukan oleh:

1. Pekerjaan bekisting (form work),
2. Pekerjaan penulangan,
3. Pekerjaan pembetonan,
4. Perawatan (curing).

1. Pekerjaan Bekisting (Form Work)

Pekerjaan bekisting yang baik ditentukan oleh pemakaian bahan dengan kualitas yang baik dan cukup kuat, serta pengerjaan sesuai dengan dimensi yang direncanakan.

Bahan bekisting yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan:

1. Tidak bocor dan menghisap air dalam campuran beton. Bila hal ini terjadi, faktor air semen rasio dalam beton akan berkurang, sehingga mutu beton terganggu. Pada bagian yang bocor akan terjadi keropos atau sarang kerikil atau pasir.

2. Untuk beton dengan permukaan artistik, bekisting harus mempunyai tekstur seperti yang diinginkan, seperti licin atau bergaris, sehingga beton yang dihasilkan mempunyai permukaan yang baik.

3. Kekuatan bekisting harus diperhitungkan. Bekisting yang kurang kuat dapat menjadikan perubahan bentuk dari beton yang direncanakan. Dalam beberapa kasus terjadi keruntuhan pada waktu pengecoran, akibat sokongan yang tidak memadai.

3. Ukuran atau dimensi sesuai dengan yang direncanakan.

5. Kebersihan dalam bekisting diperiksa sebelum penuangan beton.



2. Pekerjaan Pembetonan

Pelaksanaan pembetonan dikerjakan melalui beberapa tahapan pengerjaan beton yang meliputi:

a. Pekerjaan persiapan,
b. Penakaran,
c. Pengadukan,
d. Pengangkutan,
e. Penuangan (pengecoran),
f. Pemadatan,
g. Penyelesaian akhir.

a. Pekerjaan Persiapan

Tahap pertama dari pengerjaan beton adalah pekerjaan persiapan. Pekerjaan persiapan sangat penting untuk memastikan kelancaran pengerjaan beton selanjutnya.

Pekerjaan persiapan meliputi kebersihan alat-alat kerja, pemeriksaan bekisting (form work), pemeriksaan tulangan, sambungan pengecoran atau penghentian pengecoran. Pada bagian struktur yang kedap air harus dipasang penahan air (waterstop). Hal-hal lain yang harus diperhatikan adalah ketersediaan bahan yang cukup untuk volume pengecoran yang diinginkan, seperti kerikil, pasir dan semen, dan tersedia jalan atau akses ke tempat penuangan terakhir, seperti jalan untuk kereta sorong.

Biasanya hal-hal di atas dituangkan dalam bentuk lembaran checklist. Untuk pekerjaan yang memakai tenaga pengawas, penuangan atau pengecoran dimulai setelah checklist diperiksa dan disetujui pengawas.

b. Penakaran

Penakaran bahan-bahan penyusun beton harus mengikuti ketentuan tata cara pengadukan dan pengecoran beton sebagai berikut:

1. Beton-beton dengan kekuatan tekan (fc’) lebih besar atau sama dengan 20 MPa, proporsi bahan harus menggunakan takaran berat.

2. Beton-beton dengan kekuatan tekan (fc’) lebih kecil dari 20 MPa, proporsi bahan dapat menggunakan takaran volume. Penakaran berat menggunakan alat timbang sepatutnya memberikan hasil penakaran yang baik, tidak dipengaruhi oleh pengembangan pasir dan kepadatan timbunan material. Penakaran cara ini sulit dilakukan di tempat pekerjaan bila pengadukan dilakukan dengan mesin aduk (mixer) yang mobile.

c. Pengadukan

Pengadukan beton dapat dilakukan dengan 2 cara:
• Cara manual
• Cara masinal

• Pengadukan cara manual:
Pengadukan cara manual dilakukan dengan tangan dan takaran dilakukan dengan takaran volume. Pengadukan ini biasanya dilakukan untuk pengecoran beton yang bukan struktural, seperti lantai kerja, tiang dan balok perkuatan pasangan dinding bata. Tatacara pengadukan manual dimulai dengan pasir dan semen dicampur (dalam keadaan kering) dengan komposisi yang telah ditentukan, di atas tempat yang datar dan kedap air. Pencampuran dilakukan sampai didapatkan warna yang homogen, kemudian ditambahkan dengan kerikil dan diaduk kembali hingga merata, kemudian dibuat lubang di tengah adukan dan tuangkan air di tengah lubang kira-kira 75% dari yang dibutuhkan. Pengadukan dilanjutkan hingga merata dan tambahkan air sedikit demi sedikit sambil mengaduk.

• Pengadukan cara masinal:

Pengadukan secara masinal dengan mesin aduk (mixer) dilaksanakan untuk pengecoran beton struktur, dan volume pengecoran yang cukup besar.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengadukan secara masinal:
 Bagian dalam dari wadah alat pengaduk harus cukup basah, sehinggatidak menambah atau mengurangi air pencampur.

 Lamanya waktu pengadukan sesuai dengan kapasitas dari mixer

 Bahan–bahan seperti pasir dan kerikil harus dalam keadaan SSD(saturated surface dry) supaya pengawasan faktor air semen yang tetapuntuk setiap pengadukan dapat dilaksanakan.


 Wadah alat transport harus dibasahi air sebelum beton dituang kedalamnya.

 Mesin aduk (mixer) tidak boleh diisi melebihi kapasitasnya, karena akanmenyebabkan bahan tumpah sehingga proporsi bahan menjadi tidaktepat.


d. Pengangkutan

Pengangkutan beton segar harus memenuhi ketentuan-ketentuan berikut ini:
1. Pengangkutan beton dari tempat pengadukan hingga ke tempat yang dicor harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi segregasi.

2. Pengangkutan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan perubahan sifat beton yang telah direncanakan, seperti faktor air semen, slump, dan keseragaman adukan.

3. Waktu pengangkutan tidak boleh melebihi 30 menit. Bila diperlukan jangka waktu yang lebih lama, maka harus dipakai bahan tambahan penghambat pengikatan (admixture type retarder).

Di tempat pekerjaan, pengangkutan beton sampai ke tempat penuangan dapat menggunakan:
 Kereta sorong, gerobak roda satu.
 Saluran atau talang (chute).
 Ban berjalan.
 Pompa beton (concrete pump).
 Wadah atau bucket dari baja dengan bukaan bagian bawah dan diangkatdengan tower crane atau crane.

e. Penuangan (Pengecoran)

Cara penuangan (pengecoran) beton mempunyai peranan yang sangat penting dalam menghasilkan beton dengan mutu yang diinginkan. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan antara lain:

 Beton yang dituang harus sesuai dengan kelecakan (workability) yang diinginkan, agar dapat mengisi bekisting dengan baik dan penuanganharus sedemikian rupa sehingga tidak terjadi segregasi. Segregasi adalah pemisahan butiran agregat kasar dari adukan dan dapat menyebabkan sarang kerikil yang mengakibatkan kekuatan beton berkurang.

 Harus diperhatikan kesinambungan penuangan beton, penuangan lapisan beton yang baru harus dilakukan sebelum lapisan beton sebelumnya mencapai waktu setting awal (initial setting time).


 Beton yang telah mengeras sebagian atau seluruhnya dan beton yang telah terkotori oleh bahan lain tidak boleh digunakan lagi.

Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai cara penuangan beton supaya tidak terjadi segregasi adalah:

1. Beton yang dicor harus pada posisi sedekat mungkin dengan acuan, tinggi jatuh penuangan adukan maksimum 60 cm (Gambar 1).





Gambar 1. Cara Penuangan yang Dapat Menghindari Segregasi


2. Untuk pengecoran kolom dan dinding penuangan dilakukan melalui pipa penghantar (tremie) sampai di bawah kolom. Bila penuangan dilakukanndari atas dengan ketinggian penuangan mencapai 3 – 4 m, beton yang dituang akan menumbuk tulangan dan bagian dasar, menyebabkan agregat kasar terlempar keluar dari adukan sehingga terjadi segregasi.

3. Bila tidak menggunakan tremie, pengecoran dilakukan melalui bukaan di dinding bekisting bagian bawah untuk mengurangi tinggi jatuh penuangan, seperti terlihat pada Gambar 2.






Gambar 2. Penuangan Melalui Jendela pada Bekisting Kolom

4. Pada pengecoran pelat lantai dan balok, penuangan sebaiknya dilakukan berlawanan terhadap arah pengecoran atau menghadap beton yang telah dituang.

5. Beton yang dituang harus menyebar, tidak boleh ditimbun pada suatu tempat tertentu dan dibiarkan mengalir ke dalam bekisting.

6. Arah penuangan adukan pada permukaan yang miring harus dilakukan dari bawah ke atas, sehingga kepadatan bertambah sejalan dengan bertambahnya berat adukan beton yang baru ditambahkan.

f. Pemadatan

Pemadatan beton pada pelaksanaan merupakan suatu pekerjaan yang sangat penting dalam menentukan kekuatan dan ketahanan beton yang telah mengeras. Pemadatan beton harus dilakukan segera setelah beton dituang, dan sebelum terjadi waktu setting awal dari beton segar. Setting beton segar di lapangan dapat diperiksa dengan menusuk tongkat ke dalam beton tanpa kekuatan dan dapat masuk 10 cm. Tujuan pemadatan beton segar adalah untuk menghilangkan rongga-rongga udara sehingga dapat mencapai kepadatan maksimal. Tingkat kepadatan yang dapat dicapai bergantungpada:

1. Komposisi bahan beton.
2. Cara dan usaha pemadatan di lapangan.

Komposisi bahan yang perlu diperhatikan adalah:

1. Kelecakan (workability) dari adukan yang ditentukan oleh nilai slump-nya. Dengan nilai slump yang sesuai, bekisting akan terisi dengan baik.

2. Campuran yang terlalu banyak air akan menyebabkan segregasi.

3. Campuran yang gemuk (banyak semen) akan membuat beton yang lebih plastis, sehingga campuran lebih kompak.

Cara dan usaha pemadatan sangat dipengaruhi oleh kelecakan betonnya. Semakin lecak semakin mudah pemadatannya, makin rendah slump-nya makin sulit pemadatannya. Pemadatan secara mekanis lebih padat dibandingkan dengan cara manual.

