MEMPEROLEH SUATU SUATU HASIL BETON YANG BAIK
Untuk memperoleh suatu suatu hasil
kontruksi beton yang baik dan sesuai
dengan yang diinginkan ada beberapa hal yang perlu di perhatikan antara lain :
A. Proses Desain
B. Material Kontruksi
C. Pelaksanaan Kontruksi
A.
PROSES DESAIN
1. Philosofi Desain
Dalam mendesain
ada dua philosofi yang dikenal antara lain:
•
Metode beban kerja (Working stress method) yang fokus pada kondisi beban layan.
•
Metoda kuat ultimit (Strength design method) yang
fokus pada pembebanan yang lebih besar daripada
beban layan; dimana keruntuhan mungkin terjadi.
Strength
design method dianggap lebih realistik secara konseptual untuk memberi
level keamanan yang lebih pasti. Dalam metoda kuat ultimit, besarnya beban
layan dinaikkan dengan menggunakan suatu faktor
untuk mendapatkan beban dimana keruntuhan mungkin “terjadi”. Beban ini
disebut beban terfaktor atau faktor
ultimit.
Kuat rencana ≥ kuat yang dibutuhkan untuk memikul beban
terfaktor
Kuat rencana diperoleh dari perhitungan
sesuai dengan persyaratan yang dicantumkan pada peraturan bangunan yang berlaku
(SNI/ACI) dan kuat perlu diperoleh dari analisis struktur dengan menggunakan
beban terfaktor/ultimit. “Kuat rencana” sering disebut juga dengan “kuat
ultimit (batas)”.
Struktur dan komponen struktur harus selalu
dirancang untuk dapat menahan kondisi beban berlebih.
Ada tiga alasan utama kenapa hal tersebut
harus ditinjau:
- Ketidakseragaman kekuatan/tahanan
struktur
- Kondisi pembebanan yang bervariasi
- Resiko kegagalan
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan
dalam menentukan tingkat keamanan yang dapat diterima
•
Potensi
timbulnya korban jiwa.
•
Biaya
untuk membersihkan puing – puing dan penggantian struktur beserta isinya.
•
Biaya
yang harus dibayarkan pada masyarakat.
•
Tipe
keruntuhan, adanya tanda2 akan terjadinya keruntuhan, adanya alternatif
lintasan beban (load path)
2. Pembebanan
a.
Beban
Mati
•
Berat
dari seluruh bagian bangunan yang permanen.
•
Besar
beban tetap dan lokasinya juga tetap
•
Beban
mati bergantung pada berat jenis material bangunan. Sebagai contoh untuk
material beton berat normal, berat jenis = 2400 kg/m3
b. Beban – Beban Hidup
Beban yang dihasilkan akibat pemanfaatan
struktur. Biasanya berupa beban maksimum yang mungkin terjadi akibat
pemanfaatan bangunan Besarnya beban hidup yang diambil tidak boleh lebih kecil
dibandingkan dengan yang telah ditetapkan dalam peraturan. Tergantung pada
jenis elemen struktur dan beban yang ditinjau, nilai beban hidup dapat
direduksi.
Contoh Pembebanan
tangga perumahan : 300 Kg/m2
ruang
perkantoran : 250 Kg/m2
c. Beban – Beban Lingkungan
•
Gempa
bumi
•
Angin
•
Tekanan
tanah/air
•
Genangan
air hujan
•
Perbedaan
suhu
•
Perbedaan
penurunan
d.
Beban
Atap
•
Beban
minimum pekerja dan peralatan/material konstruksi selama masa pembangunan dan
perawatan/perbaikan.
•
Genangan
air hujan
•
Atap
harus dapat memikul beban dari air hujan yang terkumpul pada saat saluran
tersumbat.
