Waktu

Tuesday, July 10, 2012

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TRANSPORTASI JAKARTA


SEJARAH  TRANSPORTASI JAKARTA

A. Masa Awal Pelabuhan Sunda Kelapa

Sejarah transportasi kota Jakarta bermula dari sebuah pelabuhan yang bernama Sunda Kelapa. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan dari kerajaan Pajajaran. Sebelumnya merupakan milik kerajaan Tarumanegara yang dipakai untuk transportasi barang-barang dagangan dengan pedagang-pedagang dari India dan Cina. Sejak dulu Sunda Kelapa merupakan pelabuhan yang cukup strategis dan ramai. Maka tidak heran sejak dulu arus transportasi sudah sedemikian padat di pelabuhan ini. Sekitar tahun 1859, Sunda Kalapa sudah tidak seramai masa-masa sebelumnya. Akibat pendangkalan, kapal-kapal tidak lagi dapat bersandar di dekat pelabuhan sehingga barang-barang dari tengah laut harus diangkut dengan perahu-perahu. Oleh karena itu dibangunlah pelabuhan baru di daerah tanjung priok sekitar 15 km kearah timur dari pelabuhan sunda kelapa. Untuk memperlancar arus barang maka dibangun juga jalan kereta api pertama (1873) antara Batavia – Buitenzorg (Bogor). Empat tahun sebelumnya  muncul trem berkuda yang ditarik empat ekor kuda, yang diberi besi di bagian mulutnya. Dari sejarah diatas bisa diambil kesimpulan bahwa sejak dulu kota Jakarta merupakan kota dengan arus perpindahan barang maupun orang yang cukup padat. Infrastruktur dasar perkotaannya pun merupakan infrastrukur transportasi seperti pelabuhan dan jalur kereta api.
 
B.   Gerobak Sapi Dan Trem
Perkembangan tranportasi kota Jakarta pun memasuki babak baru ketika daerah-daerah pemukiman muncul didaerah sekitar pelabuhan. Mulailah muncul jalan-jalan penghubung di daerah sekitar pelabuhan. Hingga zaman sebelum kemerdekaan , Jakarta sudah berubah menjadi sebuah kota yang modern yang kala itu bernama Batavia. Pada saat itu, tahun 1943 sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, ada angkutan massal yang disebut Zidosha Sokyoku (ZS). Jangan membayangkan bentuk kendaraan yang bermesin, angkutan tersebut berupa sebuah gerobak yang ditarik seekor sapi, bahkan ketika keadaan serba sulit karena perang sapi penariknya justru disembelih untuk dimakan. Selain itu sejak tahun 1910, Jakarta sudah mempunyai jaringan trem. Trem adalah kereta dalam kota yang digerakkan oleh mesin uap. Trem merupakan angkutan massal pertama yang ada di Jakarta. Ketika itu Jaringan trem di Jakarta sudah melayani arus perpindahan dari pelabuhan hingga kampung melayu.  Sampai saat ini peninggalan jejak trem di Jakarta masih bis kita lihat diantaranya di museum fatahillah serta di Jembatan bekas trem  yang milintas sungai Ciliwung di daerah Raden Saleh atau Dipo trem yang sekarang ditempati PPD sebagai dipo di daerah Salemba. Dapat disimpulaan ketika itu transportasi massal menjadi pilihan utama masyarakat untuk berpergian di dalam kota.