Hal-hal yang perlu diperhatikan saat dilakukan pemadatan adalah:

1. Pemadatan dilakukan sebelum waktu setting, biasanya antara 1 sampai 4 jam bergantung apakah ada pemakaian admixture.

2. Alat pemadat tidak boleh menggetar pembesian, karena akan menghilangkan/melepaskan kuat lekat antara besi dengan beton yang baru dicor dan memasuki tahap waktu setting (setting time).

3. Pemadatan tidak boleh terlalu lama untuk menghindari bleeding, yaitu naiknya air atau pasta semen ke atas permukaan beton dan meningggalkan agregat di bagian bawah. Hal ini dapat menimbulkan permukaan kasar (honeycomb) di bagian bawah, dan beton yang lemah di dekat permukaan karena hanya terdiri dari pasta semen.

4. Untuk pengecoran bagian yang sangat tebal atau pengecoran massal, penuangan dan pemadatan dilakukan berlapis-lapis. Tebal setiap lapisan tidak boleh lebih dari 500 mm. Pemadatan dapat dilakukan dengan beberapa cara:

1. Cara manual
2. Menggunakan alat getar mekanis (vibrator)

Pemadatan dengan cara meanual dapat dilakukan dengan menusukkan sebatang tongkat atau besi tulangan ke dalam secara berulang-ulang, atau dengan menumbuk beton segar dengan alat penumbuk. Pemadatan dengan penumbukan dilakukan bila mengecor beton tumbuk yaitu beton dengan air yang sangat sedikit, atau campuran yang kaku. Pemadatan dengan penusukan tongkat dilakukan terhadap beton yang cukup plastis. Terdapat beberapa jenis alat getar mekanis, antara lain:

1. Jarum penggetar.
2. Penggetar permukaan.
3. Penggetar bekisting/acuan.
4. Meja getar.
5. Balok penggetar.

Alat penggetar mekanis yang paling banyak dipakai adalah jarum penggetar, jarum penggetar terdiri dari mesin dan selang karet dengan ujung baja lancip yang menggetar antara 3000 sampai 12000 getaran per
menit.

Berikut ini beberapa pedoman proses pemadatan menggunakan alat jarum penggetar:

1. Pemadatan dilakukan secara vertikal dan masuknya ujung getar oleh beratnya sendiri.

2. Penggetaran dilakukan pada spasi atau jarak yang teratur yang masih dalam pengaruh ge taran antara satu titik dengan titik lainnya.

3. Bila permukaan sekeliling jarum mulai menunjukan berkumpulnya pasta semen atau menjadi licin, maka pemadatan telah cukup dan harus pindah ke titik lainnya, dengan menarik pelan-pelan keluar sehingga lubang yang ditinggalkan ujung penggetar dapat tertutup dengansendirinya.

4. Lamanya waktu penggetaran di setiap titik adalah 5 – 15 detik.

5. Penggetaran tidak boleh dilakukan terlalu lama sampai terjadi bleeding.

6. Tidak terjadi kontak antara alat getar dengan pembesian, karena dapat merusak daya lekat ujung pembesian lain dengan beton yang telah mulai setting.

7. Tidak terjadi persinggungan antara alat penggetar dengan bekisting.

8. Tidak boleh menggunakan alat getar untuk mengalirkan adukan beton dalam pengisian bekisting.

9. Tebal lapisan yang dicor tidak boleh lebih tebal dari panjang batang penggetar.

g. Penyelesaian Akhir

Penyelesaian akhir merupakan pekerjaan meratakan pemukaan beton segar sesuai dengan tebal dan jenis permukaan yang direncanakan. Penyelesaian akhir permukaan beton dapat dilakukan dengan cara manual atau masinal. Penyelesaian secara manual menggunakan raskam/sendok dan dilakukan dengan tangan, sedangkan secara masinal menggunakan mesin trowel. Mesin trowel mempunyai dasar yang terdiri dari beberapa daun pelat baja yang dapat berputar dan menghaluskan permukaan beton. Permukaan yang diselesaikan dengan mesin trowel lebih kuat dan awet dibandingkan dengan pekerjaan tangan.

Kadang-kadang penyelesaian tekstur permukaan akhir dilakukan secara khusus. Antara lain adalah sebagai berikut:

1. Permukaan bertekstur yang dibentuk dari pemakaian bekisting dengan permukaan tekstur.

2. Permukaan yang berbentuk tekstur, dengan menggunakan alat pencetak (stamp concrete). Pembentukan tekstur dengan alat pencetak dilakukan saat beton mulai memasuki setting awal, dengan menekan cetakan karet (dengan permukaan bertekstur) ke permukaan beton, kadang-kadang diberi lapisan pigmen warna sebelum ditekan.

3. Pembuatan tekstur dengan cara mekanis misalnya dengan cara abrasi setelah beton mengeras.

Untuk menyesuaikan fungsi akhir dari beton yang dicor, kadang-kadang ditambahkan bahan pelapis permukaan dan dikerjakan sesuai dengan tekstur permukaan yang direncanakan. Terdapat beberapa jenis bahan pelapis, antara lain:

1. Tambahan adukan pasta semen atau semen kering.

2. Tambahan bahan pengeras permukaan (floor hardener), gunanya untuk mendapatkan permukaan yang keras dan tahan aus. Biasanya dilakukan untuk lapisan perkerasan jalan, pelat lantai parkir dan lain-lainnya. Jumlah persentase bahan yang dipakai bergantung pada tingkat lalu lintas yang dilayani, untuk lantai parkir biasanya 3 – 5 kg/m2, sedangkan untuk lalu lintas berat pemakaian bahan ini mencapai 7 – 10 kg/m2.

3. Tambahan pigmen warna, untuk mendapatkan permukaan yang berwarna. Pengerjaan lapisan penyelesaian akhir permukaan dengan bahan pelapis biasanya menggunakan mesin trowel. Hal ini karena akan menghasilkan permukaan yang lebih kuat karena alat trowel lebih kuat menekan bahan pelapis sehingga lebih bersatu dengan beton di bawahnya.

h. Pekerjaan Perawatan (Curing)

Tujuan perawatan beton adalah memelihara beton dalam kondisi tertentu pasca pembukaan bekisting (demoulding of form work) agar optimasi kekuatan beton dapat dicapai mendekati kekuatan yang telah direncanakan. Perawatan ini berupa pencegahan atau mengurangi kehilangan/penguapan air dari dalam beton yang ternyata masih diperlukan untuk kelanjutan proses hidrasi. Bila terjadi kekurangan/kehilangan air maka proses hidrasi akan terganggu/terhenti dan dapat mengakibatkan terjadinya penurunan perkembangan kekuatan beton, terutama penurunan kuat tekan.

Friday, September 16, 2011

rencana kerja dan syarat -syarat pekerjaan baja

BAB V

PEKERJAAN BAJA


Pasal 1

MATERIAL

1.1. Seluruh material baja yang digunakan adalah baja dengan tegangan leleh minimal 3900 kg/cm2
(ASTM A – 606). Khusus untuk bolt structural digunakan baja mutu tinggi (ASTM – 325 – N).

1.2. Semua baja yang digunakan adalah baja baru yang belum pernah digunakan.

1.3. Material baja harus bersih dari karat dan kotoran lain yang menempel.

1.4. Material baja yang digunakan harus lurus dan tidak penyok.

1.5. Las yang digunakan adalah las listrik dengan electrode yang sesuai dengan ASTM A – 5.1.



Pasal 2

PEKERJAAN PERSIAPAN DAN PABRIKASI

2.1. Sebelum dilakukan pekerjaan pembuatan rangka baja,seluruh material baja yang akan digunakan sudah harus tersedia di lapangan dan mendapat persetujuan dari pengawas lapangan.

2.2. Material baja yang berada dilokasi, harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kontak langsung antara baja dengan tanah, dan penumpukan harus diberikan tumpuan yang kuat untuk menahan beban tumpukan.

2.3. Setiap 5 m komponen yang dirakit harus diberi minimal 1 tumpuan.

2.4. Toleransi bentang hasil rakitan yang diizinkan adalah ± 5 mm dari shop drawing yang disetujui dan pertemuan antara komponen harus sesuai dengan gambar kerja.

2.5. Sebelum dipasang, material baja yang mengalami deformasi harus diperbaiki terlebih dahulu dengan cara yang tidak merusak bahan. Bila perbaikan dilakukan dengan pemanasan, temperature tidak boleh dari 650 ºC.

2.6. Pelaksanaan pembuatan struktur rangka baja dapat dilakukan di luar lokasi pekerjaan dengan pertimbangan untuk efektivitas pelaksanaan pekerjaan setelah mendapat persetujuan Direksi.





Pasal 3

PEMOTONGAN, TEKUK DAN PERLUBANGAN


3.1. Pemotongan material baja dilakukan dengan cara mekanik yaitu : gergaji, grinding atau pemotongan otomatis dengan gas. Deformasi dan kerusakan akibat pemotongan harus diperbaiki dan dihaluskan.

3.2. Pekerjaan tekuk untuk material baja dilakukan dengan pemanasan dibawah 650 ºC.

3.3. Pekerjaan perlubangan untuk bolt dilakukan dengan bor. Kotoran disekitar lubang bolt harus dibersihkan. Letak lubang bolt harus akurat dan berhubungan satu dengan lain pada titik pertemuan batang. Toleransi ketelitian lubang bolt diizinkan sampai 1 mm.



Pasal 4

BOLT, MUR DAN RING

4.1. Sebelum pelaksanaan, bidang kontak pada sambungan harus bersih dari karat, debu, minyak, pernis, atau lapisan lain.

4.2. Bolt yang digunakan adalah bolt baja mutu tinggi (ASTM-325-N (bidang geser tidak ulir)) diameter ¾˝.

4.3. Bila permukaan kepala bolt atau mur membentuk kemiringan dengan baja antara 1/20 atau lebih, maka harus mendapat persetujuan dari pengawas lapangan.

4.4. Pengencangan dilakukan dengan memutar mur. Hanya bila tidak bisa dihindari kepala bolt boleh diputar dengan persetujuan pengawas lapangan.