•
Keruntuhan
pada tampungan:
® Genangan air
hujan terjadi didaerah defleksi maksimum
® Akibatnya
meningkatkan defleksi
® Mengakomodasi
penambahan air ® siklus
berlanjut…
® Potensi
keruntuhan
e. Beban – Beban saat Konstruksi
•
Peralatan
konstruksi
•
Beban
pekerja
•
Berat
bekisting yang memikul berat beton segar (beton yang belum mengeras.)
f. Kombinasi-kombinasi Beban
•
Kombinasi
beban mati dan beban hidup:
U = 1,2 D +
1,6 L + 0,5 (A atau R)
A= Beban Atap dan R = Beban Hujan
•
Jika
pengaruh angin ikut diperhitungkan:
•
Jika
pengaruh gempa harus diperhitungkan:
U = 1,2 D +
1,0 LR ± 1,0 E atau
U = 0,9 D ± 1,0 E
B. MATERIAL KONTRUKSI
1. Umum
Beton
adalah suatu matrik bahan yang terbentuk dari “bahan pengisi” yang diikat oleh
pasta semem yang mengeras. Bahan pengisi disini biasanya gabungan antara
agregat halus dan agregat kasar atau bisa ditambah dengan menggunakan bahan
tambah admixture. Pasta semen sebagai bahan pengikat, terbentuk dari semen yang
bereaksi dengan air yang akibat proses hidrasi kemudian mengeras. Beton
digunakan secara struktural pada bangunan-bangunan pondasi, kolom, balok dan
plat, kemudian pada konstruksi cangkang (shell), jalan, menara, dam, pelabuhan
bangunan lepas pantai dan sebagainya.
Beton merupakan struktur yang mendukung berdirinya
suatu konstruksi. Beton terdiri dari campuran semen, agregat, air dan bahan
tambahan (admixture) yang berfungsi untuk merubah sifat- sifat tertentu dari beton tersebut jika diperlukan.
Bahan – bahan inilah sebagai bahan penyusun beton.
Beton dapat diklasifikasikan berdasarkan berat jenis
dan kelasnya. Berdasarkan berat jenisnya beton dibedakan menjadi :
1. Beton ringan.
2. Beton sedang.
3. Beton berat.
2. Komposisi
Jenis material pembentuk beton
Material pokok pembentuk beton adalah :
a.
Bahan pengisi yaitu :
-
Agregat halus : pasir alami, pasir pemecahan.
-
Agregat kasar : koral, batu pecah.
b.
Bahan pengikat yaitu : pasta semen yang terbentuk dari
semen dan air.
Disamping bahan pengisi/ material pokok tersebut, bisa juga ditambahkan
bahan lain, yang tujuannya mengubah sifat dari beton, misalnya : Bahan Retarder
untuk memperlambat waktu pengikatan beton (setting time).
Setiap bahan campuran untuk
beton mempunyai syarat-syarat tertentu untuk dapat digunakan untuk campuran
beton.
Syarat-Syarat Agregat Halus untuk
Beton
Ø
Agregat dapat berupa pasir alam atau sebagai
hasil desintegrasi alami atau batu-batuan atau berupa pasir-pasir buatan yang
dihasilkan oleh alat-alat pemecah batu dan yang lolos ayakan 4mm minimum 2%
sedangkan yang lolos ayakan 1mm minimum 10% dan lolos ayakan 0,25mm antar
80-90% semuanya dihitung tehadap beratnya.
Ø Butiran agregat tidak pecah atau hancur
karena pengaruh cuaca.
Ø Agregat tidak boleh mengandung organik
terlalu banyak.
Ø Agregat tidak boleh mengandung lumpur
lebih dari 1% berat keringnya dll.
Syarat-Syarat Agregat Kasar untuk Beton
Ø Agregat yang berupa batu pecah dan dengan
ukuran butiran lebih besar dari 5mm.
Ø Agregat harus berbutir kasar dan tidak
berpori.
Ø Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari
1% berat keringnya.
Ø Tidak boleh mengandung zat-zat reaktif
(alkali) dll.
Syarat-Syarat Semen untuk Beton
Ø Untuk konstruksi beton bertulang pada
umumnya dipakai jenis semen yang ditentukan dalam NI-8.