C.   Oplet, Bus, Dan Kendaraan Pribadi
Kebijakan mulai beralih kepada penggunaan kendaraan pribadi sejak taun 1960an ketika presiden Sukarno memerintahkan penghapusan trem dari Jakarta dengan alasan bahwa trem sudah tidak cocok lagi untuk kota sebesar jakarta. Sayangnya ketika trem dihapus, sebelumnya tidak diimbangi dengan jumlah bus. Ketika itu politik kita yang ‘progresif revolusioner’ berpihak ke Blok Timur yang sedang berkonfrontasi dengan Blok Barat yang dijuluki Nekolim (neokolonialisme, kolonialisme, dan imperialisme). Tidak heran bus-bus yang beroperasi di jakarta berasal dari Eropa Timur, seperti merek Robur dan Ikarus. Akan tetapi, karena jumlahnya tidak banyak, opletlah yang mendominasi angkutan di Jakarta . Sampai-sampai beroperasi ke jalan-jalan protokol, di samping becak untuk jarak dekat. Waktu itu oplet (dari kata autolet) bodinya terbuat dari kayu yang dirakit di dalam negeri. Sedangkan mesinya dari mobil tahun 1940-an dan 1950-an, seperti merek Austin dan Moris Minor (Inggris) serta Fiat (Italia). Di Jakarta  juga disebut ostin, mengacu nama Austin, yang sisa-sisanya kini dapat dihitung dengan jari.
Untuk angkutan umum yang menggunakan bus seperti sekarang kita mengenal PPD sejak tahun 1920-an Berdiri Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta atau disingkat Perum PPD. PPD ini merupakan penggabungan dari alat transportasi milik Nederlansch Indische Tram Matschappij dengan Bataviach Electrische  Tram Matschappij. Nah PPD inilahyang menjadi saksi bisu perkembangan alat transportasi massal yang digunakan dari dulu sampai sekarang.selain PPD ada juga Djawatan Angkoetan Motor  Repoeplik Indonesia atau DAMRI. Damri dibentuk pada tahun 1946 dengan tugas utama menyelenggarakan pengangkutan darat dengan bus, truk, dan angkutan bermotor lainnya (R. Khadafi, 2009: 2).
Kemudian pada tahun 1970an terjadi peningkatan jumlah kendaraaan secara signifikan di Jakarta. Terjadilah revolusi transportasi yang melanda Jakarta. Masyarakat berlomba-lomba untuk memiliki kendaraaan pribadi. Seakan-akan belum menjadi orang kaya jika belum mempunyai mobil pribadi. Ditunjang oleh sistem pengkreditan yang luar biasa mudah, membuat ,aysrakat berlomba-lomba memiliki mobil pribadi. Pemerintah pun seakan mendukung program ‘pembelian kendaraan pribadi’ ini. Jalan-jalan utama diperlebar, jalur-jalur ditambah, dan kebijakan-kebijakan lain yang semakin memanjakan penggunaan mobil pribadi. Akmumulasi akibat dari kebijakan ini adalah  keadaan Jakarta seperti sekarang. Dimana kapasitas jalan sudah tidak mampu lagi menampung arus kendaraan yang melintas diatasnya smentra pertumbuhan pemilikan kendaraan tetap saja tinggi.
Kereta rel listrik (KRL) jabodetabek mulai di operasikan oleh PJKA sejak tahun 1976. KRL ini terdiri dari 2 kelas yaitu kelas ekonomi dan kelas ekspres yang menggunakan pendingin udara. Jalur KRL melewati beberapa stasiun sentral, seperti Stasiun Tanah Abang, Jati Negara, Pasar Senen, dan Manggarai (R. Khadafi, 2009: 2).
Sebenarnya kebijakan transportasi Jakarta, dalam satu dasawarsa terakhir, sudah memasuki tahapan baru. Pemerintah mulai menyadari bahwa untuk kota seperti Jakarta, penggunaan transportasi yang bersifat massal lebih menguntungkan dibandingkan transportasi yang berbasis kendaraan pribadi. Hal ini bisa kita lihat pada kebijakan-kebijakan transportasi Jakarta dalam satu dasawarsa terakhir ini uyang mulai menunjukkan tren untuk mengurangi jumlah kendaran pribadi dan memperbaiki sistem angkutan umum di kota Jakarta.
Di masa Gubernur Surjadi Soedirdja, Kepala DLLAJ DKI Jakarta J. P. Sepang diperintahkan untuk memberlakukan Sistem Satu Arah (SSA) pada sejumlah ruas jalan. Langkah ini meniru sistem di Singapura. Pemda DKI Jakarta di masa itu juga membuat jalur khusus bagi bus kota dengan cat warna kuning, termasuk membangun sejumlah halte bus dengan sarana telepon umum (Halte 2000). Lagi-lagi sayang, hal tersebut akhirnya juga diiringi dengan antrean kendaraan yang makin memanjang di jalan-jalan raya dan bus kota yang tidak juga tertib dalam menaik-turunkan penumpang. Kemudian, Pemprov DKI Jakarta saat itu juga mempraktekkan sistem pengaturan lampu lalu-lintas kawasan (Area Traffic Control System-ATSC) pada 110 persimpangan yang bisa disaksikan setiap sore melalui tayangan Metro TV. Tapi sistem adopsi Jerman itu tidak efektif untuk mengatasi persoalan transportasi di Jakarta, kalah oleh hujan lebat yang turun dan berhasil mematikan lampu lalu lintas secara tiba-tiba.
Pada tingkat struktur, Jakarta telah banyak diubah oleh pembangunan prasarana jalan raya dan tol. Prasarana ini telah mengubah peta kota dalam benak kita, tetapi tanpa menciptakan ruang kolektif baru yang dikenal secara tripologis. Perubahan ini membawa konsekwensi social geografis jalan lingkar membuat  jarak tempat berseberangan (timur-barat, utara-selatan) menjadi lebih cepat, sementara jarak anatara pinggiran dan pusat semakin lama karena macet (M. Kusumawijaya, 2004: 63)

 

1 comment:

  1. tulisannya bagus. tp kurang ada sumbernya aja ya mas.. hehe

    ReplyDelete

Entri Populer

berbagi 4 SHARED

sport.detik

lintas.me - Terpopular

Tribunnews - RSS

Bola.net

Goal.com News - Indonesian

Beritabola.com

Viva News