4.5. Bolt pada sambungan yang dikombinasikan dengan las harus dikencangkan terlebih dahulu sebelum pengelasan dilaksanakan.

4.6. Bolt yang digunakan adalah yang baru, tidak boleh ada cacat dan karat yang timbul pada bolt pada saat pemasangan baut.

4.7. Setelah selesai pemasangan dan pengencangan bolt harus dicheck kembali sehingga pada saat pengoperasian tidak ada pergerakan bolt yang dapat mengakibatkan bolt longgar.


Pasal 5

PENGELASAN

5.1. Pengelasan hanya boleh dilakukan oleh tukang las yang berpengalaman, yang memiliki sertifikat ahli pengelasan.
5.2. Semua prosedur pengelasan yang akan dilakukan harus sesuai dengan prosedur AWS dan mendapat persetujan dari pengawas lapangan.

5.3. Pengelasan tidak boleh dilakukan dengan kondisi cuaca hujan, berangin kencang dan bila permukaannya kotor, basah dan kondisi tukang las tidak baik.

5.4. Mesin las yang digunakan harus mencapai kapasitas 25 – 40 volt dan 200 – 400 amp.

5.5. Ukuran, bentuk dan panjang pengelasan tidak boleh kurang atau lebih dari yang ditentukan dalam gambar tanpa persetujuan Pengawas Lapangan. Setiap lapis tahapan pengelasan harus dibersihkan dari kerak las.

5.6. Pengelasan tidak boleh berpindah tempat tanpa persetujuan dari Pengawas lapangan.

5.7. Base metal dengan tebal kurang dari 3mm tidak boleh digunakan untuk pengelasan yang bersifat structural.

5.8. Penghentian pengelasan harus dilakukan pada tempat yang dijamin tidak akan terjadi pembengkokan / pemuntiran.

5.9. Permukaan yang akan dilas harus rata dan harus dijamin tidak akan terjadi pembengkokan / pemuntiran pada bahan yang dilas selama pengelasan dan permukaan yang dilas bebas dari kotoran, minyak, material lepas dan lain –lain.

5.10. Semua bahan las (filter metal) yang telah diambil dari tempat aslinya harus dilindungi dan disimpan dengan baik sehingga sifat – sifat yang berhubungan dengan pengelasan tidak berubah. Elektroda dalam keadaan basah tidak dibenarkan untuk digunakan. Elektroda tipe low hydrogen harus dikeringkan dahulu menurut petunjuk dari pabrik sebelum digunakan.

5.11. Bagian las yang cacat harus dihilangkan tanpa merusak base metal. Penambahan las untuk mengganti yang dibuang harus dilakukan dengan menggunakan elektroda dengan ukuran yang lebih kecil dibandingkan elektroda yang digunakan elektroda yang digunakan untuk pengelasan utama dan tidak boleh berdiameter lebih dari 4 mm. Cacat base metal atau las lemah harus dibetulkan dengan membuang dan mengganti seluruh las atau dengan petunjuk sebagai berikut:

 Overlap atau cembung yang berlebihan yaitu dengan membuang weld metal yang berlebihan.
 Las terlalu cekung,under size atau under cutting yaitu dengan menambahkan las.
 Las keropos, kemasukan kotoran, pencampuran base dan weld yang tak sempurna yaitu dengan membuang dan melakukan las ulang.
 Retak las atau base metal yaitu dengan membuang retak dan perkuatan dengan metal 50mm pada ujung – ujung retak dan lakukan pengelasan ulang.

5.12. Peralatan keselamatan pada saat pengelasan harus dilengkapi dan memenuhi persyaratan kerja.





Pasal 6

PENGECATAN

6.1. Yang termasuk pekerjaan adalah pengecatan seluruh permukaan baja.

6.2. Pekerjaan pengecatan harus mendapat persetujuan dari Direksi Lapangan jenis cat dan warna.

6.3. Permukaan yang akan dicat terlebih dahulu dibersihkan dari kotoran – kotoran / debu yang menempel, lapisan minyak dan karat. Karat harus digosok dengan sikat baja dan dikertas pasir hingga tampak bersih, kemudian disiram dengan air bersih dan dikeringkan.

6.4. Lapisan pengecatan terdiri dari 3 lapisan pengecatan, dengan jenis cat sebagai berikut :

- Lapisan 1 : Cat dasar primer / menie AC
- Lapisan 2 : Cat AC (black)
- Lapisan 3 : Cat AC (black)

6.5. Pengecatan dilakukan lapis per lapis dan setiap lapisan dikeringkan dengan pengeringan udara hingga benar – benar kering sebelum dilakukan pengecatan lapis berikutnya. Pengecatan dilakukan dengan pengecatan semprot / spray.

6.6. Setelah pekerjaan cat selesai, seluruh bidang merupakan bidang yang utuh, rata tidak ada bagian yang belang – belang dan bidang yang telah dicat dijaga terhadap kotoran – kotoran yang melekat.

laporan laboratorium Aspal

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pengetahuan tentang bahan bangunan khususnya bangunna jalan raya merupakan sangat penting bagi mereka yang berkecimpung didunia konstruksi. Pengetahuan tentang bahan bangunan ini meliputi : macam – macamnya, sifat - sifatnya, bahan dasrnya, cara memproduksinya, syarat – syarat yang harus dipenuhi pengunaan dalam konstruksi perkerasan jalan

Aspal merupakan salah satu bahan yang sering digunakan dalam pembutan konstruksi perkerasan jalan khusunya pada lapis permukaan karena kelebihan yang dimilikinya antara lain, memiliki sifat elastis bila menerima beban kendaraan, memiliki skin resistence, mampu manhan bising, dan nyaman.

Sehinnga untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dari aspal tersebut maka, perlu dilakukan perencanaan cmapuran. Untuk mendapatkan persentase agregat dan aspal yang digunakan dalam aspal tersebut. Dalam melakukan perencanaan campuran diperlukan data karakteristik dari bahan penyusun agar diperoleh hasil komposisi yang tepat

Penggunaan bahan bangunaan ini haruslah proporsional dengan katalain adanya kesesuaian pelaksanaan dengan perencanaan. Hal ini gunannya untuk menghindari kesalah dalam proses pelaksanaan sehingga umur rencana jalan tersebut tidak sesuai dengan umur rencana. Untuk menghasilkan suatu campuran aspal panas yang bekualitas perlu diadakan Pemeriksaan terhadap bahan – bahan penyususn acampuran tersebut. Mengingat banyaknya hal yang memungkinkan dapat mempengaruhi kualitas dari campuran aspal panas maka pemilihan bahan dan cara pengujiaan tidaklah mudah untuk dikerjkan dalam hal ini kualitas dan faktor ekonomis dari bahan harus diperhatikan.


B. RUANG LINGKUP
Adapun ruang lingkup pembahasan pada laporan ini adalah sebagai berikut :
Pegujian agregat :
1. Pemerikasaan analisa saringan CA
2. Pemerikasaan analisa saringan MA
3. Pemerikasaan analisa saringan FA
4. Pemerikasaan analisa saringan Filler
5. Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat CA
6. Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat MA
7. Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat FA
8. Pemeriksaan flakines dan elongasion
9. Pemeriksaan agregat impact value
10. Pemeriksaan keausan agegat dengan mesin Lost Angeles
11. Pemeriksaan kesetaraan pasir
12. Pemeriksaan kadar lumpur
Pengujian aspal antara lain :
1. Pemeriksaan berat jenis aspal
2. Pemeriksaan penetrasi aspal
3. Pemeriksaan titik leleh aspal
4. Pemeriksaan kehilanangan berat aspal
5. Pemeriksaan kelektan aspal pada agegat

Perancangan campuran ;
1. Penggabungan campuran dengan cara diagonal
2. Pembuatan benda uji Marshall
3. Pengujian density benda uji Marshall
4. Pengujian stabilitas dan flow benda uji Marshall

Kualiti kontrol
1. Pengujian core driil
2. Pengujian kadar aspal dengan ekstraksi
3. Pengujian analisa saringan hasil ekstraksi


C. TUJUAN DAN MAMFAAT
Adapun tujuan dan mamfaat dari pengujian diats adalah sebagai berikut :
1. Agar dapat menambah wawasan mahasiswa agar lebih memahami karakterisrik bahan campuran aspal panas.
2. Untuk mengetahui secara detail bagaimana karakteistik dari bahan capuran aspal panas terhadap penggunaanya dalam konstruksi jalan raya, baik mutu, kualitas, komposisi, dan campurannya.
3. Agar mahasiswa dapat menentukan apakan bahan campuran aspal panas tersebut memenuhi persyaratan yang telah ditentukan sehingga mampu mengambil keputusan layak atau tidaknya bahan tersebut untuk digunakan dalam campuran aspal panas