Ø Apabila diperlukan syarat-syarat khusus
mengenai sifat betonnya, maka dapat dipakai jenis-jenis lain dari pada yang
telah ditetapkan dalam NI-8 seperi semen portland tras, semen alumina tahan
sulfat dll. Dalam hal ini pelaksanaan diharuskan untuk meminta
pertimbangan-pertimbangan dari lembaga pemeriksaan bahan-bahan yang telah
diakui.
Ø Untuk beton mutu B, dapat digunakan semen
tras kapur dll.
Dalam
menghasilkan beton-beton yang berkualitas perlu diadakan pemilihan bahan yang
sesuai yang terlebih dahulu diadakan pemeriksaan terhadap bahan-bahan tersebut.
Mengingat banyaknya hal yang mungkin bisa mempengaruhi kualitas dari beton maka
pemilihan bahan dan cara konstruksi tidaklah mudah untuk dikerjakan dan dalam
hal ini kualitas dan faktor ekonomis dan bahan juga harus diperhatikan.
C. PELAKSANAAN KONTRUKSI
Faktor-faktor penting yang
harus diperhatikan dalam pelaksanaan pekerjaan beton adalah:
1.
Faktor air semen, yaitu perbandingan berat air adukan dengan berat semen di
dalam campuran beton, harus tetap sesuai dengan yangdirencanakan. Tidak boleh
ada tambahan air adukan atau pengurangan air adukan selama pembetonan.
2.
Pembetonanan harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga campuran seragam (uniform),
baik sewaktu pengadukan maupun penuangan
sampai penyelesaian akhir.
3. Beton harus mudah dikerjakan, meliputi mudah diisi ke
cetakan dengan baik, mudah dituang dan mudah dipadatkan (tidak terjadi
segregasi ataupun bleeding).
4. Perawatan (curing)
yang baik pasca-pembetonan.Pemasangan bantalan papan
Pelaksanaan faktor-faktor di atas ditentukan oleh:
1. Pekerjaan bekisting (form work),
2. Pekerjaan penulangan,
3. Pekerjaan pembetonan,
4. Perawatan (curing).
1. Pekerjaan
Bekisting (Form Work)
Pekerjaan bekisting yang
baik ditentukan oleh pemakaian bahan dengan kualitas yang baik dan cukup kuat,
serta pengerjaan sesuai dengan dimensi yang
direncanakan.
Bahan bekisting yang baik harus memenuhi beberapa
persyaratan:
1.
Tidak bocor dan menghisap air dalam campuran beton. Bila hal ini terjadi,
faktor air semen rasio dalam beton akan berkurang, sehingga mutu beton
terganggu. Pada bagian yang bocor akan terjadi keropos atau sarang kerikil atau
pasir.
2.
Untuk beton dengan permukaan artistik, bekisting harus mempunyai tekstur
seperti yang diinginkan, seperti licin atau bergaris, sehingga beton yang
dihasilkan mempunyai permukaan yang baik.
3.
Kekuatan bekisting harus diperhitungkan. Bekisting yang kurang kuat dapat
menjadikan perubahan bentuk dari beton yang direncanakan. Dalam beberapa kasus
terjadi keruntuhan pada waktu pengecoran, akibat sokongan yang tidak memadai.
4.Ukuran atau dimensi sesuai dengan yang direncanakan.
5. Kebersihan
dalam bekisting diperiksa sebelum penuangan beton.
2.
Pekerjaan Pembetonan
Pelaksanaan pembetonan
dikerjakan melalui beberapa tahapan pengerjaan beton yang meliputi:
a. Pekerjaan persiapan,
b. Penakaran,
c. Pengadukan,
d. Pengangkutan,
e. Penuangan (pengecoran),
f. Pemadatan,
g. Penyelesaian akhir.
a. Pekerjaan
Persiapan
Tahap pertama dari
pengerjaan beton adalah pekerjaan persiapan. Pekerjaan persiapan sangat penting
untuk memastikan kelancaran pengerjaan beton selanjutnya.