BAB II
LANDASAN TEORI

A. STANDART YANG DIGUNAKAN

1. SNI (Standar Nasional Indonesia),
2. AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Officials),
3. ASTM (AmericanSociety for Testing and Materials),
4. dan standar lainnya yaitu sebagai berikut :
5. SNI 03-2417-1991 : Metoda pengujian keausan agregat dengan mesin abrasi Los Angeles
6. SNI 03-4141-1996 : Metoda pengujian jumlah bahan dalam agregat yang lolos saringan No. 200 (0,075 mm)
7. SNI 03-1968-1990 : Metode pengujian tentang analisis saringan agregat halus dan kasar
8. SNI 03-4428-1997 : Metode pengujian agregat halus atau pasir yang mengandung bahan plastis dengan cara setara pasir
9. SNI 03 -4141-1996 : Metode pengujian gumpalan lempung dan butir-butir mudah pecah dalam agregat
10. SNI 03-1969-1990 : Metode pengujian berat jenis dan penyerapan air agregat kasar
11. SNI 03-1970-1990 : Metode pengujian berat jenis dan penyerapan air agregat halus
12. SNI-06-2439-1991 : Metode pengujian kelekatan agregat terhadap aspal
13. Pennsylvania DoT Test : Determining the percentage of crushed fragments in No. 261 gravel
14. AASHTO TP-33 : Test procedure for fine aggregate angularity
15. BS 812-1975 : Pemeriksaan kepipihan dan kelonjongan agregat
16. SNI 06-2456-1991 : Penetrasi
17. SNI 06-2434-1991 : Titik lembek
18. SNI 06-2432-1991 : Daktilitas
19. SNI 06-2438-1991 : Kelarutan dalam C2HCl3
20. SNI 06-2433-1991 : Titik nyala
21. SNI 06-2488-1991 : Berat jenis
22. SNI 06-2441-1991 : Kehilangan berat
23. SNI 06-2456-1991 : Penetrasi setelah kehilangan berat
24. SNI 06-2432-1991 : Daktilitas setelah kehilangan berat
25. SNI 06-2434-1991 : Titik lembek setelah RTFOT
26. SNI 03-6411-2000 : Temperatur pencampuran dan pemadatan
27. SNI 06-2439-1991 : Kadar air
28. SNI-06-2489-1991 : Pengujian campuran beraspal dengan alat Marshall
29. AASHTO T164-1990 : Quantitative extraction of bitumen fro, bitumen paving mixes
30. AASHTO T166-1988 : Bulk spesific gravity of compacted bituminous mixes
31. AASHTO T168-1955 : Sampling for bituminous paving mixture
32. AASHTO T209-1990 : Maximum spesific gravity of bituminous paving mixtures
33. ASTM C-1252-1993 : Uncompacted void content of fine aggregate (as
influenced by particle shape, surface texture, and grading)
34. BS 598 Part 104 (1989) : Procedure used in the refusal density test

B. Agegat

Agregat / batuan didefenisiskna secara umum sebagai formasi kulit bumi yang keras dan penyal )solid) . ATM (1974) mendefenisikan batuan sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa masa berukuran besar maupun berupa fragmen – fragmen (39)
Agregat/batuan merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan yaitu mengandung 90 – 95% agregat berdasarkan persentase berat atau 75 – 85 % agregat berdasrkan persentase volume. Dengan demikian daya dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain.

1. Klasifikasi Agregat
a. Ditinjau dari asl kejadiannya
agegat batuan dapat dibedakan atas batuan beku, batuan sediment dan batuan matamorf.
Batuan Beku
Batuan yang berasl dari magma yang mendingin dan membeku. Dibedakan atas batuan beku luar (extrusive igneous rock) dan batuan beku dalam (intrusive igneous rock). Batuan beku luar dibentuk dari material yang kelua dari permukaan bumi di saat gunung merapi meletus. Akibat pengaruh cuaca mengalami pendinginaan dan membeku. Umumnya berbutir halus seperti batu apug, andesit, baslt oksidian dll. Batuan beku dalam dibentuk dalam dibentuk dari magma yng tidak dapat keluar ke permukaan bumi. Magma mengalami pendinginan dan membeku secara perlahan- lahan, bereksur kasar dan dapat ditemui dipermukaan bumi karena proses erosi dan gerakan bumi. Batuan beku jenis ini antara lain granit, gabbro, diorite dll.

Batuan Sedimen
Sedimen dapat berasl dari campuran partikel maineral, sisa hewan dan tanaman. Pada umunya merupakan lapisan – lapisan pada kulit bumi, asil endapat di danau, laut dst.
Berdasarkan cara pembentuknya batuan sedimen dapat dibedakan atas.
 Batuan sedimen yang dibentuk secara mekanik seperti breksi, kongongmerat, batu pasir, batu lempung. Batuan ini banyak mengandung silika.
 Batuan sidimen yang dibentuk secara organis seperti batu gamping , batu bara dll
 Batuan sedimen yang dibentuk secara kimiawi seperti batu gamping, garam, gips, flint.

Batuan Metamorf
Berasal dari batuan sedimen ataupun batuan beku yang mengalami proses perubhan bentuk akibat adanya perubahan tekanan dan temperatur dari kulit bumi.
Berdasarkan strukturnya dapat dibedakan atas batuan metamorf yang masif seperti marmer, kwarsif dan batuan metamorf yang berfoliasi/ berlapis seperti batu sabak, filit dan sekis.

b. Berdasarkan Proses Pengolahannya
Agregat ynag dipergunkan pada perkerasan lentur dapat dibedakan atas agregat alam, agregat yang mengalami proses pengolahan terlebih dahulu, dan agregat buatan.



Bahan campuran beraspal panas
4.1 Umum
Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal. Dalam
campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel agregat,
dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam campuran
beraspal diperoleh dari friksi dan kohesi dari bahan-bahan pembentuknya. Friksi agregat
diperoleh dari ikatan antar butir agregat (interlocking), dan kekuatannya tergantung pada
gradasi, tekstur permukaan, bentuk butiran dan ukuran agregat maksimum yang
digunakan. Sedangkan sifat kohesinya diperoleh dari sifat-sifat aspal yang digunakan.
Oleh sebab itu kinerja campuran beraspal sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat agregat dan
aspal serta sifat-sifat campuran padat yang sudah terbentuk dari kedua bahan tersebut.
Perkerasan beraspal dengan kinerja yang sesuai dengan persyaratan tidak akan dapat
diperoleh jika bahan yang digunakan tidak memenuhi syarat, meskipun peralatan dan
metoda kerja yang digunakan telah sesuai.
Berdasarkan gradasinya campuran beraspal panas dibedakan dalam tiga jenis
campuran, yaitu campuran beraspal bergradasi rapat, senjang dan terbuka. Tebal
minimum penghamparan masing-masing campuran sangat tergantung pada ukuran
maksimum agregat yang digunakan. Tebal padat campuran beraspal harus lebih dari 2
kali ukuran butir agregat maksimum yang digunakan. Beberapa jenis campuran aspal
panas yang umum digunakan di Indonesia antara lain :
- AC (Asphalt Concrete) atau laston (lapis beton aspal)
- HRS (Hot Rolled Sheet) atau lataston (lapis tipis beton aspal)
- HRSS (Hot Rolled Sand Sheet) atau latasir (lapis tipis aspal pasir)
Laston (AC) dapat dibedakan menjadi dua tergantung fungsinya pada konstruksi
perkerasan jalan, yaitu untuk lapis permukan atau lapisan aus (AC-wearing course) dan
untuk lapis pondasi (AC-base, AC-binder, ATB (Asphalt Treated Base)). Lataston (HRS)
juga dapat digunakan sebagai lapisan aus atau lapis pondasi. Latasir (HRSS) digunakan
untuk lalu-lintas ringan ( < 500.000 ESA).
Dalam pasal ini dijabarkan mengenai bahan campuran beraspal, yaitu aspal dan
agregat.
4.2 Aspal
Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang bersifat
viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dan
sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang membuat aspal dapat menyelimuti dan
menahan agregat tetap pada tempatnya selama proses produksi dan masa
pelayanannya. Pada dasarnya aspal terbuat dari suatu rantai hidrokarbon yang disebut
bitumen, oleh sebab itu aspal sering disebut material berbituminous.
Umumnya aspal dihasilkan dari penyulingan minyak bumi, sehingga disebut aspal
keras. Tingkat pengontrolan yang dilakukan pada tahapan proses penyulingan akan
menghasilkan aspal dengan sifat-sifat yang khusus yang cocok untuk pemakaian yang
khusus pula, seperti untuk pembuatan campuran beraspal, pelindung atap dan
penggunaan khusus lainnya.
9 dari 197
4.2.1 Sumber aspal
Aspal merupakan suatu produk berbasis minyak yang merupakan turunan dari proses
penyulingan minyak bumi, dan dikenal dengan nama aspal keras. Selain itu, aspal juga
terdapat di alam secara alamiah, aspal ini disebut aspal alam. Aspal modifikasi saat ini
juga telah dikenal luas. Aspal ini dibuat dengan menambahkan bahan tambah ke dalam
aspal yang bertujuan untuk memperbaiki atau memodifikasi sifat rheologinya sehingga
menghasilkan jenis aspal baru yang disebut aspal modifikasi.
4.2.1.1 Aspal hasil destilasi
Minyak mentah disuling dengan cara destilasi, yaitu suatu proses dimana berbagai fraksi
dipisahkan dari minyak mentah tersebut. Proses destilasi ini disertai oleh kenaikan
temperatur pemanasan minyak mentah tersebut. Pada setiap temperatur tertentu dari
proses destilasi akan dihasilkan produk-produk berbasis minyak seperti yang
diilustrasikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Ilustrasi proses penyulingan minyak (The Asphalt Institute,










Gambar 1 Ilustrasi proses penyulingan minyak (The Asphalt Institute,1983)

4.2.1.1.1 Aspal keras
Pada proses destilasi fraksi ringan yang terkandung dalam minyak bumi dipisahkan
dengan destilasi sederhana hingga menyisakan suatu residu yang dikenal dengan nama
aspal keras. Dalam proses destilasi ini, aspal keras baru dihasilkan melalui proses
destilasi hampa pada temperatur sekitar 480 oC. Temperatur ini bervariasi tergantung
pada sumber minyak mentah yang disuling atau tingkat aspal keras yang akan
dihasilkan. Ilustrasi skematik penyulingan minyak mentah dan produk-produk yang
dihasilkannya seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.























Sifat Aspal

Sifat Kimia,
ditentukan berdasarkan kandungan asplaten dan kandungan malten (resin, arumated, saturated)
Sifat Fisik,
ditentukan berdasarkan: durabilitasnya (penetrasi, titik lembek, dan daktilitas), Adhesi/ kohesi, Kepekaan terhadap perubahan temperatur, dan Pengerasan/ Penuaan

1. Sifat-sifat kimia aspal
- Aspalten
- Malten (resin, aromated, saturated)

2. Sifat-sifat fisik aspal
- Durabilitas (penetrasi, titik lembek, dan daktilitas)
- Adesi dan kohesi
- Kepekaan terhadap perubahan temperatur
- Pengerasan dan penuaan

Thursday, September 15, 2011

Syarat teknis bersifat umum pekerjaan sipil

BAB III
SYARAT-SYARAT TEKNIS YANG BERSIFAT UMUM

Pasal 1
Ketentuan Umum

1) Kontraktor harus melaksanakan pekerjaan denngan baik dan benar serta penuh dengan tanggung jawab dan teliti sesuai dengan ketentuan kontrak ;

2) Seluruh cara dan prosedur yang diikuti, termasuk semua pekerjaan sementara yang akan dilaksanakan, semuanya harus mendapat persetujuan dari pengawas lapangan.