Pekerjaan persiapan meliputi kebersihan alat-alat
kerja, pemeriksaan bekisting (form work), pemeriksaan tulangan,
sambungan pengecoran atau penghentian pengecoran. Pada bagian struktur yang
kedap air harus dipasang penahan air (waterstop). Hal-hal lain yang harus
diperhatikan adalah ketersediaan bahan yang cukup untuk volume pengecoran yang diinginkan,
seperti kerikil, pasir dan semen, dan tersedia jalan atau akses ke tempat
penuangan terakhir, seperti jalan untuk kereta sorong.
Biasanya hal-hal di atas dituangkan dalam bentuk
lembaran checklist. Untuk pekerjaan yang memakai tenaga pengawas,
penuangan atau pengecoran dimulai setelah checklist diperiksa dan
disetujui pengawas.
b. Penakaran
Penakaran bahan-bahan
penyusun beton harus mengikuti ketentuan tata cara pengadukan dan pengecoran
beton sebagai berikut:
1.
Beton-beton dengan kekuatan tekan (fc’) lebih besar atau sama dengan 20 MPa,
proporsi bahan harus menggunakan takaran berat.
3.
Beton-beton dengan kekuatan tekan (fc’) lebih kecil
dari 20 MPa, proporsi bahan dapat menggunakan takaran volume. Penakaran berat
menggunakan alat timbang sepatutnya memberikan hasil penakaran yang baik, tidak
dipengaruhi oleh pengembangan pasir dan kepadatan timbunan material. Penakaran
cara ini sulit dilakukan di tempat pekerjaan bila pengadukan dilakukan dengan
mesin aduk (mixer) yang mobile.
c. Pengadukan
Pengadukan beton dapat dilakukan dengan 2 cara:
- Cara manual
- Cara masinal
- Pengadukan cara
manual:
Pengadukan
cara manual dilakukan dengan tangan dan takaran dilakukan dengan takaran
volume. Pengadukan ini biasanya dilakukan untuk pengecoran beton yang bukan
struktural, seperti lantai kerja, tiang dan balok perkuatan pasangan dinding
bata. Tatacara pengadukan manual dimulai dengan pasir dan semen dicampur (dalam
keadaan kering) dengan komposisi yang telah ditentukan, di atas tempat yang
datar dan kedap air. Pencampuran dilakukan sampai didapatkan warna yang
homogen, kemudian ditambahkan dengan kerikil dan diaduk kembali hingga merata,
kemudian dibuat lubang di tengah adukan dan tuangkan air di tengah lubang
kira-kira 75% dari yang dibutuhkan. Pengadukan dilanjutkan hingga merata dan
tambahkan air sedikit demi sedikit sambil mengaduk.
- Pengadukan cara
masinal:
Pengadukan secara masinal
dengan mesin aduk (mixer) dilaksanakan untuk pengecoran beton struktur,
dan volume pengecoran yang cukup besar.
Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam pengadukan secara masinal:
Ø Bagian
dalam dari wadah alat pengaduk harus cukup basah, sehinggatidak menambah atau
mengurangi air pencampur.
Ø Lamanya
waktu pengadukan sesuai dengan kapasitas dari mixer
Ø Bahan–bahan
seperti pasir dan kerikil harus dalam keadaan SSD(saturated surface dry)
supaya pengawasan faktor air semen yang tetapuntuk setiap pengadukan dapat
dilaksanakan.
Ø Wadah
alat transport harus dibasahi air sebelum beton dituang kedalamnya.
Ø Mesin
aduk (mixer) tidak boleh diisi melebihi kapasitasnya, karena
akanmenyebabkan bahan tumpah sehingga proporsi bahan menjadi tidaktepat.
d. Pengangkutan
Pengangkutan beton segar
harus memenuhi ketentuan-ketentuan berikut ini:
1. Pengangkutan
beton dari tempat pengadukan hingga ke tempat yang dicor harus dilakukan
sedemikian rupa sehingga tidak terjadi segregasi.