3) Dalam pelaksanaan pekerjaan, kontraktor harus mentaati peraturan-peraturan pemerintah dan peraturan daerah yang berlaku yang berhubungan dengan pekerjaan ini.

Pasal 2
Lokasi dan Lingkup Pekerjaan

1) Lokasi pekerjaan yang akan dilaksanakan adalah di Belawan International Container Terminal.
2) Lingkup pekerjaan dimaksud adalah pekerjaan Jalan bagian Dalam Eks CFS Menjadi Lapangan Penumpukan.

Pasal 3
Rencana Kerja

1) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak tanggal Surat Keputusan Pemberian Pekerjaan, Kontraktor harus menyerahkan Kepada Pengawas Lapangan untuk mendapat persetujuannya antara lain :

a. Suatu rencana kerja atau jadwal waktu pelaksanaan dalam bentuk Bar Chart, meliputi seluruh pekerjaan seperti dimaksud dalam dokumen kontrak.

b. Keterangan lengkap mengenai organisasi dan personalia yang akan melaksanakan tugas pekerjaan.

c. Jadwal pengerahan tenaga kerja.

d. Jadwal penyediaan bahan bangunan dan peralatan serta perlengkapan lainya.

2) Kontraktor harus melaksanakan pekerjaan sesuai dengan rencana kerja yang telah diajukan tersebut diatas.

Keadaan dalam menyerahkan rencana kerja tersebut di atas, dapat menyebabkan ditundanya permulaan pekerjaan. Akibat dari penundaan pekerjaan ini menjadi tanggung jawab Kontraktor.





Pasal 4
Tanggung Jawab Kontraktor Terhadap Pekerjaan

1) Semua pelaksanaan pekerjaan harus mendapat persetujuan dari pengawas lapangan. Tidak berarti bahwa kontraktor melepaskan tanggung jawab yang tercantum dalam Kontrak.

2) Tanah tempat pekerjaan dalam keadaan pada waktu penawaran termasuk segala sesuatu yang berada dalam batas-batas yang ditentukan, diserahkan tanggung jawab kepada kontraktor. Namun demikian, semua benda yang ditemukan di Lapangan tersebut. Tetap menjadi milik Pemberi Tugas (Bouwheer)

3) Kontraktor harus mengisi / menimbun kembali semua lobang-lobang dan bekas galian-galian yang dibuatnya setelah selesai pekerjaan atau tidak diperlukan lagi untuk pekerjaan, serta harus bersih dari segala sampah / kotoran dan bahan-bahan yang tidak diperlukan lagi.

4) Pemberi tugas, Pengawas Lapangan berhak untuk mengadakan inspeksi kesetiap bagian pekerjaan. Juga apabila pekerjaan tersebut dikerjakan di bengkel kontraktor atau Sub kontraktor. Dalam hal ini kontraktor harus memberi informasi, bantuan dan fasilitas lain yang diperlukan dalam pemeriksaan secara teliti dan lengkap.

5) Kontraktor bertanggung jawab terhadap ketertiban pegawai serta kendaraan-kendaraannya dan bersedia memelihara atau memperbaiki segala kerusakan-kerusakan yang mungkin terjadi, baik didalam lokasi proyek maupun di luarnya, sehingga kembali seperti semula.

6) Pada waktu penyerahan pertama, seluruh pekerjaan harus diserahkan dalam keadaan sempurna / selesai, termasuk pembongkaran pekerjaan-pekerjaan sementara, pembersihan halaman dan sekitarnya sesuai dengan keinginan Pengawas Lapangan.


Pasal 5
Setting Out

1) Untuk menentukan posisi dan ketinggian bangunan di lapangan pemborong harus melakukan pengukuran dilapangan secara teliti dan benar, sesuai dengan referensi Benchmark atau titik tetap dilapangan seperti ditunjukkan dalam gambar atau atas petunjuk Pengawas Lapangan.

2) Pengukuran untuk penentuan posisi dilakukan dengan peralatan yang mempunyai presisi tinggi dengan metode triangulasi dan hasilnya disampaikan ke Pengawas Lapangan untuk mendapat persetujuan.

3) Dalam hal terdapat perbedaan antara rencana dalam gambar dengan hasil pengukuran yang dilaksanakan pemborong dilapangan, maka sebelum melanjutkan pekerjaan yang mungkin dipengaruhi perbedaan tersebut, pemborong harus melaporkan hal ini kepada Pengawas Lapangan untuk mendapatkan keputusan dan dinyatakan dalam Berita Acara.


4) Keputusan akan hasil pengukuran oleh Pemborong akan didasarkan atas keamanan konstruksi dan kelancaran operasional.





Pasal 6
Patok- patok Referensi, Bouwplank dan pengukuran

1) Pengawas Lapangan akan menetapkan 2 (dua) Benchmark sebagai referensi yang ditetapkan dilapangan. Bila Benchmark belum ada maka pemborong berkewajiban membuat Benchmark sesuai petunjuk Pengawas Lapangan.

2) Semua batas ketinggian (elevasi) dinyatakan dalam satu metric terhadap Low Water Spring (LWS). Sedang ukuran-ukuranya dinyatakan dalam satuan metrik kecuali bila dinyatakan lain.

3) Pemborong harus atau wajib membuat bouwplank dan memasang patok-patok pembantu, sebagai pedoman pelaksanaan pekerjaan untuk menjamin ketelitian, bentuk, posisi, arah elevasi dan lain-lain. Yang harus dipelihara keutuhan letak dan ketinggiannya selama pekerjaan berlangsung.

4) Sebelum pekerjaan dimulai, patok-patok pembantu, bouwplank harus disetujui Pengawas Lapangan. Patok-patok dan referensi lainnya tidak boleh disingkirkan sebelum diperintahkan oleh Direksi.


Pasal 7
Pekerjaan Persiapan

1) Pembersihan lapangan

Untuk tempat kerja, penimpukan bahan-bahan, bangunan gudang, Direksikeet dan lain-lain Pemborong harus membersihkan dan membenahi lapangan pekerjaan.

2) Penerangan , pagar dan tanda-tanda pengamanan.

Pemborong harus menyediakan penerangan didaerah kerja, membuat pagar sementara disekeliling lokasi kerja dan menyediakan tanda-tanda pengaman yang diperlukan.

3) Bangunan sementara.

Untuk menjamin keamanan bahan dan perlengkapan lain yang dianggap perlu, Pemborong harus menyediakan gudang penyimpanan yang tertutup kuat dan aman dan resiko hilang atau rusak. Dan pemborong juga di wajibkan menyediakan barak-barak untuk pekerja.

4) Direksi Keet

Kontraktor harus menyediakan Direksi keet, berupa bangunan semi permanen. Untuk menjamin kenyamanan kerja luas direksi keet minimal 36 m2, dengan lantai rabat betondan dinding papan. Pada bangunan Direksi Keet, ruangan- ruangan ditata sedemikian ruang dan harus tersedia ruang untuk owner dan Pengawas Lapangan.


Pasal 8
Daerah kerja dan jalan masuk

Pemborong akan diberikan daerah kerja untuk pelaksanaan pekerjaan ini. Lokasi tersebut dapat diperoleh dengan cara sewa / pinjam berdasarkan ketentuan yang berlaku dan harus membatasi operasinya dilapangan yang betul-betul diperlukan untuk pekerjaan tersebut. Tata letak yang meliputi jalan masuk, lokasi penyimpanan bahan bangunan dan jalur pengangkutan material dibuat oleh Pemborong dengan persetujuan Pengawas Lapangan. Dalam pelaksanaan pekerjaan, kontraktor harus menggunakan penjaga gangguan terhadap operasional di Terminal Peti Kemas Gabion Belawan dan Operasional Terminal Peti Kemas Gabion Belawan merupakan prioritas.

Pasal 9
Material

1) Material yang akan dipakai dalam pekerjaan-pekerjaan ini diutamakan produksi dalam negri yang memenuhi persyaratan yang ditentukan.

2) Jika pemborong mengajukan bahan lain yang akan digunakan selain yang disyaratkan, maka mutunya minimal harus sama dengan yang disyaratkan dalam dokumen tender. Sebelum pemesanan bahan harus diberitahukan pada Pengawas Lapangan yang meliputi jenis, kualitas dan kuantitas bahan yang dipesan, Untuk mendapat persetujuan.

3) Penumpukan material harus pada tempat yang baik agar mutu dan material dapat terjaga.

Pasal 10
Kode, Standard, Sertifikat dan Literatur dari pabrik

Pemborong harus menyediakan dilapangan antara lain foto copy persyaratan, standard bahan, catalog, rekomendasi dan sertifikat serta informasi lainnya yang diperlukan untuk semua material yang digunakan dalam proyek ini serta petujuk pemasangan barang-barang tersebut harus mengikuti prosedur yang direkomendasikan oleh pabrik.

Pasal 11
Lalu Lintas

Dalam melaksanakan pekerjaan dan pengangkutan bahan-bahan untuk keperluan pekerjaan, Pemborong harus berhati-hati sedemikian sehingga tidak mengganggu kelancaran operasional atau menimbulkan kerusakan terhadap jalan yang telah ada dan prasarana lainnya. Bila terjadi kerusakan, Pemborong berkewajiban untuk memperbaiki / mengganti.

Pasal 12
Cuaca

Pekerjaan harus diberhentikan apabila cuaca tidak mengizinkan yang mengakibatkan penurunan mutu suatu pekerjaan.

Pasal 13
Service Sementara
Pemborong harus menyediakan air dan listrik yang diperlukan selama pelaksanaan pekerjaan berlangsung.

Pasal 14
Peralatan Survey

Pemborong harus menyediakan peralatan yang sewaktu-waktu akan dipakai oleh pemberi Tugas dan Staf. Alat-alat tersebut harus disetujui pengawas lapangan. Selama pelaksanaan pekerjaan pemborong wajib menyediakan operator dari peralatan tersebut dan setelah pekerjaan selesai, seluruh peralatan tersebut akan dikembalikan kepada Pemborong.
Alat-alat yang diperlukan minimal terdiri dari :
 1 (satu) buah theodolit – wild T IA atau yang sejenis
 1 (satu) buah level – wild NA2 atau yang sejenis

Pemorong harus menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk keperluan pelaksanaan pekerjaan (survey). Pemborong bertanggung jawab atas semua peralatan survey tersebut terhadap perawatan, kerusakasn / kehilangan.



Pasal 15
Shop, Drawing, As Built Drawing

1) Shop Drawing

Shop Drawing adalah gambar-gambar, daftar bengkokan besi, diagram-diagram, daftar elemen bangunan dan detail gambar lainnya, yang disiapkan oleh kontraktor atau sub kontraktor yang memberikan penjelasan pekerjaan pembangunan dengan sebaik-baiknya. Kontrator tidak dapat menuntut akan kerusakan atau perpanjangan waktu karna keterlambatan sebagai akibat perbaikan gambar kerja. Kontraktor bertanggung jawab akan adanya kesalahan yang terdapat dalam Shop Drawing tersebut.

2) As Built Drawing

Apabila terdapat perbedaan antara gambar-gambar dengan pelaksanaan pekerjaan (atas persetujuan Pengawas Pekerjaan Lapangan). maka segera setelah pelaksanaan bagian pekerjaan tersebut harus membuat As Built Drawing. Setelah seluruh pekerjaan selesai dilaksanakan, pemborong di wajibkan membuat gambar-gambar dari seluruh pekerjaan termasuk perubahan-perubahan yang dilaksanakan dilapangan. Gambar-gambar As Built Drawing dibuat dengan menggunakan software Auto Cad, dan dicetak rangkap 4 (empat) serta file As Built Drawing diserahkan kepada Pengawas pekerjaan.















Pasal 16
Laporan Pekerjaan dan Foto-foto

1) Laporan Pekerjaan :

a. Pemborong diwajibkan melasanakan pekerjaannya sesuai dengan rencana, perubahan-perubahan yang mungkin terjadi harus mendapat persetujuan telebih dahulu dari pemberi tugas.
b. Pemborong harus membuat laporan harian, mingguan dan bulanan.
c. Di dalam laporan harian harus tercantum keadaan cuaca, bahan yang masuk, jumlah pekerja/pegawai/karyawan, catatan-catatan tentang perintah-perintah dari pemberi tugas atau wakilnya dan hal-hal lain yang dianggap perlu.
d. Jumlah pekerja setiap hari dicatat menurut golongan dan upah. Daftar pekerja ini setiap waktu dapat diperiksa oleh pemberi tugas,dan ia berhak mengadakan penelitian tentang produktivitas pekerjaan tersebut.
e. Setiap akhir pekan Pemborong harus menyampaikan laporan mingguan kepada pemberi tugas tentang kemajuan pekerjaan dalam minggu yang bersangkutan, meliputi persediaan bahan ditempat proyek, penambahan, pengurangan atau perubahan pekerjaan, jumlah / macam dan harga satuan bahan-bahan yang masuk dan kejadian-kejadian penting lainnya yang terjadi dalam proyek yang mempengaruhi pelaksanaan proyek
f. Setiap akhir bulan, Pemborong harus melaporkan kemajuan pekerjaan secara terperinci dan besarnya persentase terhadap keseluruhan / bagian, disamping dokumentasi foto berwarna ukuran postcard yang menunjukkan kemajuan pekerjaan beserta peralatan yang dipakai dan lain-lain foto ditempel pada album dengan keterangan–keterangan serta tanggal gambar-gambar diambil. Pemborong harus mengirimkannya kepada pemberi tugas sebanyak 3 (tiga) set album atas biaya kontraktor.

2) Foto-foto.

Kontraktor diharuskan mengadakan pengambilan foto di lapangan, yang berkenaan dengan kemajuan tahap pekerjaan, detail-detail yang akan ditutup, adanya bencana dan sebagainya. Hasil cetakan foto tersebut harus di sampaikan pada pengawas lapangan sebanyak 3 (tiga) set atas biaya kontraktor.

















Pasal 17
SMK 3

1) Setiap pelaksanaan pekerjaan dilingkungan pelabuahan,pelaksanaan wajib mematuhi peraturan-peraturan Keselamatan Kerja (K3) yang berlaku dilingkungan Belawan Internasional Container Terminal.

2) Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) wajib dilaksanakan untuk memberi perlidungan kepada seluruh pekerja, karyawan serta fasilitas disekitar pekerjaan tehadap potensi kecelakaan dan atau keusakan sebagai akibat dari pelaksanaan pekerjaan.

3) Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) dalam pelaksanaan pekerjaan meliputi pengadaan dan pemakaian / pemasangan alat pelindung diri, rambu-rambu dan pengurus izin kerja.

4) Kebutuhan pengadaan dan pemakaian/pemasangan alat pelindung diri, rambu-rambu dan pengurusan izin kerja dalam pelaksanaan pekerjaan ini seperti :

a. Alat Pelindung Diri : sepatu, helmet, sarung tangan, kaca mata, sabuk pengaman, dll
b. Rambu-rambu : rambu gangguan kerja, rambu lalu-lintas, rambu barang berbahaya, dll.
c. Izin kerja : izin penggalian, izin kerja di ketinggian dll.

5) Jumlah kebutuhan pengadaan dan pemakaian / pemasangan Alat Pelindung Diri, rambu-rambu dan pengurusan izin kerja disesuaikan dengan jumlah kebutuhan pekerja dan jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan yang ditentukan kemudian oleh pengawas lapangan.

6) Pemakaian/pemasangan alat pelindung diri bagi pekerja dan rambu-rambu wajib dilaksanakan di lokasi pekerjaan selama pelaksanaan pekerjaan berlangsung.

7) Seluruh pengadaan dan pemakaian/pemasangan alat pelindung diri, rambu-rambu dan pengurus izin kerja dalam pelaksanaan pekerjaan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab pelaksana pekerjaan.

8) Sebelum pelaksanaan pekerjaan dan selama pelaksanaan pekerjaan, pengadaan dan pemakaian/pemasangan alat pelindung diri, rambu-rambu dan pengurusan izin kerja akan diawasi oleh pengawas lapangan untuk memastikan pekerjaan dilakukan dengan aman.

9) Pengawas lapangan diberi kuasa untuk menghentikan pelaksanaan pekerjaan apabila persyaratan pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) tidak dilaksanakan oleh pelaksana pekerjaan sampai dipenuhinya persyaratan K3 yang telah ditentukan.

BAB IV

PEKERJAAN BETON (CONCRETE)

Pasal 1

Lingkup Pekerjaan Beton

1. Lingkup pekerjaan ini terdiri dari penyediaan semua peralatan,tenaga kerja,alat-alat perlengkapan dan pelaksanaan semua pekerjaan beton ,perbaikan, perkuatan, perlindungan grouting dan pekerjaan lain yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan beton sesuai dengan ketentuan dan persyaratan dalam kontrak.

2. Persyaratan yang disebutkan berikut ini akan berlaku secara umum dan meliputi semua pekerjaan beton, kecuali untuk pekerjaan-pekerjaan yang disyaratkan secara khusus.

Pasal 2
Kode – kode dan standard

Kode – kode dan standar – standar berikut harus diperhatikan:

a. Peraturan beton bertulang Indonesia berdasarkan SKSNI T-15-1991-03
b. Peraturan Pembebanan Indonesia untuk gedung 1983,NI-18
c.Publikasi dari American Concrete Institute (ACI)
d.Publikasi dari JIS
e.Publikasi dari American Society for Testing and Material (ASTM)
f. Publikasi dari American Welding Society (AWS)
g.Publikasi dari British Code CP-110 dan BS-8110

Pasal 3
Bahan-bahan

1) Semen yang digunakan harus memenuhi hal-hal berikut:

a. Jenis semen yang dipakai untuk beton dan adukan dalam pekerjaan ini adalah Portland Cement yang memenuhi syarat-syarat SII.

b. Semen yang didatangkan ke proyek harus dalam keadaan utuh dan baru. Kantong –kantong pembungkus harus utuh dan tidak ada sobekan.

c. Penyimpanan semen harus didalam gudang tertutup dan harus terlindung dari pengaruh hujan, lembab udara dan tanah. Semen ditumpuk didalamnya diatas lantai panggung kayu minimal 30 cm di atas tanah. Tinggi penumpukan maksimal adalah 15 lapis.Semen yang kantongnya pecah tidak boleh dipakai dan harus disingkirkan keluar dari proyek.

d. Semen yang dipakai harus diperiksa oleh pengawas lapangan sebelumnya. Semen yang mulai mengeras harus segera dikeluarkan dari proyek. Urutan pemakaian harus mengikuti urutan tibanya semen tersbut di lapangan sehingga untuk itu. Kontraktor diharuskan menumpuk semen berkelompok menurut urutan tibanya di lapangan.

e. Semen yang umurnya lebih dari tiga bulan sejak dikeluarkan dari pabrik tidak diperkenankan dipakai untuk pekerjaan yang sifatnya struktual.


f. Bilamana pengawas lapangan memandang pelu, Kontraktor harus melakukan pemeriksaan laboratorium untuk memeriksa dan melihat apakah mutu semen memenuhi syarat,atas biaya kontraktor.


2) Agregat beton harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Agregat halus atau pasir untuk pekerjaan beton dan adukan harus berbutir keras, bersih dari kotoran-kotoran dan zat-zat kimia organic dan anorganik yang dapat merugikan mutu beton ataupun baja tulangan, dan besudut tajam. Susunan pembagian butir harus memenuhi persyaratan seperti dalam table di bawah ini.