2.
Pengangkutan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan
perubahan sifat beton yang telah direncanakan, seperti faktor air semen, slump,
dan keseragaman adukan.
4. Waktu
pengangkutan tidak boleh melebihi 30 menit. Bila diperlukan jangka waktu yang
lebih lama, maka harus dipakai bahan tambahan penghambat pengikatan (admixture
type retarder).
Di tempat pekerjaan, pengangkutan beton sampai ke
tempat penuangan dapat menggunakan:
Ø Kereta
sorong, gerobak roda satu.
Ø Saluran
atau talang (chute).
Ø Ban
berjalan.
Ø Pompa
beton (concrete pump).
Ø Wadah
atau bucket dari baja dengan bukaan bagian bawah dan diangkatdengan tower
crane atau crane.
e. Penuangan
(Pengecoran)
Cara penuangan
(pengecoran) beton mempunyai peranan yang sangat penting dalam menghasilkan
beton dengan mutu yang diinginkan. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan
antara lain:
Ø Beton
yang dituang harus sesuai dengan kelecakan (workability) yang diinginkan,
agar dapat mengisi bekisting dengan baik dan penuanganharus sedemikian rupa
sehingga tidak terjadi segregasi. Segregasi adalah pemisahan butiran agregat
kasar dari adukan dan dapat menyebabkan sarang kerikil yang mengakibatkan
kekuatan beton berkurang.
Ø Harus
diperhatikan kesinambungan penuangan beton, penuangan lapisan beton yang baru
harus dilakukan sebelum lapisan beton sebelumnya mencapai waktu setting awal
(initial setting time).
Ø Beton
yang telah mengeras sebagian atau seluruhnya dan beton yang telah terkotori
oleh bahan lain tidak boleh digunakan lagi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai cara
penuangan beton supaya tidak terjadi segregasi adalah:
1. Beton yang dicor harus pada posisi sedekat
mungkin dengan acuan, tinggi jatuh penuangan
adukan maksimum 60 cm (Gambar 1).
Gambar 1. Cara Penuangan yang Dapat Menghindari
Segregasi
1. Untuk
pengecoran kolom dan dinding penuangan dilakukan melalui pipa penghantar (tremie)
sampai di bawah kolom. Bila penuangan dilakukanndari atas dengan ketinggian
penuangan mencapai 3 – 4 m, beton yang dituang akan menumbuk tulangan dan
bagian dasar, menyebabkan agregat kasar terlempar keluar dari adukan sehingga
terjadi segregasi.
2. Bila
tidak menggunakan tremie, pengecoran dilakukan melalui bukaan di dinding
bekisting bagian bawah untuk mengurangi tinggi jatuh penuangan, seperti
terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Penuangan Melalui Jendela pada Bekisting
Kolom
4. Pada pengecoran pelat lantai dan balok,
penuangan sebaiknya dilakukan berlawanan terhadap arah pengecoran atau
menghadap beton yang telah dituang.
5. Beton yang dituang harus menyebar, tidak boleh
ditimbun pada suatu tempat tertentu dan dibiarkan mengalir ke dalam bekisting.
6. Arah penuangan adukan pada permukaan yang
miring harus dilakukan dari bawah ke atas, sehingga kepadatan bertambah sejalan
dengan bertambahnya berat adukan beton yang baru ditambahkan.
c. Pemadatan
Pemadatan beton pada
pelaksanaan merupakan suatu pekerjaan yang sangat penting dalam menentukan
kekuatan dan ketahanan beton yang telah mengeras. Pemadatan beton harus
dilakukan segera setelah beton dituang, dan sebelum terjadi waktu setting awal
dari beton segar. Setting beton segar di lapangan dapat diperiksa dengan
menusuk tongkat ke dalam beton tanpa kekuatan dan dapat masuk 10 cm. Tujuan
pemadatan beton segar adalah untuk menghilangkan rongga-rongga udara sehingga
dapat mencapai kepadatan maksimal. Tingkat kepadatan yang dapat dicapai
bergantungpada:
1. Komposisi bahan beton.
2. Cara dan usaha pemadatan di lapangan.
Komposisi bahan yang perlu diperhatikan adalah:
1.