Presentase lewat saringan

Ukuran butiran Saringan (mm)
10 5 2,5 1,2 0,6 0.3 0.15
% 100 90-100 80-100 50-90 26-65 10-35 2-10







b. Persentase berat fraksi butiran yang lebih halus dari 0,074 mm dan atau kotoran atau Lumpur tidak boleh lebih dari 5% terhadap berat keseluruhan. Kecuali keteneuan diatas, semua ketentuan agregat halus beton (pasir) pada SKSNI T-15-1991-03 harus dipenuhi.

c. Agregat kasa adalah batu pecah (split) dengan ukuran maksimal 2,5 cm, dan mempunyai bidang minimum 4 buah, dan mempunyai bentuk lebh kurang seperti kubus.

d. Batu pecah harus diperoleh dari batu keras yang digiling oleh mesin pemecah batu sesuai dengan persyaratan PBI, bersih,serta bebas dari kotoran-kotoran yang dapat mengurangi kekuatan mutu beton maupun baja. Pembagian butir harus memenuhi ketentuan seperti dibawah ini.


Ukuran
butiran
Saringan (mm)
% 30 25 20 15 10 5 2,5
100 90-100 - 30-70 - 0-10 0-5

e. Bilamana diperlukan, pemborong harus mengadakan pencampuran –pencampuran butir untuk memperoleh pembagian butir (grain size distribution) seperti yang disyaratkan pada pasal diatas.

Dalam pekerjaan ini beton yang digunakan adalah beton siap pakai atau ready mix Concrete dengan mutu beton K 225 untuk beton penutup pinggir coneblock /kanstein. Pelaksana pekerjaan tidak dibenarkan mencampu beton di site baik beton penutup saluran maupun beton penutup pinggir coneblock.






3) Baja Tulangan harus memenuhi syarat berikut :

a. Besi untuk tulangan beton yang akan digunakan dalam pekerjaan ini adalah baja dengan U-24 dan mutu U-39 (minimum yield-strees 3900 kg/cm2) dengan diameter seperti ditetapkan dalam gambar kerja.

b. Untuk baja tulangan dengan diameter lebih besar dari 16 mm harus dari jenis baja ulir (deformed bar) sedangkan untuk diameter yang lebih kecil dapat dipakai baja polos.

c. Setiap pengiriman sejumlah besi tulangan ke proyek harus dalam keadaan baru dan disertai dengan sertifikat dari pabrik pembuat, dan bila pengawas lapangan memandang perlu, contoh akan diuji di laboratoirum atas beban pemborong.Jumlah akan ditentukan kemudian sesuai kebutuhan.

d. Penyimpanan / penumpukan harus sedemikian rupa sehingga baja tulangan terhindar dari pengotoran-pengotoran,minyak,udara lembab udara yang dapat mempengaruhi/ mengakibatkan baja berkarat,dan lain-lain pengaruh luar yang mempengaruhi mutunya,terlindung atau ditutup dengan terpal-terpal sebelum dan setelah pembongkaran. Baja tulangan ditumpuk diatas balok-balok kayu agar tidak langsung berhubungan dengan tanah.

4) Air harus memenuhi syarat berikut :

a. Air yang dipakai untuk adukan beton harus bersih dan adukan spesi harus bebas dari zat-zat organic, anorganik, asam, garam, dan bahan alkali yang dapat mempengaruhi berkurangnya kekuatan dan atau keawetan beton. Mutu air tersebut sedapat mungkin bermutu air minum.

b. Air yang akan dipakai untuk pekerjaan beton, membilas, membasahi dan lain-lain harus mendapat pemeriksaan dan persetujuan dari pengawas lapangan sebelum dipakai.

c. Pemborong harus menyediakan air kerja di bak penampungan air di lapangan untuk menjamin kelancaran kerja.


Pasal 4

Bekisting

1) Bahan bekisting untuk pekerjaan ini dapat menggunakan pasangan bata campuran 1 : 4 pasangan bata 1/2 batu pada sisi dalam beton penutup pinggir coneblock maupun bekisting dari kayu dan plywood untuk pekerjaan beton bertulang manhole seperti yang tertera dalam gambar.

2) Untuk mendapatkan bentuk penampang, ukuran beton seperti dalam gambar konstruksi bekisting harus dikerjakan dengan baik,lurus,rata,teliti dan kokoh.

3) Pekerjaan bekisting harus sedemikian rupa hingga bekisting terjamin rapat dan adukan tidak merembes keluar.

4) Sebelum pengecoran dimulai, bagian dalam dari bekisting harus bersih dari kotoran serta tidak ada genangan air yang mengakibatkannya turunnya mutu beton. Untuk menjamin bahwa bagian dalam bekisting benar-benar bersih dan tidak ada genangan air dapat digunakan compressor.

5) Finishing beton bertulang dalam arti penambalan-penambalan sejauh mungkin dihindari dan bila terpaksa dilakukan, harus dilakukan sesuai petunjuk pengawas lapangan.

Pasal 5

Penulangan

1) Gambar rencana kerja untuk baja tulangan, meliputi rencana pemotongan, pembongkaram, sambungan, penghentian, diajukan oleh kontraktor kepada pengawas lapangan untuk mendapatkan persetujan terlebih dahulu sebelum pelaksanaan. Semua detail harus memenuhi persyaratan seperti yang dicantumkan dalam gambar kerja dan syarat-syarat yang harus diikuti menurut SKSNI T-15-1991-03.
.
2) Diameter –diameter pengenal harus sama seperti persyaratan dalam gambar kerja dan bilamana diameter tersbut akan diganti maka jumlah luas tulangan persatuan lebar beton minimal harus sama dengan luas penampang rencana semula dan persyaratan jarak minimal antara tulangan menurut SKSNI T-15-1991-03 dipenuhi. Sebelum melakukan perubahan-perubahan, Kontraktor harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari pengawas lapangan.

3) Semua pembengkokan tulangan harus dilakukan sebelum penyetelan atau penempatan . Tidak diperkenankan membengkokkan tulangan bila sudah ditempatkan kecuali apabila hal ini terpaksa dan mendapatkan persetujuan dari pengawas lapangan.

4) Penulangan baja sebelum ditempatkan, keseluruhan harus dibersihkan dari karat yang lepas dari flaky, millscale,lapisan atau bahan lain yang dapat menghancurkan atau mengurangi pelekatan dengan beton.

5) Tebal selimut beton untuk memberi perlindungan pada baja tulangan harus sesuai dengan gambar rencana.

6) Tulangan harus ditempatkan dengan teliti pada posisi sesuai rencana harus dijaga jarak antara tulangan dan bekisting untuk mendapatkan tebal selimut beton (beton deking) minimal sesuai persyaratan. Untuk itu pemborong harus memepergunakan penyekat (spacer), dudukan (chairs) dari balok-balok beton dengan mutu minimal sama dengan beton yang bersangkutan. Semua tulangan harus diikat dengan baik dan kokoh sehingga dijamin tidak tergeser pada waktu pengecoran. Kawat pengikat yang berlebih harus dibengkokkan kearah dalam beton.

7) Sebelum melakukan pengecoran ,semua tulangan harus terlebih dahulu diperiksa untuk memastikan jumlah dan ukurannya, ketelitian untuk penempatannya,kebersihan, dan untuk mendapatkan perbaikan bilamana perlu. Tulang yang berkarat harus dibersihkan atau diganti bilamana dianggap pengawas lapangan akan merugikan atau melemahkan konstruksi. Pengecoran tidak diperkenankan apabila belum diperiksa disetujui secara tertulis oleh pengawas lapangan.

8) Khusus untuk selimut beton, dudukan harus cukup kuat dan jaraknya sedemikian hingga tulangan tidak melengkuk dan beton penutup tidak kurang dari yang disyaratkan. Toleransi yang diperkenankan untuk penyimpangan atau deviasi tehadap bidang horizontal atau vertical adalah 5 mm.

9) Tidak ada bagian logam/tulangan atau alat digunakan untuk menyambungkan atau untuk menjaga dalam posisi yang sebenarnya akan dibiarkan tetap diantara selimut beton yang telah ditentukan.

Pasal 6
Pengecoran Beton

1) Pekerjaan pengecoran beton harus dilaksanakan sekaligus dan dihindarkan penghentian pengecoran (cold joint) kecuali sudah diperhitungkan pada tempat-tempat yang aman dan sebelumnya sudah mendapatkan persetujuan pengawas lapangan. Pemborong harus sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk pengamanan pelindung dan lain-lain dapat menjamin kontinuitas pengecoran.

2) Untuk mendapatkan campuran beton yang baik dan merata pemborong harus memakai beton siap pakai / Ready Mix Concrete yang mempunyai kapasitas yang cukup untuk melayani volume pekerjaan yang direncanakan.

3) Bilamana perlu Pemborong diperkenankan untuk menggunakan concrete pump,, gerobak-gerobak dorong untuk mengangkut adukan ketempat yang akan dicor. Pengangkutan beton tidak diperkenankan dengan menggunakan ember-ember.

4) Sebelum pengecoran dimulai, semua peralatan, material, serta tenaga yang dipelukan sudah harus siap dan cukup untuk suatu tahap pengecoran sesuai dengan rencana yang sebelumnya disetujui pengawas lapangan. Tulangan, jarak,bekisting dan lain-lain,harus dijaga dengan baik sebelum dan selama pengecoran.

5) Segera setelah beton dituangkan kedalam bekisting, adukan harus dipadatkan dengan concrete vibrator yang kemampuannya harus mencukupi. Penggetaran harus dijaga sedemikian agar supaya tidak terjadi pemisahan / segregasi antara komponen adukan beton. Penggetaran dengan concrete vibrator dapat dibantu dengan perojokan, apabila dengan concrete vibrator tidak mungkin dilakukan dan harus mendapat persetujuan dari pengawas lapangan terlebih dahulu.

6) Vibrator-vibrator internal berfrekuensi tinggi pada masing-masing type pneumatic elektrik ataupun hidrolik harus digunakan untuk pemadatan beton dalam seluruh kedudukan. Vibrator-vibrator tersebut harus dari jenis yang disetujui oleh pengawas lapangan dengan frekuensi minimum 7000 getaran per menit dan harus mampu mempengaruhi campuran secara tepat dan memiliki 25 mm slump untuk jarak sekurang-kurangnya 500 mm dari vibrator tersebut.Vibrator tidak boleh mengenai cetakan, tulangan baja dan juga tidak boleh digunakan untuk mengalirkan beton atau menyemprotkannya kedalam tempatnya. Vibrator tidak boleh terlalu lama ditempatkan di suatu tempat yang dapat menyebabkan pemisahan beton tersebut.