Kelecakan (workability) dari adukan yang ditentukan oleh nilai slump-nya.
Dengan nilai slump yang sesuai, bekisting akan terisi dengan baik.
2.
Campuran yang terlalu banyak air akan menyebabkan segregasi.
3.
Campuran yang gemuk (banyak semen) akan membuat beton yang lebih plastis,
sehingga campuran lebih kompak.
Cara dan usaha pemadatan sangat dipengaruhi oleh
kelecakan betonnya. Semakin lecak semakin mudah pemadatannya, makin rendah slump-nya
makin sulit pemadatannya. Pemadatan secara mekanis lebih padat dibandingkan
dengan cara manual.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat dilakukan
pemadatan adalah:
1. Pemadatan
dilakukan sebelum waktu setting, biasanya antara 1 sampai 4 jam bergantung apakah ada pemakaian admixture.
2. Alat
pemadat tidak boleh menggetar pembesian, karena akan menghilangkan/melepaskan
kuat lekat antara besi dengan beton yang baru dicor dan memasuki tahap waktu setting
(setting time).
3. Pemadatan
tidak boleh terlalu lama untuk menghindari bleeding, yaitu naiknya air
atau pasta semen ke atas permukaan beton dan meningggalkan agregat di bagian
bawah. Hal ini dapat menimbulkan permukaan kasar (honeycomb) di bagian
bawah, dan beton yang lemah di dekat permukaan karena hanya terdiri dari pasta
semen.
4. Untuk
pengecoran bagian yang sangat tebal atau pengecoran massal, penuangan dan
pemadatan dilakukan berlapis-lapis. Tebal setiap lapisan tidak boleh lebih dari
500 mm. Pemadatan dapat dilakukan dengan beberapa cara:
1. Cara manual
2. Menggunakan alat getar
mekanis (vibrator)
Pemadatan dengan cara meanual
dapat dilakukan dengan menusukkan sebatang tongkat atau besi tulangan ke dalam
secara berulang-ulang, atau dengan menumbuk beton segar dengan alat penumbuk.
Pemadatan dengan penumbukan dilakukan bila mengecor beton tumbuk yaitu beton
dengan air yang sangat sedikit, atau campuran yang kaku. Pemadatan dengan penusukan
tongkat dilakukan terhadap beton yang cukup plastis. Terdapat beberapa jenis
alat getar mekanis, antara lain:
1. Jarum penggetar.
2. Penggetar permukaan.
3. Penggetar
bekisting/acuan.
4. Meja getar.
5. Balok penggetar.
Alat penggetar mekanis yang
paling banyak dipakai adalah jarum penggetar, jarum penggetar terdiri dari
mesin dan selang karet dengan ujung baja lancip yang menggetar antara 3000
sampai 12000 getaran per
menit.
Berikut ini beberapa pedoman proses pemadatan
menggunakan alat jarum penggetar:
1. Pemadatan dilakukan
secara vertikal dan masuknya ujung getar oleh beratnya sendiri.
2. Penggetaran dilakukan pada spasi atau jarak yang teratur yang masih dalam
pengaruh ge taran antara satu titik dengan titik lainnya.
3. Bila
permukaan sekeliling jarum mulai menunjukan berkumpulnya pasta semen atau
menjadi licin, maka pemadatan telah cukup dan harus pindah ke titik lainnya,
dengan menarik pelan-pelan keluar sehingga lubang yang ditinggalkan ujung
penggetar dapat tertutup dengansendirinya.
4. Lamanya waktu penggetaran di setiap titik
adalah 5 – 15 detik.
5. Penggetaran
tidak boleh dilakukan terlalu lama sampai terjadi bleeding.
6. Tidak
terjadi kontak antara alat getar dengan pembesian, karena dapat merusak daya
lekat ujung pembesian lain dengan beton yang telah mulai setting.
7. Tidak terjadi persinggungan antara alat
penggetar dengan bekisting.
8. Tidak
boleh menggunakan alat getar untuk mengalirkan adukan beton dalam pengisian
bekisting.
9.
Tebal lapisan yang dicor tidak boleh lebih tebal dari panjang batang penggetar.
d. Penyelesaian
Akhir
Penyelesaian akhir merupakan
pekerjaan meratakan pemukaan beton segar sesuai dengan tebal dan jenis
permukaan yang direncanakan. Penyelesaian akhir permukaan beton dapat dilakukan
dengan cara manual atau masinal. Penyelesaian secara manual menggunakan
raskam/sendok dan dilakukan dengan tangan, sedangkan secara masinal menggunakan
mesin trowel. Mesin trowel mempunyai dasar yang terdiri dari beberapa daun
pelat baja yang dapat berputar dan menghaluskan permukaan beton. Permukaan yang
diselesaikan dengan mesin trowel lebih kuat dan awet dibandingkan dengan pekerjaan
tangan.
Kadang-kadang penyelesaian
tekstur permukaan akhir dilakukan secara khusus. Antara lain adalah sebagai
berikut:
1.
Permukaan bertekstur yang dibentuk dari pemakaian bekisting dengan permukaan
tekstur.
2.
Permukaan yang berbentuk tekstur, dengan menggunakan alat pencetak (stamp
concrete). Pembentukan tekstur dengan alat pencetak dilakukan saat beton
mulai memasuki setting awal, dengan menekan cetakan karet (dengan
permukaan bertekstur) ke permukaan beton, kadang-kadang diberi lapisan pigmen
warna sebelum ditekan.
3.
Pembuatan tekstur dengan cara mekanis misalnya dengan cara abrasi setelah beton
mengeras.
Untuk menyesuaikan fungsi
akhir dari beton yang dicor, kadang-kadang ditambahkan bahan pelapis permukaan
dan dikerjakan sesuai dengan tekstur permukaan yang direncanakan. Terdapat
beberapa jenis bahan pelapis, antara lain:
1.Tambahan
adukan pasta semen atau semen kering.
2.
Tambahan bahan pengeras permukaan (floor hardener), gunanya untuk mendapatkan
permukaan yang keras dan tahan aus. Biasanya dilakukan untuk lapisan perkerasan
jalan, pelat lantai parkir dan lain-lainnya. Jumlah persentase bahan yang
dipakai bergantung pada tingkat lalu lintas yang dilayani, untuk lantai parkir
biasanya 3 – 5 kg/m2, sedangkan untuk lalu lintas berat pemakaian bahan ini
mencapai 7 – 10 kg/m2.
3.
Tambahan pigmen warna, untuk mendapatkan permukaan yang berwarna. Pengerjaan
lapisan penyelesaian akhir permukaan dengan bahan pelapis biasanya menggunakan
mesin trowel. Hal ini karena akan menghasilkan permukaan yang lebih kuat karena
alat trowel lebih kuat menekan bahan pelapis sehingga lebih bersatu dengan
beton di bawahnya.
e. Pekerjaan
Perawatan (Curing)
Tujuan perawatan beton
adalah memelihara beton dalam kondisi tertentu pasca pembukaan bekisting (demoulding
of form work) agar optimasi kekuatan beton dapat dicapai mendekati kekuatan
yang telah direncanakan. Perawatan ini berupa pencegahan atau mengurangi
kehilangan/penguapan air dari dalam beton yang ternyata masih diperlukan untuk
kelanjutan proses hidrasi. Bila terjadi kekurangan/kehilangan air maka proses
hidrasi akan terganggu/terhenti dan dapat mengakibatkan terjadinya penurunan
perkembangan kekuatan beton, terutama penurunan kuat tekan.
No comments:
Post a Comment