7) Penuangan beton melebihi ketinggian dari 1,5 meter atau pengendapan yang terlalu banyak pada suatu titik atau menariknya sepanjang cetakan tidak diperkenankan.

8) Pengecoran harus menerus dan hanya boleh berhenti ditempat-tempat yang diperhitungkan aman dan telah direncanakan telebih dahulu dan sebelumnya mendapatkan persetujuan dari pengawas lapangan. Penghentian maksimum 2 jam. Untuk menyambung pengecoran-pengecoran sebelumnya harus dibersihkan permukaannya dan dibuat kasar agar sempurna sambungannya dan sebelum adukan beton dituangkan permukaan yang akan disambung harus disiram dengan air semen dengan campuran semen dan air adalah 1:0,5 Untuk penghentian pengecoran lebih dari 5 jam, bidang yang akan disambung / dicor harus terlebih dahulu dioles dengan additive / epoxy resin.

9) Segera setelah pengecoran selesai, selama waktu pengerasan, beton harus dirawat/ dilindungi dengan cara menggenanginya dengan air bersih atau ditutup dengan karung-karung yang senantiasa.

10) Apabila cuaca meragukan, sedangkan pengawas lapangan tetap menghadapi agar pengecoran tetap harus berlangsung, maka pihak pemborong diwajibkan menyediakan alat pelindung sepeti terpal yang cukup untuk melindungi tempat/bagian yang sudah maupun yang akan dicor. Pengecoran tidak diijinkan selama hujan lebat atau suhu udara naik diatas 32°C.

11) Untuk setiap jumlah 5 m3 pengecoran, pemborong diwajibkan mengambil contoh (sample) untuk pemeriksaan kekuatan tekanan kubus, pemeriksaan slump test, dengan prosedur sebagaimana ditentukan dalam SKSNI T-15-1991-03 atau ketentuan lain tang berlaku.

12) Kubus beton yang diambil selama pengecoran harus diuji kekuatan tekan karakteritiknya di laboratorium yang telah disetujui oleh pengawas lapangan atas biayapemborong dan hasilnya dilaporkan secara tertulis kepada pengawas lapangan dievaluasi. Bilaman hasil pengujian menunjukkan mutu beton kurang dari K yang diisyaratkan, maka pemborong diwajibkan untuk mengajukan kepada pemberi tugas dan pengawas lapangan rencana dan mengadakan perkuatan / penyempurnaan konstruksi dengan biaya pemborong.

13) Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa mutu beton kurang dari nilai karakteristik yang diisyaratkan pemborong harus mengambil core-sample dari bagian-bagian konstruksi.Jumlah core-sample untuk tiap pemeriksaan adalah 3 buah, dan selnjutnya kekuatannya akan diperiksa dilaboratorium dengan petunjuk pemberi tugas dan / atau pengawas lapangan atas biaya pemborong. Hasilnya akan dievaluasi pengawas lapangan dan apabila ternyata nilai yang diperoleh membahayakan konstruksi, Pemborong harus melakukan per-baikan dengan biaya pemborong.

Pasal 7
Pemeliharaan


1) Seluruh beton harus dilindungi selama proses pengerasan terhadap efek-efek yang ditimbulkan oleh sinar matahari dan angina, kelembaban dan pengeringan yang cepat yang dapat menyebabkan pengeringan, gangguan pada proses hidrasi dan perubahan terhadap mutu beton setelah pengecoran, permukaan horizontal selesai diratakan dan/atau pada waktu pemindahan dari cetakan.

2) Perlindungan dapat dilakukan dengan penyiraman “springkling”dengan air pada permukaan beton, menutup permukaan dengan plastic / karung basah atau penyemprotan permukaan dengan curing compound.

3) Perawatan dengan uap bertekanan tinggi, uap dengan tekanan atmosfir, panas dan lembab atau proses-proses lainnya yang bias diterima, hanya dilakukan untuk mempercepat pencapaian kekuatan serta mengurangi waktu perawatan, dengan persetujuan dari pengawas lapangan.



BAB V

PEKERJAAN CONEBLOCK

Pasal 1
Lingkup Pekerjaan

1) Lingkup pekerjaan ini terdiri dari penyediaan semua peralatan, tenaga kerja,alat-alat-alat perlengkapan dan plaksanaan, semua pekerjaan yang berhubungan dengan pelaksanaan coneblock sesuai dengan ketentuan dan persyaratan dalam kontrak.

2) Persyaratan yang disebutkan berikut ini akan berlaku secara umum dan meliputi semua pekerjaan, kecuali untuk pekerjaan-pekerjaan yang diisyaratkan secara khusus.

Pasal 2
Kode-kode dan Standard

Kode-kode dan standard-standard berikut harus diperhatikan :

a. Peraturan beton Bertulang Indonesia berdasarkan SKSNI T-15-1991-03
b. Peraturan Pembebanan Indonesia untuk gedung 1983,NI-18
c. Publikasi dari American Concrete Institute (ACI)
d. Publikasi dari American Society for Testing and Material (ASTM)

Pasal 3
Bahan-bahan


1) Conblock dengan ukuran panjang 21 cm lebar 10 cm tebal 10 cmdengan mutu K 450, type Holland. Coneblock yang digunakan harus sesuai mutunya yang dibuktikan dengan hasil uji kuat tekan beton.

2) Untuk setiap truk pengiriman coneblock, pengawas lapangan mengambil sample coneblock secara acak sebagai sample uji sebanyak 5 buah, Kontraktor mengadakan pengujian kuat tekan coneblock atas biaya kontraktor. Apabila hasil uji kuat tekan tidak sesuai dengan yang diisyaratkan pengawas lapangan berhak untuk menolak coneblock tersebut.

3) Pasir untuk pekerjaan pemasangan coneblock dan untuk pemasangan coneblock baru haurs berbutir keras, bersih dari kotoran-kotoran dan zat-zat kimia organic dan anorganik,meupakan pasir sungai.

4) Base coarse untuk lapisan pondasi sesuai elevasi / ketebalan seperti dalam gambar. Base coarse yang digunakan adalah kelas A.

5) Sebelum dilakukan mobilitas material base coarse,kontraktor harus mengajukan material base coarse yang akan diadakan disertai hasil laboratorium pengujian material tersebut.

Pasal 4
Pekerjaan coneblock

1) Galian tanah untuk tempat penghamparan base coarse sebagai pondasi dari lapangan penumpukan coneblock,sesuai dengan bentuk dan ukurandalam gambar desain.

2) Pekerjaan galian tanah / Stripping dilakukan dengan menggunakan alat berat,tidak diperbolehkan dilakukan secara manual.

3) Penempatan hasil galian / Stripping tanah ditempatkan pada lokasi yang mengganggu pekerjaan selanjutnya, tempat penumpukan akan ditentukan oleh pengawas lapangan.

4) Penimbunan / penghamparan lapisan base coarseuntuk pondasi lapangan penumpukan coneblock,dilakukan dengan alat berat seperti motor grader,base coarse ditimbun lapis demi lapis, maksimal tiap lapis setebal 20 cm, untuk mencapai kepadatan maksimum.

5) Pemadatan dilakukan dengan mesin gilas (vibro roller) supaya didapatkan kepadatan yang optimum, kepadatan minimal yang diinginkan adalah CBR 90 %, dengan hasil pengujian.

6) Pada saat pemadatan lapisan pondasi, untuk mendapatkan kadar air optimum sesuai dengan hasil laboratorium dilakukan dengan penyiraman dengan menggunakan sprayer.

7) Setelah dilakukan pemadatan lapisan terakhir dilakukan pengujian CBR, CBRyang diizinkan minimal 90% apabila dari hasil pengujian tidak tercapai, maka harus dilakukan pemadatan kembali atau ganti material base coarse hingga tercapai CBR yang disyaratkan.

8) Penghamparan pasir beding hanya boleh dilakukan setelah hasil pekerjaan pondasi (base) dapat diterima oleh pengawas lapangan.

9) Penghamparan lapisan pasir beding setebal 5 cm, harus diratakan dengan elevasi yang ditetapkan dalam gambar.

10) Pemasangan coneblock baru dilakukan sesuai dengan pola sesuai dengan gambar. Setelah coneblock dipasang kemudian digilas dengan mesin gilas serta diisi dengan pasir pengunci sehingga coneblock terikat kuatsatu dengan yang lainnya.

11) Kemiringan coneblock harus diatur sedemikian rupa sehingga air dapat mengalir dengan baik kearah gully field / man hole drainase tertutup.

12) Pada setiap tepi (sisi) lapangan coneblock yang terbatas dengan tanah harus diberi balok beton pengunci sebagaimana bentuk dan ukuran pada gambar kerja.

13) Elevasi balok pengunci harus rata dengan permukaan akhir coneblock.











Pasal 7
Pekerjaan Lain-lain

1) Dalam pelaksanaan pekerjaan agar tidak merusak bangunan yang ada,pemborong bertanggungjawab terhadap keamanan dari setiap fasilitas yang digunakan, kerusakan yang terjadi akibat pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan pemborong menjadi tanggungjawab pemborong.

2) Pemborong wajib memperbaiki dan merapikan kembali apabila ada kekurangan dari pekerjaan dan pekerjaan-pekerjaan kecil lainnya yang bersifat penyempurnaan hasil pekerjaan.

3) Seluruh sisa bahan pekerjaan harus dibersihkan dan diangkut keluar lokasi kerja dengan sepengetahuan pengawas lapangan.

4) Seluruh kegiatan pelaksanaankerja dari awal hingga akhir pekerjaan harus di fotodan disusun rapi dalam album dan diberi keterangan.

5) Seluruh biaya atas pelaksanaan pekerjaan ini menjadi tanggung jawab pemborong sepenuhnya, Pemilik proyek menerima pekerjaan ini dalam keadaan siap untuk dipergunakan.

Entri Populer

berbagi 4 SHARED

sport.detik

lintas.me - Terpopular

Tribunnews - RSS

Bola.net

Goal.com News - Indonesian

Beritabola.com

Viva News